Bab 33

159 14 0
                                    

Setelah sarapan bubur dua suap, Armela merasakan yang masuk ke mulutnya tadi ingin keluar lagi, ia berusaha menahannya agar tidak keluar apa pun dari dalam mulutnya,” Kak, aku ingin tidur,” pintanya pada Armed.

“ Ya sudah, minum obatnya,” suruh Armed memberikan obat yang di beli di apotik, karena Armela tidak mau kerumah sakit.
Begitu selesai minum obat, Armela meringsutkan badannya, ia ingin tidur karena tubuhnya sangat lemas.

“ Tidurlah.” Armed berjalan keluar dari kamar Armela.

Gadis cantik yang mempunyai senyum manis itu membuka matanya berlahan, sinar matahari bertatapan dengan matanya, membuat gadis itu menutup matanya kembali, ia bergerak dan memalingkan wajahnya, agar tidak memandang cahaya itu. Ia mencoba mencari tempat untuk bersembunyi dari sinar terang itu. Tubuhnya terasa tidak bertulang, ia tidak mampu untuk bangkit dari tidurnya, sinar matahari masih mengikutinya, ia tidak mampu menghindarinya, ia melihat gordennya sudah Bergeser, hingga jendela kaca terlihat. Kini dia tahu kenapa matahari yang sebelumnya hanya mengintip kini bebas menerobos masuk kamarnya.

“  Armela!”

Gadis itu masih tak berdaya, tubuhya masih lemas belum pulih seperti sedia kala, namun dia berusaha menjawab panggilan Kakaknya, dengan suara yang tidak dapat menembus pintu.

Pintu itu terbuka akhirnya muncul Armed dengan nampan di tangannya,” Makan siang dulu,” ucap Armed duduk di tepi tempat tidur.

“ Makan, terus minum obat,” kata Armed lagi. Kemudian membantu gadis cantik itu untuk duduk bersandar di tempat tidurnya.

Melihat bubur ayam yang ada di dalam mangkok yang di pegang kakaknya, membuat air liur gadis itu ingin menetes, mulutnya menganga tanpa di suruh, bubur yang ada di dalam sendok sampai di mulutnya, ia langsung mengunyahnya dengan cepat, namun mulutnya berhenti bergerak karena rasa pahit terasa di indra pengecapnya.

Armed menyuapkan sendokkan kedua ke arah mulut Armela, gadis itu menggeleng, ia tidak mau makan bubur itu lagi, karena rasa pahit mengusai lidahnya saat ini.

“ Kamu harus makan, tadi pagi kamu makan Cuma sedikit,” ucap Armed menyodorkan sendok yang berisi bubur.

“ Pahit,” jujur Armela agar Kakaknya tidak memaksanya untuk makan lagi. Tapi harapan bertolak belakang dengan yang terjadi, pria itu masih memaksa agar gadis itu makan,” Buka mulut mu Armela!” paksa Armed.

Armela akhirnya membuka mulutnya agar bubur itu bisa masuk ke mulutnya, ia tidak ingin buat Kakaknya marah, walau Marah Kakaknya tidak mengerikan, tapi ia tetap tidak ingin melihatnya.

“ Kakak enggak kerja?” tanya Armela.

“ Bagaimana Kakak bisa konsentrasi bekerja, kalau kamu masih sakit,” tutur Armed mengangkat sebelah tangannya untuk membelai rambut gadis itu, Armed membelai dengan lembut sembari tersenyum pada Armela.

Armela membalas senyum Kakaknya, matanya memandang pria itu lekat-lekat, netranya mengeluarkan cairan bening lalu mengalir di pipinya, dadanya sesak saat menahan air mata itu agar tidak menetes terus,” Kamu kenapa menangis?” tanya Armed bingung, melihat air mata mengalir dengan deras di pipi Armela nyaris membasahi seluruh wajahnya.

“ Ada yang sakit?”

Armela menggeleng, ia terus terisak isak, gadis itu tidak dapat menahannya, jika mengingat kata-kata wanita yang mengaku sebagai ibunya, ia tidak berani untuk menanyakan kebenaran pada Kakaknya karena dia takut, bila ucapan wanita itu adalah kenyataan, gadis ini mencoba menganggap itu hanya mimpi, namun tidak bisa.

Armed memeluk Armela sebentar,” Kamu kenapa, apa yang membuat kamu menangis, Armela?” Kedua Tangan pria itu membingkai wajah gadis itu sembari menghapus air mata Armela dengan ibu jarinya.

ARMELA ARMED ( Complete )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang