Dua puluh delapan | Perihal bahagia

114 27 12
                                    


Selamat malam gaiseu, ah hampir lupa kalau hari ini belum update. Jadi aku dadakan ini nulisnya, tapi semoga tetap enjoy ya,

Sorry for typo's and happy reading 💙

Beneran kalau ada typo maaf banget, asli aku ngantuk berat, ngetik sambil merem melek 😂😂











Bagaimana kebiasaan orang saat weekend? Berlibur? Bersantai? Atau justru sekadar me time?

Saat ini Jasmine dan keluarganya, ah hanya Juna, Egi, berserta Syeina saja. Mereka tengah menikmati libur di taman kota dekat rumah.

Jasmine duduk di kursi taman, memperhatikan Juna juga Egi yang tengah berusaha mengajak putri mereka berbincang. Keponakannya sangat lucu dan cantik, Jasmine sering dibuat tertawa sendiri, gadis kecil itu baru menginjak usia empat bulan.

Tanpa sadar, seutas senyum simpul tercipta di bibir ranum Jasmine. Memori otaknya memutar beberapa kenangan masa lampau, masa kecilnya bersama Juna, masa kelam bersama Juna, juga saat mencoba bangkit juga bersama Juna.

Dan detik ini, ia melihat jelas, ada rona kebahagiaan pada wajah sang kakak. Juna sudah menemukan bahagianya.

Egi. Wanita cantik itu berhasil menaklukkan kakaknya, yang bahkan sempat tak ingin mengenal cinta. Tentu karena ibu juga dirinya. Juna hanya fokus pada Jasmine, sampai tak peduli pada diri.

Egi, sosok paling protektif pada Jasmine, namun berhasil menjadi figur ipar sekaligus ibu bagi dirinya.

Egi, wanita itu bahkan pernah tak mengizinkan sembarang lelaki mendekati Jasmine. Sampai pada titik, Rain datang tanpa permisi, entah kenapa membuatnya luluh seketika, Egi percaya sepenuhnya dengan Rainan Junanda.

Mereka terlihat bahagia, seharusnya Jasmine bahkan tak disana. Dirinya mulai sadar, sang kakak telah punya keluarga, "aku ngga mungkin kan bergantung terus ke kalian?" monolog Jasmine.

Netranya menatap jari manis tangan kiri, Jasmine tersenyum tipis, "Rain," ucapnya sembari melihat cincin pemberian Rain.

Jasmine, dirinya menatap sekitar, mengingat Rain dan segala tingkahnya. Ia mungkin pernah tak nyaman saat pertemuan pertama, pernah merasa aneh saat pertemuan selanjutnya, lalu merasa takut jatuh cinta, juga pernah terluka.

Tapi, ia tak menampik, logika dan hatinya bahkan pernah kontra, saat pengakuan mengejutkan dari kekasihnya. Hingga keduanya bertemu pada titik, menerima takdir Yang Maha Kuasa.

Rain adalah sosok luar biasa, ia telah mengajarkan Jasmine perihal dunia luar, dan mengenalkan Jasmine pada teman-teman. Betapa bodohnya ia jika sampai kehilangan Rain karena ego?

Jasmine tertawa, melihat Juna yang terjatuh akibat dorongan Egi, "KAK JUNA PASTI GANGGUIN SYEINA KAN?!" teriaknya.

"ENGGA KOK, CUMA CIUM DOANG!" jawab Juna, tak mau kalah ia pun berteriak.

Egi berjalan mendekat ke arah Jasmine, sambil mendorong kereta bayi Syeina, "anaknya sampai nangis dia ciumin terus, dek," gerutu Egi.

"Salah lagi aku," keluh Juna.

Lagi, Jasmine hanya tertawa. Mereka memang sering bertengkar seperti ini, bahka semenjak awal pacaran dulu, "aku udah kayak obat nyamuk ini," ucap Jasmine.

Setelah menegak minuman botolnya, Juna tersenyum jahil, "pacarmu tadi harusnya diajak."

"Dia lagi anterin Andy ke toko buku, udah janji jadi ya gak bisa," jelas Jasmine.

"Duh, cantik banget anak aku, gedenya mirip aku nih pasti," kata Egi tersenyum pada sang putri.

Juna yang mendengar, lantas meminta penjelasan, "udah jelas banget bentukan muka mirip aku semua, mirip kamu dari mananya? Dari ujung sedotan?"

"Dih, aku yang hamil, aku yang lahirin, masa miripnya sama kamu. Gak adil lah!"

Kini, tawa Jasmine sangat lepas, sudah berapa lama ia tak berekspresi seperti ini, "mirip kalian berdua, kalau aku mirip mama atau papa?"

"Campuran sih," jawab Juna asal.

Jasmine hanya mengangguk saja, ia jadi teringat sesuatu, "kak Juna," panggilnya.

"Ya?"

"Pengin ketemu ayah."

"Nanti ya, nunggu Syeina agak gedean dikit, biar nanti kita susul ke Korea ba—wait, maksud kamu papa kan?" tanya Juna, pasalnya Jasmine tadi menyebut ayah.

"Ayah kak, bukan papa. Kalau papa ya nanti Syeina udah gedean. Ini ayah, ayah Farhan."

Perkataan Jasmine, sukses membuat Juna juga Egi saling bertukar pandang, seolah mempunyai fikiran sama. Benarkah Jasmine ingin bertemu Farhan?














Esoknya, Jasmine benar membuktikan ucapannya. Ia meminta tolong pada Rain agar mengantar ke kediaman Farhan.

Rain, lelaki itu sudah berada di ruang tamu. Ia sedikit gugup saat Jasmine bilang akan mengajaknya bertemu Farhan. Sampai dirinya tak fokus, ingin mengambil teh, justru salah sasaran, "aduhh!!" adunya.

Juna memukul pelan telapak tangan Rain, "itu kopi saya yang kamu ambil!"

"Oh! Hehe, maaf bang, ngga fokus."

"Kenapa sih? Kayak baru jadian seminggu sama Jasmine aja masih gak fokus-gak fokus gitu."

Rain menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia menole ke kanan dan kiri, memastikan keadaan, "Jasmine ngajak saya ke rumah Tuan F."

"F?"

"Iya F, F for Farhan."

"Oh.. Eh?! Hah?!"

Rain menghela napas pelan, "iya bang, Tuan Farhan."

Masih belum selesai dengan keterkejutannya, Juna melihat Jasmine di tangga, "Jasmine, kamu serius sama kata-kata kemarin?"

Sembari tersenyum manis, Jasmine menggenggam jemari kakaknya erat, "aku serius, kak. Aku mau bahagia, aku mau hidup aku tenang. Jadi, jangan khawatir."

Diam-diam, Rain tersenyum tipis, ia bahagia mendengar kata yang terucap dari Jasmine.

Tempo lalu, Shanum bercerita perihal keresahan Jasmine, dan lelaki gingsul itu besyukur akan jawaban yang Shanum beri. Gadisnya akan menyembuhkan luka dengan sendirinya.

"Aku tahu, kakak udah maafin ayah kan? Cuma takut aja minta aku juga kayak gitu. Gak perlu takut kak, sekarang aku beneran punya keberanian," sedikit menjeda ucapannya, Jasmine melirik sekilas pada Rain, "aja juga yang siap jagain aku."

Memang pada dasarnya Rain random, ia jelas tersenyum salah tingkah mendengar ucapan Jasmine.

Hingga Juna memberi persetujuannya, Jasmine juga Rain akan berangkat, namun bahkan sebelum pintu terbuka, lebih dulu mereka dikejutkan kedatangan seseorang.

Farhan. Pria itu tersenyum, berdiri diambang pintu, "Jasmine, Juna, maaf kalau mengganggu waktunya.

Jasmine terdiam, juga Rain yang berdiri dengan tatapan bingung.

Namun, kata berikutnya mampu mencairkan suasana. Kata yang terucap dari mulut Jasmine Julianne Arafani, "silahkan masuk, ayah."

-TBC-

Happy Satnight

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Satnight

Thank you yang udah baca, vote jangan lupa! See u on the next level 💙

A Flower BookmarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang