16

395 73 1
                                    

"Udahlah kalian berdua minggat sana," usir Juna.

"Iya, lagian Deka sama Dimas udah balik."

Juna sama Yuni nyuruh Alen dan Jayden buat makan dulu, karena si Deka dan Dimas udah balik ke GM. Sedangkan Sindy dan Bianca katanya lagi ke toilet sebentar, nanti nggak lama pasti juga ke sini. Jadi, tanpa Alen dan Jayden pun, acara juga masih bisa jalan. Asal, Jayden on HT aja, dan hape juga aktif. Kalau ada apa-apa, pasti dikabarin.

Untuk Juna dan Yuni jelas belum bisa meninggalkan tempat. IFMSA session masih berjalan. Padahal, ini udah mau magrib. Lama ya? Emang.

"Ya udah, kita makan dulu. Kabarin lewat HT kalau ada apa-apa."

"Iya sayangku."

"Nggilani kon."

Juna pun terkekeh. Kemudian, Alen dan Jayden keluar dari GM. Nggak keluar juga sih. Sebenarnya, GM ini ada dua lantai. Nah, acaranya dilakukan di lantai dua, sedangkan lantai satu dibooking untuk panitia, kayak buat istirahat, makan, sholat.

Sampai di lantai satu, mereka menemukan konsumsi untuk divisi acara hanya tinggal dua; yang jelas itu untuk Jayden dan Alen. Juna dan Yuni udah makan duluan sebelum empat temannya tadi.

Mereka ngambil tempat duduk bersisian. Nggak banyak panitia di sini. Kayaknya udah ada yang berangkat ke hotel, siap-siap di sana, walaupun sebenarnya penggunaan tempat di hotel itu dimulai dari besok, bukan malam ini; kecuali tempat penginapannya.

Bingung nggak?

Intinya hotel kan punya gedung lagi yang memang khusus buat acara besar, terpisah dari hotel itu sendiri. Tapi panitia juga booking hotel buat penginapan delegasi plus dua kamar untuk panitia.

Tanpa diminta, Jayden membukakan tutup botol minum punya Alen. Ini orang kayaknya rada ngejek gara-gara kasus bungkus permen tadi. Tapi, Alen diem aja soalnya Jayden juga nggak ngomong apa-apa. Mereka kebanyakan diem, soalnya nggak mau ngehabisin banyak waktu sekaligus emang lagi laper.

Rasa-rasanya kayak lagi lomba tujuh belasan tapi pake nasi kotak. Jayden jelas kelar duluan karena dia laki-laki. Nggak tau ya, kenapa laki-laki itu makannya cepet banget?

Walau udah selesai makan duluan, Jayden tetap nungguin Alen. Tapi nggak lama cewek itu juga selesai, kok. Setelahnya, Alen minum imboost biar badannya sampai besok bisa tetap fit. Dia pun nawarin ke Jayden, dan cowok itu mau.

"Je, solat dulu, Je. Biar nanti nggak repot bolak-balik lagi."

Jayden menyetujuinya. Jadi, sebelum mereka balik ke lantai dua, karena kebetulan udah adzan magrib, mereka solat terlebih dahulu. Sebentar lagi pasti waktu isoma buat para delegasi.

Mereka solat sendiri-sendiri. Katanya, nggak boleh nggak sih kalau diimamin sama yang bukan mahramnya? Apalagi mereka cuma berdua. Selain itu, mereka juga mau mempersingkat waktu--ya Allah bukannya mau menyampingkan keutamaan solat berjamaah ya Allah. CMIIW ya.

Selesai solat, barulah mereka balik ke lantai dua, dan ternyata tepat banget waktunya delegasi untuk isoma. Tenang banget dah kalau abis solat itu, apalagi mereka masih bisa santai selama tiga puluh menit ke depan.

***

Divisi acara yang masih ada di FK yang jelas ada Jayden, Alen, Dimas, dan Gia. Plennary session baru aja berakhir, dan mau tau sekarang jam berapa?

Jam setengah dua belas, Bunda.

Sisa-sisa panitia yang ada di sini lagi ngerapihin isi gedung, karena anak perkap booking tempat ini sampai besok aja. Ya mumpung masih di sini, rapi-rapinya dicicil mulai sekarang, walaupun udah tengah malem. Lagian, nggak terlalu banyak, kok.

Kelar beres-beres, akhirnya mereka caw ke hotel. Gia sama Dimas, dan bisa tebaklah ya Alen sama siapa. Mereka berempat sebenernya berangkat bareng, tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba pisah sendiri.

"Je, ngantuk?"

Kepala Alen agak maju sedikit ke arah Jayden. Kayaknya sih si Jayden ini rada ngantuk, soalnya kecepatan laju mereka rada lambat. Makanya, si Dimas sama Gia udah nggak tau di mana.

"Hm lumayan."

"Mau gantian nyetirnya?"

"Emang bisa?"

"Motor mah bisa."

"Ah nggak usah. Ntar kenapa-napa lagi."

"Nggak usah gengsi. Kenapa? Malu dibonceng sama cewek?"

Ya kali aja harga dirinya si Jayden tuh tinggi. Padahal, sekarang udah tengah malem dan nggak banyak kendaraan lalu lalang. Siapa juga yang mau ngeliat mereka? Ngeliat cowok dibonceng sama cewek?

"Sekotengan dulu dah ya, biar melek ini."

"Hm ya udah."

Akhirnya, mereka melipir untuk beli sekoteng. Ya gimana ya? Kayaknya Jayden emang agak malu sih kalau dibonceng sama cewek. Apalagi badannya si Alen lumayan mungil. Masa dia kuat bawa motor sekalian sama orang yang dibonceng? Jayden takut dikira mengeksploitasi anak kecil.

Seharusnya mereka tuh buru-buru ke tempat hotel, karena Yuki bilang mau langsung evaluasi hari ini sekaligus briefing untuk besok. Jadi, biar besok tuh acaranya langsung jalan, nggak ada lagi kumpul-kumpul buat briefing.

Tapi, gimana ya? Ini mata tinggal beberapa watt bakalan mati. Lagian, penanggung jawab dari acara udah di sana semua, walaupun kordi dan wakordi juga dibutuhkan. Palingan, mereka ditaruh di paling akhir untuk evaluasi.

"Mas, sekuteng dua. Makan sini."

Eh, sekuteng tuh dimakan apa diminum ya? Nggak tau ah bodo amat.

"Al, cubit dong, Al."

Ini si Jayden beneran ngantuk. Akhirnya, Alen mulai cubit-cubit lengan Jayden biar pria itu sadar diri. Pantesan tadi laju motornya melambat.

"Kurang keras, Al. Mana ada rasanya."

"Kulitmu yang badak," gerutu Alen.

"Gigit coba."

"Ya kali, Je. Kujambak aja mau, nggak?"

"Iya deh, boleh."

"Jangan marah tapi ya."

Jayden hanya mengangguk-angguk. "Teriak doang paling."

Alen nggak mau beri hitungan, biar Jayden kaget sekalian, kan emang itu tujuannya.

"AAAAAAKH! Wow. Sakit juga. Mataku langsung seger."

"Maaf, ya," Alen terkekeh sembari mengelus-elus pelan kepala Jayden yang baru saja dia aniaya.

"Aku baru sadar ternyata cara berantemnya perempuan serem juga. Sakit banget ternyata dijambak. Kamu pernah berantem, nggak?"

Alen menggeleng. Garang gini, dia nggak pernah baku hantam ke sesama perempuan.

"Tapi aku pernah ditonjok."

"Hah? Kok bisa? Sama cowok?"

Alen mengangguk.

"Hah?! Beneran?!" Jayden lebih kaget lagi. Parah asli, masa cowok bogem cewek, sih?

Alen malah terkekeh. "Itu nggak sengaja. Aku lupa dia lagi ngapain, tiba-tiba mukaku ketonjok. Sampe mimisan pun aku nggak sadar."

"Kamu pingsan?"

"Bukan, maksudnya aku nggak sadar kalau aku mimisan."

Jayden berdecak kagum. "Nggak nangis kamu?"

Alen kembali menggeleng. "Cuma kerasa sakit doang, kayak sakit biasa, eh malah mimisan. Yang heboh malah yang ngeliat, bukan aku."

"Tapi kalau hati yang sakit, kamu nangis nggak?"

Alen terdiam sejenak. "Dih, apaan sih. Nggak jelas."

Jayden malah terkekeh.

***

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang