Bagian 15

2.2K 250 43
                                    

Ada yang nunggu cerita ini gak sih?

Ramein! Makin sepi makin lamaaaa updatenya.









Tena sedang memasak untuk sarapan nanti, Juna ada jadwal dakwah dan Tena akan ikut. Kebetulan kuliahnya libur hari Minggu. Sang suami baru turun dari kamar, senyumnya mengembang kala melihat sisi belakang Tena. Calon mama muda itu jarang sekali mengenakan jilbab di rumah, toh mereka hanya tinggal berdua. Hanya tiga kali seminggu pembantu dan tukang kebun datang untuk membersihkan rumah dan halaman, Juna membelikan mereka rumah yang berjarak beberapa meter dari rumah Juna sendiri. Jadi, Tena bebas melepas jilbabnya dalam rumah besar tersebut.

Rambut dicepol berantakan, baju singlet dan celana pendek berbahan satin, benar-benar pemandangan yang bagus untuk suami.

Tena terhenyak saat dirinya tiba-tiba dipeluk dari belakang. Juna menumpu dagunya di bahu sempit istri. "Pagi-pagi pakai singlet, gak dingin apa?" tanya Juna yang sesekali mengecup bahu Tena.

"Udah nggak, kan, diangetin sama Ustadz," ujar Tena yang tetap fokus mengaduk tumis udang yang dimasaknya.

Juna tersenyum dan mengecup pipi istrinya. "Padahal masak agak siangan juga nggak apa-apa, jadwalku jam sepuluh," ujarnya.

"Gak bisa, Ustadz. Aku udah biasa masak dari jam enam pagi, mau tidur habis subuh, kan, gak boleh." Tena mematikan kompor lalu berbalik menghadap suami. "Udah kelar, ke kamar, yuk!" ajaknya.

Juna langsung menggendong istrinya ke kamar. Tena terkikik saat sang suami menciumi wajah dan lehernya, rambut halus di bawah dagu Juna menyentuh kulitnya, membuat Tena geli.

Saat sedang asyik bercumbu, ponsel Juna tiba-tiba berdering. Ada nomor asing yang menelepon. Juna langsung mengangkatnya dan me-loudspeaker panggilan agar Tena juga dengar.

"Halo ...," ujar seseorang dari seberang telepon.

"Ya, siapa?" tanya Juna.

"Ini saya, Nasya ... mamanya Tena. Ini benar nomornya Juna suami anak saya, kan?"

"Iya, benar." Juna melirik istrinya. "Ada apa, Ma? Mau ngomong sama Tena, dia lagi sama saya." Ia memberikan ponselnya pada Tena.

Tena menerimanya dengan ogah-ogahan. "Halo," ucapnya dengan nada ketus.

"Halo? Ini Tena?"

"Hm."

"Mama sakit, Nak," ujar Nasya.

"Kalau sakit ke dokter lah, minum obat."

"Nggak, Nak ... Mama cuma mau ketemu kamu."

Tena menghela napas kasar. "Buat apa? Buat disiksa lagi?" tanyanya sarkas.

"Nggak, Tena ... Mama--"

"Aku gak mau pulang!" Tena langsung mematikan telepon. Matanya berkaca-kaca, Tena menahan air matanya agar tidak keluar. Juna langsung menarik istrinya ke pelukan dan mengusap punggung sempit Tena.

"Gak mau ketemu mereka," gumam Tena lirih.

"Aku tahu kamu masih trauma, tapi beliau masih mama kandung kamu, Sayang," ujar Juna.

Tena menggeleng. "Jangan suruh atau maksa aku ke sana. Aku gak mau, aku gak siap ketemu mereka lagi."

Juna diam, entah sampai kapan Tena akan menghindar. Tena tidak ingin masuk ke rumah itu lagi dan bertemu Rama, Nasya, atau Azka.

---+++---

Tena beranjak dari sofa ruang tamu karena bel rumahnya yang terus-menerus berbunyi. Ia membuka pintu dan terkejut, ia berusaha menutup kembali pintunya. Namun tenaganya kalah jauh dengan tenaga pria, Tena terdorong dan hampir jatuh ke belakang.

Ustadz for Fujoshi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang