Dua puluh tiga | Senja kedua

84 31 8
                                    


Hai, selamat malam, btw aku nulis ini lagi keadaan hujan deresssss banget, suasananya beneran mendukung.. tenang gitu.

Sorry for typo's and happy reading 💙











Tidakkah sangat aneh jika sepasang kekasih yang biasanya bersama kini terlihat tak saling sapa?

Saat biasanya bergandengan, sekarang berjalan sendirian.

Emmm, dalam masa pacaran tak menampik jika akan ada halangan, semua tak kan hanya seperti terus berjalan lurus tanpa tujuan.

Jasmine masih belum berbicara pada Rain, terhitung telah dua hari sejak pembahasan terakhir mereka di taman. Gadis itu menjadi semakin apatis, ditambah sudah semester akhir yang tidak mengharuskan selalu pergi ke kampus.

Jasmine, hanya di rumah. Berbicara dengan Juna, Egi, bermain bersama keponakannya, dan belajar.

Perihal kejujuran Rain, Juna sudah tahu, dan pria itu pasti terkejut, namun masih bisa mengendalikan emosi berbeda dengan jasmine.

Ini adalah minggu sore, Jasmine bosan di rumah, ia ingin keluar, tapi .. dengan siapa? Bahkan dirinya tak punya teman dekat.

Ingin mengajak Juna, kakaknya itu belum pulang. Lalu Egi? Tidak mungkin, Syeina masih begitu kecil. Jasmine pasrah, mungkin memang harus pergi sendiri.

"Kak Egi, aku izin keluar," katanya pada Egi yang tengah sibuk mendesain berbagai model terbaru untuk butiknya.

Egi menurunkan kacamata, "hah? Sama siapa? Kamu udah baik—"

"No. Aku pergi sendiri," potong Jasmine, ia tahu bahwa Egi menduga dirinya telah berbaikan dengan Rain.

"Kemana emang?"

"Pantai, aku janji nanti maghrib udah pulang."

"Oke, kalau ada apa-apa kabarin lho!" tegas Egi.

Jasmine mengangguk paham, lalu beranjak keluar, ia telah memesan taksi online sejak tadi.

















Rain berjalan tak tentu arah, jejak kakinya tercetak jelas di pasir pantai. Semesta tidak memihak padanya, sore ini bukan ajang bahagia.

Senja memang terlihat begitu nyata, memamerkan gradasi jingga. Rain mengangkat sudut bibir, tapi ia tersenyum getir, "senja, harusnya lo jangan indah-indah kalau gue lagi galau," monolognya.

Rain duduk tanpa alas, netranya terpaku pada laut lepas, "gue ini pertama pacaran, pertama galau, tapi galaunya dah luar biasa."

Diambilnya ponsel dari saku jaket, Rain membuka room chat dengan Jasmine, "dua hari yang lalu, itu bukan waktu yang lama sebenarnya, tapi .. gue ngga sanggup."

Rain melirik arloji di pergelangan, waktu telah menunjukkan pukul lima sore, senja sedang indah-indahnya. Lagi, ia teringat sebuah kata yang pernah diucap tempo lalu, "ini antara gue yang bodoh atau takdir yang ngga mengizinkan? padahal waktu itu.."
















"Padahal waktu itu, kamu janji buat sama-sama lihat senja kedua sama aku, tapi nyatanya aku lihat sendiri," monolog Jasmine.

Gadis itu duduk di ayunan tepi pantai, menikmati hembusan angin yang menerbangkan surainya, juga deburan ombak yang setia menyapa. Jasmine memaki diri sendiri, "iya ini aku yang bodoh, bukan takdir yang ngga kasih izin."

Jasmine menyesali keputusannya untuk pergi ke pantai, "harusnya aku gak kesini, biar kesannya kamu gak ingkar janji."

Jasmine merasa aneh pada dirinya, dulu tak apa untuk pergi sendiri, bahkan itu hobi. Tapi setahun belakangan, hidupnya dirubah oleh sosok yang telah mengisi kosongnya hati. Jasmine jadi punya teman, "ternyata sendiri itu sepi."

A Flower BookmarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang