Dua puluh satu | Kisah masa lalu

96 35 11
                                    

Selamat sore, guys, bagian 21 ini, kita hampir mencapai titik puncak masalah, so hope you enjoy it, sorry for typo's and happy reading 💙









Rintik hujan terdengar begitu jelas, suarnya berbenturan dengan tanah, menghadirkan aroma khas yang menenangkan. Begitu nyaman yang Jasmine rasakan, tapi tidak bagi Rain. 

Keduanya berakhir di taman, ada gazebo mini untuk tepat berteduh. 

Jasmine tidak mengerti mengapa suasana menjadi canggung, Rain terasa berbeda. Lelaki itu tak mengucap sepatah kata pun, tidak seperti biasanya, "Rain .."

Yang dipanggil, menoleh. Rain mendapati Jasmine menatapnya sayu, ia tersenyum, "hmm?"

"Tadi itu suami mama, tapi bukan papa aku," Jasmine membuka percakapan. Walaupun termasuk topik sensitif, tapi ia ingin sekali berbagi dengan Rain. Terlalu sakit jika dipendam sendiri.

"Pasti Kak Juna pernah cerita sama kamu, kan?"

Rain mengangguk, ia mengingat kejadian tahun lalu, di festival lampion, tepat saat Jasmine membalas perasaannya, "iya, bang Juna cerita, katanya orang tua kalian udah pisah," katanya hati-hati.

Pandangannya lurus kedepan, memperhatikan hujan yang masih setia mengguyur bumi, Jasmine memutar memori masa lalu, "iya, waktu itu aku bahkan belum genap enam belas. Kak Juna juga baru aja masuk kuliah," katanya dengan senyum getir.

"Kenapa cerai? ah! aku gak maksud buat-"

"Gak papa, kan aku yang mulai cerita," Jasmine memotong ucapan Rain, gadis itu tahu Rain akan sungkan menanyakan perihal sensitif seperti ini, "mereka harmonis kok sebenarnya."

"Tapi..?"

"Tapi mama orangnya baik banget, kadang bikin orang salah pengertian. Lagi ,, mama cantik," Jasmine tersenyum mengingat Irene yang begitu sempurna untuknya dan keluarga, "makanya banyak yang suka."


















"Juna, saya tadi menemui Jasmine di kampus."

Satu kalimat itu mampu membuat emosi yang telah Juna tahan meledak, ia menegakkan badan, menatap pria itu tajam, "anda meremehkan peringatan saya?"

Pria itu tersenyum getir, "salah kalau saya mau minta maaf?"

Juna menggeleng heran, sehatkan pria ini? 

"Saya bahkan tidak tahu kalau Irene meninggal malam itu, saya pikir dia baik-baik saja."

Pria ini membuat pikiran Juna semakin runyam, "baik-baik saja kata anda? anda bahkan tidak tahu bagaimana sedihnya saya saat itu! bagaimana terpukulnya Jasmine," Juna menahan mati-matian agar tak menangis, hatinya sangat rapuh jika tentang keluarga.

"Saya juga sedih, saya juga kehilangan, kamu tidak tahu betapa sayang dan cintanya saya dengan Irene."

"Terus kenapa..? kenapa anda memperlakukan mama saya dengan tidak pantas? Hati anak mana yang tidak sakit melihat ibunya disiksa?" Juna menuntut jawab, "..cinta macam apa yang anda katakan itu?"




















"Obsesi dibalik kata cinta, orang tadi terobsesi sama mama," kata Jasmine.

Rain sama sekali tidak menyangka, mengapa kisah hidup Jasmine bisa semenyakitkan ini? ia semakin takut untuk mengakui, tapi .. disisi lain, tidak mungkin kan hidup dalam kebohongan?

"Dia jebak mama, sampai akhirnya papa aku kemakan sama omongan dia, dan mereka cerai."

'Papa kamu kenapa percaya?" tanya Rain.

Jasmine menyandarkan kepala pada bahu Rain, "itu juga pertanyaan aku di awal, bahkan sempat benci ke papa, kenapa percaya. Seperti yang aku bilang tadi, mama itu terlalu baik, waktu itu beliau bilang 'jangan benci papa kamu, dia ngga salah, wajar kalau dia bersikap kayak gitu' itu kata mama."

"Jadi dimana papa kamu? beliau tahu mama kamu udah meninggal?"

Jasmine mengangguk, "tau kok, bahkan pas pemakaman, semunya papa yang urus, papa juga selalu kuatin aku sama kak Juna. Meskipun aku bisa lihat, papa sama hancurnya. Dan beliau sekarang ngga tinggal di Indonesia, tapi tenang hubungan kita baik."

Rain mengusap lembut surai Jasmine, gadisnya sangat kuat. Ia bahkan tak bisa walaupun hanya sekadar membayangkan untuk bertukar posisi, "kamu kuat banget."




















"Terlalu kuat dan baiknya mama, dia gak pernah berpikiran akan melaporan anda ke pihak berwajib," kata Juna masih dengan perasaan campur aduk.

"Saya juga tidak paham kenapa melakukan itu semua, saya hanya terlalu cinta dengan Irene."

Juna mengambil ponsel di saku, ia mengirim pesan text pada sekertarisnya, Juna membatalkan rapat. Ia terlalu pusing, "anda terobsesi, Tuan Farhan."

Sungguh, tak pernah terbesit satu niat pun untuk mengucap nama pria itu, namun kali ini Juna menyebutnya jelas, Farhan.

"Iya, saya tahu. Itu alasan saya datang ke kalian, saya benar-benar minta maaf. Maaf telah membuat orang tua kalian berpisah, maaf telah memperlakukan Irene dengan buruk, dan maaf telah membuat kalian terluka," kata Farhan penuh penyesalan.

Benar yang di katakan, Farhan begitu mencintai Irene, tapi cinta itu tumbuh mejadi sebuah obsesi. Ia menuntut Irena hanya perhatian kepadanya, bahkan  tak suka jika wanita itu berhubungan dengan Jasmine dan Juna, "saya sadar, Juna. Kesalahan saya juga fatal. tidak bisa mengontrol emosi, sampai malam itu saya tinggalkan dia dalam keadaan sakit, bahkan saat itu hujan."


















"Hujannya deres banget waktu aku sama Kak Juna nemuin mama, itu udah hampir tengah malam," Jasmine mengingat kembali kenangan buruk itu, "mama udah pucet banget, tangannya dingin, disitu aku cuma bisa diem, beda sama Kak Juna yang coba bangunin mama. Karena .."

"Karena..?"

Jasmine menatap manik rubah milik Rain, ".. karena aku sadar, mama udah ngga ada."

Berbeda dengan cuaca dingin yang dibawa oleh hujan, mata Rain terasa panas, ia begitu menyesal sekarang mengapa waktu itu tidak menolong Irene. Ucapan Jasmine begitu ketara akan kesedihan. Ucapan Jasmine, mampu membuatnya jatuh pada titik penyesalan terdalam.

"Padahal mama gak salah apa-apa, dia cuma nemuin aku sama Kak Juna. Tapi orang jahat itu marah, dia ninggalin mama sendirian. Aku inget banget mama lagi sakit waktu itu."

Rain tidak sanggup mendengar kisah selanjutnya, andai saja Jasmine tahu dirirnya berada di lokasi kejadian, bagaimana reaksinya?

"Rain .."

"Iya?"

"Sembuhin luka hati aku ya.."

Hujan semakin deras, layaknya tahu bagaimana kacaunya perasaan Rain saat ini. Ia menggengam jemari Jasmine, menciumnya berkali-kali membuat sang empu mengernyit heran, "Rain, kenapa?"

"Jasmine .. gimana bisa aku sembuhin luka kamu, saat aku adalah salah satu penyebabnya?"

"Huh?!"

-TBC-

Tangis Jasmine pecah bersama derasnya hujan, saat Rain memilih mengungkap kejujuran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangis Jasmine pecah bersama derasnya hujan, saat Rain memilih mengungkap kejujuran ..



Emm .. Thank you yang udah baca, yang udah stay, dan yang udah menunggu, see u on the next chapter 💙

A Flower BookmarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang