"Kalian habis dari mana?"
Padahal, yang bertanya hanya Bianca, tapi sekarang seluruh atensi kini justru beralih pada dua manusia yang berjalan saling bersisian tersebut. Kesannya, kayak lagi kegep. Soalnya, tiba-tiba suasana rumah jadi sunyi, padahal penghuninya ada sepuluh.
"Hah? Ke kamar mandi."
Ya memang benar kan dia habis dari kamar mandi?
"Berduaan?!" terdengar nada kompor dari pita suara Juna.
Awalnya Alen mengernyit karena nggak mengerti. Tapi, setelah beberapa detik kemudian, barulah dia paham.
"Bener-bener mulut lu ye?! Gua sabet sini mulut lu Junancok!"
Alen sudah berkacak pinggang, mode Betawi garangnya mulai keluar. Jayden saja kaget tiba-tiba Alen menanggapi seperti itu.
"Apaan dah?" Jayden mencoba menengahi sebelum Alen benar-benar menghampiri Juna. "Cuma nganterin doang ke kamar mandi. Alen kan baru pertama kali ke sini."
Ya memang benar, sih. Terus, kenapa pada ngelihatin begitu?
Alen pun masih melaseri Juna dengan tatapan jahannamnya. Jayden yang melihatnya langsung menepuk-nepuk pundak Alen, menyuruh gadis itu untuk segera duduk. "Dah, katanya mau ngerjain layout lagi. Jadi, nggak?"
Alen mendengus. Masih pagi udah ada yang ngajak duel. Emang Junancok jancok.
"Jadi, beli makan apa?" Jayden mencoba mengalihkan isu.
"Ketoprak!"
"Bubur!"
Ya ampun. Udah ditinggal lama aja masih belum bisa nentuin mau makan apa. Emang ribet kalau banyak kepala ini mah.
"Dah, beli nasi uduk aja di depan, sekalian ngabisin dagangan ibunya," Jayden berusul, soalnya kalau dia bilang terserah kagi, ini kayaknya sampai zuhur nggak jadi makan.
"Eh, ya udah, nasi uduk aja."
"Boleh tuh."
"Kenapa kagak dari tadi su."
Jayden menghela napas jengah. "Ya udah, aku yang pesenin. Paket lengkap semuanya, kan?"
"Ada apa aja, Je?"
"Tergantung. Tiap hari ibunya bikin lauk yang beda."
"Ayo, Je, sama aku," Bianca berinisiatif untuk ikut.
"Hm nanti aku fotoin lauknya terus tak kirim di grup. Jangan lama-lama balesnya."
"Oke bos."
***
"Al. Makan dulu."
Alen terperanjat. Dia tahu kalau Jayden dan Bianca sudah kembali dari membeli nasi uduk. Cuma, karena saking asyiknya bikin layout, dia nggak sadar dengan kehadiran Jayden di sampingnya, udah bawa piring sama bungkus nasi uduknya pula. Padahal, yang lain sejak tadi juga sudah memeringatinya untuk makan terlebih dahulu. Hanya saja, Alen cuma mengangguk samar dan menganggap angin lalu.
"Eh iya, duh, bentar, Je. Nanggung."
Jayden melirik ke arah layar laptopnya. Memang benar-benar deh Alen ini. Bahkan posisinya sebagai kordi saja bisa digeser saking rajinnya anak ini.
Jayden pun menahan tangan Alen yang berada dikursor. "Al, kamu tuh ngerjain ini nggak bakalan dapet nilai kampus. Jadi, mending makan dulu."
Alen terdiam sejenak. Benar juga, sih. Tapi, sejujurnya, dia memang nggak suka kalau mengerjakan sesuatu tuh cuma setengah-setengah. Dia sebenarnya bukan orang yang kalau melakukan segala sesuatu tuh harus sempurna, enggak. Yang penting, dia ngerjainnya bisa maksimal. Kalau orang lain senang dengan hasilnya, apalagi dia sendiri yang membuatnya.
"Iya, deh," Alen mengarahkan kursor untuk menyimpan file layout-nya.
"Disuruh nakan kok manyun, kayak bocil aja," ejek Jayden.
Alen hanya mencebik, malas membalas Jayden. Kemudian, dia menaruh laptop milik Jayden ke meja terdekat, lalu kembali ke arah Jayden karena makanannya sudah diambilkan oleh pria itu.
"Lah, kamu nggak makan?"
Alen mulai membuka bungkus nasi uduk. Kayaknya, Jayden nggak mungkin udah makan duluan deh. Wong yang lain aja masih pada makan, masa dia cepet banget abis duluan?
"Tadi cuma ada 9 porsi pas banget, ntar aku mah gampang bikin mie juga bisa."
Alen berdecak. Udah mana dia diambilin, yang ngambilin malah nggak makan. Kalau misalnya Jayden tega, pasti malah Alen yang nggak dapat jatah makan.
"Ya udah ini bagi dua, Je," Alen menyerahkan nasi uduk yang bungkusnya sudah terbuka itu.
"Emangnya kamu kenyang makan setengah porsi doang?"
Alen tahu kalau Jayden ini sedang mengejeknya karena perihal semalam. "Ya mau nggak?"
"Boleh deh."
Alen pun berdecih. "Sok-sok-an nolak, banyak gaya lu bambang."
Jayden terkekeh, lalu beranjak dari sofa ke arah dapur untuk mengambil peralatan yang dibutuhkan. Sekembalinya, Alen sudah duduk di lantai, ikut dengan teman-teman yang lainnya. Akhirnya, Jayden ikut saja duduk di lantai, namun dia malah mendapatkan tatapan keheranan dari gadis di hadapannya.
"Piringmu mana, Je?"
Iya, Jayden cuma bawa sendok. Jangan bilang piringnya kehabisan juga?
"Kamu nggak rabies, kan? Aku juga nggak rabies. Ya udah, sepiring aja," katanya dengan santai sambil menyendok nasi uduk. "Lagian, aku males nyuci piring."
Alen hanya bisa menggeleng-geleng. Dia juga udah kepalang lapar, jadi malas menyahuti.
Dalam hitungan menit, nasi uduk yang dibagi dua itu pun ludes seketika. Ya gimana ya? Masalahnya, dua orang ini sama-sama suka makan, lahapnya naudzubillah.
"Al, masih laper nggak?" bisik Jayden.
"Ya masihlah." Alen nggak bohong, setengah porsi mana cukup, sih?
"Nge-mie yuk?"
Alen mendelik. Mereka ini lagi bisik-bisik, ternyata memang Jayden sedang mengajaknya untuk melakukan misi tersembunyi.
"Gendeng. Nggak enak sama yang lain."
"Jancik kok aku malah ngantuk seh," Juna sudah mulai rebahan sembari menepuk-nepuk perutnya. Memang, bahayanya makan nasi pagi-pagi tuh ya begini.
"Sek yo, Je, ben turun ndisek nasine (bentar ya, Je, biar turun dulu nasinya)."
Maksudnya, biar rapinnya ditunda nanti-nanti dulu, jangan langsung rapin sekarang.
Jayden mah iya aja. Lagian, kalau kondisinya lagi pada begini, pasti nggak bakalan dapat konsentrasi.
"Ayo, mau nggak?" bisiknya lagi.
Ini Jayden kenapa kayak mau ngajak narkoba ya? Sembunyi-sembunyi gitu.
"Je, rapinnya abis zuhur aja gimana?" Aming memberi saran. Masalahnya, dia juga mulai ikut-ikutan ngantuk. Apalagi, sejak tadi Juna menguap, malah ketularan kan ngantuknya.
"Ya boleh. Kalian rebahan dulu juga nggak papa."
Memang ya punya kordi kayak Jayden tuh enak banget. Sampai sekarang, Jayden jarang marah-marah ke staff kalau mereka ada salah. Nggak pernah nyuruh ini-itu yang menyusahkan mereka. Pokoknya sejahtera banget dah kalau sama Jayden mah.
"Ayuk?" ajaknya lagi, yang kemudian diangguki oleh Alen.
Juga, sebagai inisiatif dirinya, Alen membawa tumpukan piring anak-anak yang udah pada goleran di lantai. Walaupun nggak langsung kena nasi uduk, kayaknya tetap harus dicuci deh.
"Taro di kitchen sink aja, Al. Nggak usah dicuci."
"Katanya kamu males nyuci?"
"Biar si Juna dkk aja yang nyuci."
"Ya ilah, cuma nyuci ginian doang. Kamu nyuruh Juna ya nggak bakal bangkit-bangkit dari kubur itu orang."
Jayden tidak lagi membalas saat Alen mulai mencuci piring satu per satu. Dia hanya bertanya pada Alen, mau mie goreng atau yang rebus. Dan keduanya sama-sama dipilihan mie goreng.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings [✔]
General FictionDipertemukan dalam suatu acara yang mengharuskan mereka untuk selalu berdiskusi berdua, Jayden dan Alen mulai menyadari bahwa mereka memiliki banyak sifat yang sama. *** Project iseng dan non-baku. Didedikasikan untuk aku yang kangen riwehnya kepani...