Kenapa aku sisipin nama bonchap? Soalnya, ceritanya udah kelar, kan konsepnya cuma di kepanitiaan. Bonchap nggak punya kerangka cerita, isinya cuma keuwuan Jeje sama Alen aja.
***
"Al, jangan pulang."
Sumpah ye. Ini mereka baru pacaran beberapa hari, lho. Tapi si Jayden udah kayak bucin banget. Jauh dari auranya yang penuh wibawa di mata orang-orang. Kayaknya, kalau ada Juna, dia langsung ngelepehin Jayden gara-gara ngeliat kelakuan ulet keket satu ini.
Masalahnya, Jayden ini kayak orang yang mengangumi dari jauh sejak lama, dan akhirnya kesampaian juga perasaannya itu. Makanya sekarang kelihatan bucin banget.
"Udah sore, Je."
Iya, Alen kan diajak main dari pagi sampai sekarang. Lagian, mereka nggak ngapa-ngapain juga. Cuma duduk nyantai nonton seri Money Heist salmpai bikin mata burek.
Burek tuh bahasa apa ya? Pokoknya gitu dah.
"Ya kamu juga nggak ngapa-ngapain kan di kosan? Mending di sini temenin aku."
Ya ... iya sih. Apalagi, di kosan sepi banget, penghuninya cuma ada kakak tingkat yang lagi nyelesain skripsinya. Kan sekarang masih liburan semester. Masuk kuliah tinggal sekitar dua minggu kurang, dan sebenarnya dia punya rencana untuk balik lagi ke Jakarta. Ya daripada di sini ye kan, mau makan kudu mikir, pesan, dan beli dulu. Kalau di rumah kan tinggal nangkring di meja makan.
"Kamu nggak ada rencana balik ke Padang?"
Iya, Jayden ini punya turunan darah Minang dari ayahnya, kalau ibunya Jawa Timur, makanya dia punya rumah di sini. Kalau sekarang ini orang tuanya ada di Padang.
Kakek neneknya dari ibu tinggal di Malang, tapi Malang kabupaten. Karena biar dekat dari kampus, jadinya Jayden lebih milih tinggal di sini. Kalau tinggal sama kakek neneknya kejauhan, terus suka nggak bebas gitu. Apalagi, dia disibukin sama kegiatan LSO yang bikin dia keseringan pulang malam-malam.
"Males, soalnya ada kamu di sini."
"Ye apaan sih jenong."
"Kalau kamu mau ikut ke sana, baru deh aku mau pulang."
Sebenarnya, salah satu alasan dia kuliah di luar kota itu biar punya jaringan pertemanan yang lebih luas dan ... bisa merasa lebih bebas hehehehe. Dia aja nggak pernah ngasih tahu ke mamahnya kalau latihan musik buat gebyar festival tari tuh bisa sampai tengah malam, bahkan dia pernah pulang di jam dua sampai tiga dini hari. Kalau mamahnya tahu mah dia bisa dilarang buat nggak ikut-ikut begituan.
Selain itu, dia kan punya cita-cita keliling Indonesia ya. Dengan luasnya jaringan pertemanan, mungkin kalau dia lagi jalan-jalan, bisa aja kan dia dikasih nginep gratis di rumah temennya itu. Misal dia lagi jalan-jalan ke Medan, terus nanti bilang aja sama temennya yang orang Medan kalau dia mau mampir, eh terus dikasih nginep. Hehehe. Dangkal banget pemikirannya.
Ya kayak yang Jayden bilang tadi. Artinya kan suatu saat kalau dia mau ke Padang, dia bisa kontak Jayden.
"Mau sih, Je. Tapi nggak sekarang lah."
Jayden hanya ngangguk-ngangguk. Tapi ya sebenernya dia emang males pulang. Nggak ngapa-ngapain juga di sana, apalagi di sini. Sama aja, kan?
Tapi, kan di sini ada Alen, jadi mending ya di sini aja. Yang penting, gimana caranya ngebujuk Alen biar nggak balik ke Jakarta ehhehehehehehe. Ketawa setan.
"Ke Batu, yuk? Aku mau nyusu."
Susu sapi, susu sapi. Di sama emang beneran ada toko yang khusus jualan susu sapi, dari susu sapi murni sampai yang udah diolah jadi berbagai rasa. Jayden sih paling suka yang rasa stroberi, soalnya yang rasa pisang belum ada.
"Balik ke kosku dulu berarti. Aku kan pake baju pendek."
Celana yang dia pakai sih celana jeans dan panjang. Cuma ya bajunya itu sampai setengah lengan doang. Ke Batu pakai ginian doang bisa-bisa dia masuk angin. Apalagi udah mau masuk musim maba.
"Pake hoodie-ku aja. Banyak tuh di lemari, tinggal pilih."
Alen berdecak. "Kelelep, Je."
Dia sadar diri dengan ukuran tubuhnya, kok.
"Ya nggak papa, biar kayak bocil."
"Hzzzzzzz."
"Ayo nah," Jayden mulai beranjak, dia mau ganti celana pendeknya ke celana kargo yang panjang.
"Nggak balik ke kosku dulu?" Alen otomatis ngedongak karena posisinya lagi duduk. Ye gile, Jayden kan tinggi banget kayak tiang listrik.
"Pake punyaku aja, biar nggak ribet bolak-balik."
"Hmmm."
Jayden nggak tahu aja sebenernya Alen mau balik ke kos dulu tuh karena mau sekalian rapi-rapi dulu. Biar nggak kucel begini. Dia kan tahunya hari ini main di rumah Jayden doang, nggak jalan ke mana-mana. Tapi, untungnya, di tas kecilnya keselip liptint, jadi bibirnya nggak pucet-pucet amat.
Akhirnya, Alen ngebuntutin Jayden yang berjalan ke arah kamarnya. Dia langsung buka lemari, nunjukin koleksi jaket dan hoodienya yang kebanyakan berwarna gelap.
"Jadi, mau pilih yang mana, Kak?"
Alen tampak sedang memilih. "Ada yang lebih mahalan, nggak?"
"Wah, ini koleksi kami yang paling mahal nih, Kak."
"Saya mau yang ini, deh."
Alen mengambil salah satu hoodie Jayden yang berwarna hijau tua. Setelahnya, dia memilih untuk keluar dari kamar karena dia tahu Jayden mau ganti baju. Sembari nunggu cowok itu, Alen buru-buru pakai liptint. Kan malu kalau dilihatin.
Hmm sayang banget nggak ada bedak. Untung mukanya nggak minyakan.
Jayden kembali ke ruang tengah dengan celana kargonya dan jaket parasut waterproof. Dia ngelihat ke arah Alen sebentar yang lagi scroll-scroll instagram. Si Alen udah pakai hoodienya betewe.
"Hmm ..." Jayden berdeham, ngebuat Alen mendongak dan akhirnya berdiri, mau siap-siap berangkat. Tapi Jayden masih diem aja ngeliatin Alen.
"Ngapa sih, Je? Gua kayak bocil ya?"
"Ck. Ada yang minta dicipok."
Alen memicing sebentar, lalu dia baru sadar kalau tatapan Jayden tuh bukan ke arah matanya, tapi ke bibirnya. Kayaknya cowok itu sadar kalau Alen baru ngoles liptint.
"Gua colok mata lu ya, Je!"
"Ya lagian merah banget begitu," Jayden mencebik. "Nih, bawa kaos kaki aku. Ntar malem pasti dingin."
Alen memasukkan kaos kaki milik Jayden ke dalam tasnya. Untung muat.
Setelahnya, mereka keluar dari rumah. Nggak lupa dikunci dulu pintunya, TRAUMA EH NINGGALIN RUMAH EMPAT HARI, walaupun kayaknya kalau tanpa kejadian itu, mereka nggak bakalan jadian deh.
Untungnya Alen pakai sendal gunung yang versi cewek, yang talinya tipis. Enak aja gitu pake sendal model begituan. Kalau ke mall dia juga sering pake itu dibanding sepatu, soalnya nggak bikin gerah.
Serasi banget dah mereka berdua, soalnya Jayden juga keseringan pakai sendal gunung. Lebih praktis soalnya.
"Liat helm ini saya jadi keinget sesuatu," ucap Alen dengan nada menyindir, Jayden pun turut menoleh, lebih kayak kelihatan bingung.
"Mau tukeran sama helmku?"
Ogah! Males banget Alen pake helm full face begitu. Lagian, ini Jayden beneran nggak peka apa pura-pura lupa ingatan?!
Zzzzzzz.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings [✔]
General FictionDipertemukan dalam suatu acara yang mengharuskan mereka untuk selalu berdiskusi berdua, Jayden dan Alen mulai menyadari bahwa mereka memiliki banyak sifat yang sama. *** Project iseng dan non-baku. Didedikasikan untuk aku yang kangen riwehnya kepani...