29 (bonchap)

76 7 2
                                    

"Alen pacarku."

Jayden memecah keheningan untuk menjawab pertanyaan Juna. Padahal pertanyaan dan jawabannya juga sama-sama melenceng alias nggak nyambung. Tapi ya sebenernya sama aja, toh Juna memang penasaran kenapa Alen bisa ada di sini.

"Je?" Alen langsung melempar tatapan protes. "Kok dikasih tau sih?"

"Lah? Kenapa emangnya?" Kali ini Jayden yang kebingungan. "Orang-orang nggak boleh tau?"

Kenapa juga dia harus menutup-nutupi status hubungannya? Toh udah ketangkep basah juga. Mau ngasih alasan apa lagi emangnya selain karena Alen udah jadi pacarnya dia?

"Ancen arek loro iki (bener-bener deh dua orang ini)," Juna berkacak pinggang. "PJ mana PJ? Aku turut berjasa lho ya sama hubungan kalian."

Ucapan Juna sama sekali nggak digubris, sebab Alen dan Jayden masih menatap satu sama lain. Tapi, pada akhirnya, Alen memilih untuk mengalah, menghindari tatapan Jayden yang masih menunggu jawaban dari gadis itu.

Juna yang dapat merasakan situasi tegang antara pasutri---eh maksudnya pamudi, alias pasangan muda-mudi ini---langsung mencoba untuk menengahi.

"Cok, luwe aku. Aku ikut maem yo, sek enek nasi ta (masih ada nasi kah)?"

Lagi, Juna bertanya pun nggak ada yang menjawabnya.

"WEY KAMBING CONGEK!" Karena kesal, Juna pun meninggikan suaranya. Barulah dua orang itu berbarengan menatap ke arah pemuda yang tingginya hampir mengalahkan galah bambu itu. "Aku ki ngomong ket mau (aku nih ngomong dari tadi). Ndak sekelihatan itu kah diriku?"

"Tanya Alen, ini makanannya dia semua."

"Boleh 'kan, Mbok?"

Alen hanya berdeham, jujur dia mulai bete. Tapi, Jayden juga ikutan bete gara-gara omongannya Alen tadi.

"Asiiik!"

Juna langsung berjalan ke arah dapur, mengambil piring sekaligus sisa nasi yang ada di rice cooker. Iya, sisa. Kalau nggak ada Juna mah, itu pasti udah diludesin sama Jayden.

Sekembalinya pria itu ke ruang makan, Juna pun duduk dengan masih merasakan hawa-hawa perdebatan lewat cakra kedua sahabatnya itu. Tapi dia bodo amatan. Yang penting kenyangin perut dulu.

"Eh, Jun," kali ini Alen bersuara. "Lu jangan bilang siapa-siapa ya," titah Alen yang terdengar ambigu di telinga Juna.

"Bilang siapa-siapa ki maksute opo'o?"

Kadang Alen heran kenapa Juna bisa masuk FK, apalagi pendidikan dokter. Soalnya, doi emang kadang suka lemot. Atau jangan-jangan, sebenernya dia cuma pura-pura bego aja?

"Tentang ... gue sama Jeje," cicit Alen pelan, yang sebetulnya dapat didengar dengan jelas oleh kedua pria di dekatnya itu.

"Kenapa?"

Mau tau siapa yang menyahut?

Betul.

Tuan Muda Jeje yang kali ini bener-bener keliatan bete setelah mendengar perintah itu diperuntukkan pada Juna.

Alen bisa ciut juga, soalnya nada yang digunakan oleh pacarnya itu terkesan memojokkan.

"Maksudnya kamu mau kita backstreet gitu?" tanya Jayden lagi dengan nada menuntut.

Keduanya benar-benar nggak fokus lagi sama makanan. Yang sibuk ngunyah cuma si Juna. Apalagi dia kepincut sama sambel yang padahal dari mata nggak keliatan menggugah sama sekali. Eh ternyata kok yo uenak puol.

"Bukan gitu," Alen langsung menyanggah. "Aku cuma kurang seneng aja kalo banyak orang yang tau ..."

"Mukanya Jeje banyak aibnya kah, Mbok?" Juna bertanya dengan nada polosnya. Tapi sebenernya gitu-gitu dia lagi mau cairin suasana. "Ancen muka penuh dosa yo ngunu, uakeh aib-e."

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang