2

893 99 5
                                    

Setelah kepaksa jadi wakordi acara, Alen dan Jayden jadi keseringan mengobrol via chat. Kadang, pria itu lebih senang menghubungi Alen karena alasan capek ngetik. Biar gampang dan bisa langsung dipahami katanya.

Sampai saat ini sih masih santai-santai saja. Staff sudah terpilih. Mereka berdua tahu mana anak-anak konseptor yang cocok masuk ke divisi acara. Secara nggak sadar, keduanya punya kesamaan; yaitu observasional, senang mengamati orang-orang di sekitarnya. Maka dari itu, mereka berdua nggak banyak cek-cok terkait pemilihan anggota.

Nggak usah pakai perekrutan segala. Langsung aja paksa. Lagian, semua anggotanya internal, nggak ada yang diambil di luar LSO. Soalnya, ranah proker NLS ini memang agenda rapat besar hanya untuk anggota CIMSA/MSCIA seluruh Indonesia, alias isinya anak fakultas kedokteran semua yang ikut LSO CIMSA/MSCIA.

"Al. Di mana?"

Alen nggak heran lagi dengan ketidakjelasan seorang Jayden yang menghubunginya. Kadang, Alen malas mengangkatnya, tapi takut penting juga. Awal-awal ngobrol sih penting, eh di tengah-tengah sampai akhir malah random.

"Bandara."

Yap. Padahal, liburan semester belum berakhir, tapi dirinya sudah beranjak pergi meninggalkan ibu kota. Kalau Alen bukan orang yang bertanggung jawab, dia mana mau cepat-cepat balik lagi ke Malang. Ogah.

"Jemput nggak?"

"Ih boleh tuh, gratis tapi ya."

Gara-gara keseringan dirukyah halus sama Jayden, kadang Alen juga ikutan nggak jelas.

Jayden tahu kok kalau Alen memang berencana balik ke Malang hari ini, dia sendiri yang tanya kemarin-kemarin. Itu pun dia sengaja kode berat biar Alen cepat-cepat ke Malang. Katanya iri, jomblo, divisi lain ada wakordinya. Dia doang yang sendiri nggak ada pasangannya.

"Kerak telor dua biji dululah."

"Bapakmu kerak telor." Alen yang orang Jakarta saja nggak pernah mencicipi makanan itu, walau dia punya keturunan Betawi. "Udah, kagak usah. Eh, aku matiin, udah mau masuk. Dah."

"LEN-ALEEEEEN!"

Alen hanya terkekeh, lalu mengaktifkan mode pesawat dan mulai memasang earphone.

***

Butuh waktu satu jam lebih untuk mencapai Bandara Abdurahman Saleh. Awal-awal tahu bandara ini, dirinya merasa aneh. Kok bisa ya masuk ke wilayah yang sempit. Bandaranya juga nggak gede-gede amat. Tapi, lumayan terjangkau kendaraan sih, nggak terlalu jauh dari kampus.

Setelah dirinya turun dari pesawat dan mengaktifkan kembali mode paketnya, Jayden memborbardirnya lewat chat. Alen hanya membacanya dari notifikasi, tidak berniat membalas pria itu. Tapi, nasib adalah nasib. Alen kecolongan dan tidak sengaja menekan tombol hijau karena dia kaget saat tiba-tiba Jayden menghubunginya.

Hhhhh.

"Passwordnya?"

Tuh, kan nggak jelas.

"Kopi luwak digiling nikmat."

Jayden terkekeh, membuat Alen mengernyit, sebab kekehannya itu tidak hanya terdengar dari ponsel, melainkam dari ... anxkwkqowlalnajaiaoaoqqj.

"Anda baru selesai kuliah apa minggat? Kok nggak bawa koper?"

Iya. Jayden beneran ngejemput. Alen masih syok sampai pria itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajah gadis tersebut.

"Al! Malah bengong lagi."

"Ya kamu ngapain di sini?"

Serem banget sih Jayden ini. Dikiranya, Jayden bakalan bercanda mau menjemputnya. Tapi, horor juga kalau beneran. Yah, beneran malah, jadi horor kan.

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang