01

14.1K 691 15
                                    

Namanya Naresh Jatiadi Pratama. Pemuda enam belas tahun yang merupakan mood boosternya anak-anak kelas 11 Desain Permodelan dan Informasi Bangunan 2 SMK Tunas Harapan.

Tengok saja, pemuda dengan potongan rambut mirip Iqbaal Cjr. itu sedang menenteng sapu ijuk bak gitar elektrik sambil menyanyikan lagu-lagu koplo Nella Kharisma alih-alih Nadin Amizah yang tengah digandrungi kawula muda penikmat senja dan kopi. Seragamnya sudah tak beraturan bentuknya. Atasan OSIS putih abu sudah keluar dari balik celana. Kancing atasnya terbuka tiga, menampilkan kaos hitam bertuliskan SKMCK™ yang ia beli di Jakcloth bulan lalu. Padahal ini masih di istirahat pertama pukul sepuluh pagi. Masih lima jam lagi sampai waktu pulang sekolah.

Rekan-rekannya tak kalah gila. Reyza Lazuardi misalnya. Pemuda yang 24/7 selalu dalam mode julid itu mendukung penuh tingkah konyol Naresh dengan menyetel Youtube dan menyambungkannya pada speaker bluetooth kecil yang sering diselundupkannya ke sekolah. Nyaring intro prei kanan kiri itu terdengar ke seisi kelas. Disambut dengan nyanyian fals Naresh yang tertinggal dua ketuk dari musik instrumen.

Bangsul memang!

Haekal Chandrika lain lagi. Kegilaannya ditunjukkan dengan sibuk menemani Naresh menabuh meja guru, serupa alunan akang kendang. Kadang jadi backing vocal juga. Mengimbangi suara fals Naresh dengan suaranya yang lebih manusiawi untuk didengar.

Beberapa siswa lainnya ikut joget. Ikut bersenandung tak jelas mengikuti alur kegilaan teman-teman. Mungkin satu satunya yang waras di kelas itu hanya Marcus Domanic Leffrant. Si ketua kelas yang kini sedang sibuk dengan ponsel pintar dan earphone nirkabel di telinganya. Mendengarkan khotbah-khotbah gratis di Youtube. Mark -begitu ia biasa disapa- memang Anak Tuhan sekali.

Kegaduhan kelas itu baru berhenti saat Mark bangkit menghampiri Reyza. Meminta pemuda itu mematikan speaker sebelum menuliskan sesuatu di papan tulis.

Speaker mati, umat langsung senyap tiba-tiba.

"ada tugas." sela Mark saat banyak mata memprotes Reyza yang mematikan speaker tanpa mukaddimah.

Yah... anjir... lagi seru juga! -koor protes dengan nada mi tinggi itu terdengar serempak tanpa dirijen.

"Pak Aris gak masuk kelas, tapi ngasih tugas. Tugasnya Bab Dinamika Rotasi dan Keseimbangan Benda Tegar di lembar kerja. Dikumpul hari ini."

Protes kembali terdengar dengan oktaf naik lebih tinggi. Agak menggelikan terdengar ketika rata-rata para siswa itu sudah mendapatkan suara bassnya. Fisika dan cuaca yang merangkak terik bukanlah perpaduan surgawi masa sekolah. Bahkan saat diawal jadwal pelajaran di bagikan, beberapa siswa memprotes wakasek kurikulum karena mata pelajaran eksak yang di letakkan setelah jam istirahat kedua. Simulasi neraka, katanya.

Beberapa siswa mulai mengerubungi Naresh. Si pentolan DPIB 2 itu bukan hanya mood booster. Tapi juga monster untuk setiap pelajaran eksak. Narasumber utama untuk diskusi satu arah pelajaran yang melibatkan angka dan hitungan. Singkatnya, Naresh adalah sumber utama contekan gratis tanpa syarat untuk anak-anak kelas DPIB 2 yang rata-rata lemah dalam pelajaran hitungan.

"Na, di tungguin Pak Aris sama Pak Sapta di ruang KaJur. Ada kepsek juga deh kayaknya." ujar Mark pada Naresh sambil memperlihatkan isi pesan di ponselnya.

Ya, ketua kelas di sekolah ini memang selalu menyimpan beberapa nomor guru yang mengajar di kelas. Agar proses perbudakan lebih lancar tanpa harus repot membuat pengumuman via toa sekolah.

HOPE || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang