Bagian 19

2.2K 256 63
                                    

Jangan lupa votementnyaaa!!





Tena masih merajuk, perkara Juna pulang telat. Pagi ini, di meja makan, keduanya sarapan seperti biasa. Biasanya, Tena hanya menyediakan satu gelas di atas meja untuk berdua. Kali ini pun begitu, Juna minum lebih dulu.

Tena mengambil gelas bekas suaminya minum dan mengelap bekas bibir Juna dengan tisu, padahal biasanya ia akan minum di bekas bibir suaminya langsung. Juna kesal, ia merebut gelas tersebut dan meminum airnya lagi lalu meletakkannya di hadapan Tena. Lagi-lagi Tena mengelapnya dengan tisu lalu menuang air ke dalamnya.

Juna langsung beranjak dari kursinya dan merebut gelas yang Tena pegang. Ia meminum sampai habis satu gelas lalu secara tiba-tiba menunduk dan mencium bibir Tena, mentransfer air dari dalam mulutnya ke mulut istrinya.

"Aku mau cerai!" ujar Tena tiba-tiba.

Juna mendengkus kasar. "Anak kita masih bayi, loh, sembarangan banget ngomong cerai, cerai."

"Habisnya kamu nyebelin!"

"Semalam, kan, udah aku jelasin kalau aku beneran sibuk, jangan dikit-dikit minta cerai, dong ... baru juga punya anak satu. Maafin aku, ya ... Sayang?" mohon Juna sembari meraih tangan istrinya.

Tena menghindari sentuhan suaminya. "Jangan sentuh kulit mulusku dengan tangan Ustadz!"

"Jual mahal banget, sih, Neng. Mau pisang jumbo gak? Bonus telur dua."

Tena memalingkan wajah, masa wanita secantik dirinya takluk hanya karena pisang jumbo milik Juna?! Dikasih bonus dua telur pula! Tidak, Tena harus jual mahal!

"Mau! Eh, maksud aku nggak!"

"Ya Allah, Istriku ... maafinlah suamimu ini," rengek Juna.

"Udah dimaafin."

"Beneran? Yes! Dapat jatah!" ujar Juna sembari memeluk istrinya.

Tena langsung mencubit pinggang suaminya. "Jatah, jatah, siapa suruh pulang telat!"

"Sakit, Sayang," sungut Juna.

Tena hanya mendengkus kasar lalu beranjak menghampiri Chandra yang terbangun karena pertengkaran kecil orang tuanya. Juna mendekat dan memeluk istrinya dari belakang.

"Abi modus, Chan. Peluk-peluk umma," adu Tena pada sang anak.

"Mana ada modus, Umma yang gak jatahin Abi udah dua bulan lebih."

"Siapa suruh semalam pulang telat, gak jadi dapat jatah, deh."

Chandra yang tidak mengerti hanya tersenyum. Tena jadi semakin gemas dan menggesekkan hidungnya dengan hidung kecil Chandra yang mancung. Bayi itu tertawa tanpa suara, menampilkan gusinya yang berwarna merah muda.

"Gemesnyaaaa!" Tena geregetan sambil menciumi pipi gembul Chandra.

"Gak mau cium suami juga, nih?" tanya Juna.

Tena tak menjawab, ia masih menciumi Chandra lalu meletakkannya kembali di kotak bayi dan berbalik menghadap suaminya. Tena melingkarkan lengannya di leher kokoh Juna dan melompat, memeluk pinggang Juna dengan kakinya.

Juna menahan bokong Tena dengan tangannya. Ia melangkah ke dekat kasur, lalu merebahkan diri mereka di sana. Juna langsung merobek baju istrinya dengan tidak sabar.

"Astaghfirullah! Main sobek-sobek aja," protes Tena, ini bukan yang pertama kalinya bajunya dirobek oleh suaminya.

Juna tidak peduli, ia melepas baju Tena dan melemparnya ke sembarang arah. Ketika sedang enak-enaknya bercumbu, Chandra tiba-tiba menangis keras. Tena refleks mendorong Juna, lalu menghampiri putri kecilnya. Tidak peduli dengan tubuhnya yang tak memakai apa pun.

Ustadz for Fujoshi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang