Hai, emmm entah akhir-akhir ini aku kehilangan fokus, baik dalam real life ataupun nulis. Banyak ide tapi gak bisa aku tuangin ke tulisan.I don't know whats goin on with my mental health.. Wkwk
Jadi ada rasa bersalah kenapa gak update, but .. I will try my best, sesuatu yang udah aku mulai harus selesai. So, please give me a support, vote, comment .. I didn't ask to follow, bcs that's your choice.
Ah! Happy 1 k reader's 💙 thank you for your enthusiasm and support.
Sorry for typo's and happy reading 💙
"Jasmine, bagaimanapun kamu berhak marah, bahkan benci sama aku," ucap Rain sembari menunduk.
Keduanya, kini berada dalam rumah Jasmine, setelah pertemuan tadi, Rain berinisiatif mengantar.
Jasmine menatap Rain sendu, kekasihnya itu jelas terlihat tulus, "kenapa aku harus benci kamu?"
"Karena aku gak nolong mama kamu, waktu itu."
"Gak papa, bukan kesalahan kamu, itu udah takdir," ucap Jasmine.
Entah apa yang membuat Jasmine dengan mudah berkata seperti itu, dirinya sendiri pun tak paham, "Rain.."
"Ya..?"
"Mama orang baik, Tuhan lebih sayang sama dia, makanya diambil duluan," Jasmine berkata setenang mungkin, meski tak menampik dalam hatinya ada sesak.
Rain tak bisa berkata apapun, ia hanya menatap Jasmine penuh tanda tanya.
"Aku waktu itu emang kecewa sama kamu, tapi rasanya gak ada gunanya juga kan buat marah?"
"Jasmine, kenapa kamu bilang gitu?" Rain menuntut jawab.
Jasmine tersenyum tipis, "gak mungkin aku marah sama orang yang udah buat hari aku kembali seperti dulu."
Rain gagal paham, "hah?"
"Itu jawaban aku Rain."
"Jawaban?"
Jasmine mengangguk, mungkin Rain lupa akan pertanyaannya tempo lalu, perihal, "kamu waktu itu tanya sama aku kan, katanya .. apa bisa kamu jadi orang yang nyembuhin luka aku, ketika kamu sendiri adalah salah satu penyebabnya?"
Lelaki maret itu terdiam, ia ingat betul, itu adalah salah satu hal yang selalu dipikirkan, "iya."
"Jawaban aku, bisa. Ayo sembuhin luka aku," kata Jasmine tersenyum.
Gadis itu tak munafik, ia sangat butuh Rain, tak bisa untuk membencinya. Kepergian Irene bukan salah Rain, itu sudah takdir.
Terkait Farhan, Jasmine masih menyimpan dendam, namun perlahan ia lelah sendiri. Bagaimana tidak lelah, jika hampir lima tahun hidup dalam bayang-bayang pria itu?
Tempo lalu, Jasmine mendengar Juna dan Egi berbincang, ia kasihan dengan kakaknya. Juna juga punya kehidupan, ia telah berkeluarga, tak mungkin Jasmine terus merepotkannya.
Juga Egi, wanita itu bahkan tidak mengetahui dengan pasti bagaimana keadaan keluarganya dulu. Egi baru masuk dalam kehidupan Juna sekitar tiga tahun lalu.
Jasmine merasa bersalah dan sangat merepotkan, walaupun Juna dan Egi tak merasa keberatan, nanum ia tetap sungkan.
Selama dua hari itu, Jasmine banyak merenungkan beberapa hal, terkait Rain juga Farhan. Jasmine dengar, pria itu sering datang ke kantor Juna, juga tak jarang memunculkan diri di depan Egi, "aku harus gimana?" monolognya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flower Bookmark
FanfictionNamanya Jasmine, mahasiswi Fakultas Psikologi yang terkenal apatis. Ia ingin merubah kehidupannya, hingga akhirnya bertemu dengan Rain, lelaki dengan segala kerandoman. Rain bagaikan air yang menumbuhkan bunga di taman hati Jasmine, tapi,, siapa sa...