Bagian 17

2.1K 246 45
                                    

Nungguin ya?

Jangan lupa votement!!

Ramein dulu baru lanjot 🦋








Tena terbangun karena mendengar anaknya rewel. Sudah menjadi resiko seorang ibu, bangun larut malam karena bayi yang rewel, entah ingin menyusu, atau hanya menginginkan perhatian sang ibu.

Tena memiringkan badannya untuk menyusui Chandra, posisi bayinya berada di tengah. Antara Juna dan Tena, Juna ikut terbangun mendengar putri kecilnya rewel. Bayi itu tidak mau menyusu, Tena langsung panik, ia duduk dan menggendong Chandra, namun, si bayi masih tidak mau diam.

Juna bangun dan ikut duduk lalu mengulurkan tangannya. "Sini sama abi," ujar Juna.

Tena menyerahkan Chandra pada suaminya. Juna turun dari kasur lalu menimang Chandra sambil menyenandungkan selawat, bayi itu langsung tenang dan kembali tertidur. Juna melirik jam dinding, baru jam dua subuh. Ia menyerahkan kembali putrinya pada Tena, lalu pergi ke kamar mandi.

"Chan maunya diselawatin sama abi aja, ya? Padahal umma juga bisa," gumamnya sambil mengelus pipi si bayi.

Tak lama kemudian, Juna kembali dalam keadaan segar usai berwudu.

"Mau tahajjud?" tanya Tena dan dibalas anggukan Juna. "Tungguin, aku mau ikut," lanjutnya sembari beranjak dari tempat tidur.

Sekitar lima menitan, Tena kembali. Ia mengambil mukena lalu memakainya, keduanya pun salat tahajjud berdua sebagai imam dan makmum.

Usai salat dan berdoa, Juna dengan manjanya langsung merebahkan diri ke belakang hingga kepalanya jatuh ke pangkuan sang istri, lalu memejamkan mata. Tena mengusap pipi Juna, memperhatikan wajah tampan itu dengan saksama, jari lentiknya bergerak menyentuh alis, hidung, dan bibir suaminya. Juna diam saja menikmati sentuhan Tena di wajahnya.

Pada akhirnya ia mendapat cubitan di pipi karena Tena geregetan. "Ganteng banget, suami siapa, sih, ini?"

Juna terkekeh dan membuka matanya. "Suami kamu."

"Wadu, wadu, waduuu ... Suamiku om-om ganteng, baik orangnya dan banyak duitnya ...." Tena bersenandung asal.

Juna bangun dan berbalik lalu mendekati Tena, menatap sang istri dengan tatapan mesum. "Ayo main sama Om, nanti Om kasih susu kental manis," ujarnya.

"Gak dulu, ya, Om. Masih nyeri," ujar Tena sambil mencolek dagu suaminya..

"Pakai tangan, kan, bisa ... sini, dong, Cantik," goda Juna yang semakin memojokkan Tena.

Tena mendorong tubuh suaminya, lalu berdiri dan bergegas keluar kamar sambil terkikik, masih dengan mukena yang belum dilepas. Juna tersenyum miring, ia pun bergegas menyusul keluar.

"Mau lari kemana, hm?"

Suara berat itu mengagetkan Tena yang baru saja hendak duduk di sofa. Lalu terjadilah adegan kejar-kejaran di ruang tamu yang tak seberapa luas tersebut. Juna berhasil menangkap sang istri, merengkuh pinggangnya hingga dada mereka bertabrakan.

"Jam dua subuh udah ngajak kejar-kejaran, bawah kamu gak sakit apa?" tanya Juna.

"Agak aja nyeri, sih, tapi gak terlalu sakit," jawab Tena lalu menyengir lebar.

Juna menyelipkan tangannya ke bawah ketiak Tena lalu mengangkatnya seperti anak kecil.

"Jangan lari-lari lagi, Om capek ngejarnya," ujar Juna.

Tena terkekeh. "Faktor usia ya, Om. Jadi gampang capek."

"Iyain deh, bocil." Juna menggendong dan membawa istrinya kembali ke kamar.

Ustadz for Fujoshi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang