Selesai mengobservasi tempat, mereka berangkat ke rumah Jayden. Lagi, Alen harus berboncengan dengan Aming karena Bianca terus-terusan menempeli Jayden. Karena Jayden nggak enakan orangnya, makanya dia iya-iya aja. Alen juga kelihatan biasa aja. Mukanya juga masih jutek, ya emang dari dulu begitu kan.
Sebelum berangkat, Jayden menghampiri Aming dan Alen yang sudah bersiap di motor. "Tadi kulihat nggak ada polisi, sih. Mending kalian lewat jalan besar aja, daripada kelamaan."
"Jangan deh," Alen menyela, "kali aja tadi pagi polisinya masih tidur. Ntar kalau kena tilang, kita juga yang berabe."
"Kamu si mbok nggak bawa helm," tuding Aming.
"Ya lupa cuk."
Padahal nggak lupa, tapi memang Jayden lah yang menyuruhnya untuk nggak membawa helm. Kenapa juga dia nggak menjelaskan ke Aming sesuai kenyataannya?
Ah, Alen mah memang nggak mau ribet anaknya. Ngapain juga ngejelasin panjang lebar cuma buat menghindari tudingan begitu? Nggak guna.
"Ya udah, kalian hati-hati."
Jayden tidak lagi menginterupsi. Dia kembali ke motornya di mana sudah ada Bianca menunggu di sana--menggunakan helm yang dia bawa dari rumah.
"Kenapa lagi si Aming, Je?" tanya Bianca saat Jayden menaiki motornya.
Jayden menggeleng pelan. "Nggak, kok. Cuma mastiin si Aming masih hapal jalan rumahku. Ayo naik. Besok-besok jangan pakai rok, ya. Agak ribet kan kalau naik motor?"
Iya, karena Bianca pakai rok selutut, mau nggak mau dia duduk menyamping. Agak sedikit menyulitkan, sih, karena motornya jadi kurang seimbang.
"Ya aku kira kamu mau bawa mobil, Je."
"Hm."
***
Lagi, Aming dan Alen belum sampai di saat yang lain sudah ribut ingin makan apa.
"Nasi padang ajalah."
"Ketoprak lebih cocok."
"Sarapan mah enaknya bubur."
"Bubur nggak ngenyangin cuk."
"Pecel pincuk ajaaaa!"
Yang punya rumah pusing sendiri. Iya, kebetulan dia tinggal sendirian. Rumahnya memang sering dijadikan basecamp belajar atau pengadaan rapat kecil. Kadang, teman-temannya juga menginap. Asalkan nggak diberantakin aja.
"Je, kamu mau makan apa, Je?" tanya Bianca, sebab sejak tadi pria itu diam saja.
"Apa ajalah aku mah."
"Tuh, berarti bubur! Fix!"
"Ndasmu fix," cela Deka. "Ini udah mau siang bro, makan yang lebih ngenyangin kenapa seh."
Jayden menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian, dia memilih untuk menyingkir ke arah dapur, mengambil ponselnya dari saku dan mengetik sesuatu.
Dmn km maemunah
?
Lama amat?
Ngisi bensin dulu?
Anak2 pd mo beli makanJelas, tidak langsung dibaca oleh si penerima chat, makanya dia lebih senang langsung menelepon karena bakalan diangkat oleh Alen.
Saat dirinya mau menghubungi Alen, terdengarlah suara salam Aming yang menggema dari arah depan; pertanda bila dua manusia itu sudah datang. Jayden segera memasukkan ponselnya dan kembali ke ruang televisi, di mana teman-temannya sedang berkumpul.
"Len! Kamu mau makan apa?"
Baru datang, dia ditodong begitu sama Deka, macam kayak mau dibegal. Jelaslah Alen bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings [✔]
General FictionDipertemukan dalam suatu acara yang mengharuskan mereka untuk selalu berdiskusi berdua, Jayden dan Alen mulai menyadari bahwa mereka memiliki banyak sifat yang sama. *** Project iseng dan non-baku. Didedikasikan untuk aku yang kangen riwehnya kepani...