"Gais, laper."
Biar kata cuma mantengin laptop dan ngetik kronologi sampai hal terperinci, mereka bisa menghabiskan waktu hingga sore hari. Soalnya setiap penanggung jawab pegang empat sampai lima sesi acara. Itu pun belum dicek sama Jayden mau pun Alen. Berarti kan kerjaan mereka belum kelar. Padahal, rapat kronologi tinggal menghitung hari. Bukannya ngeburu-buruin, tapi kalau bisa ya emang selesai secepatnya.
Otomatis, karena belum ada yang ada yang konsultasi hasil kronologi, Jayden dan Alen juga belum bisa konsultasi ke atasan, alias ke Yuki dan jajarannya. Sebetulnya, ke Yuki aja juga cukup, sih. Dia mah orangnya simple. Lagian, dia juga percaya sama Jayden dan Alen.
"Gofut yuk," Juna mengusulkan, yang lain iya-iya aja karena memang udah lapar lagi. Begini-begini doang juga nguras tenaga.
Jayden nggak jadi gabut kok, gais. Dia kebanyakan pegang hape buat ngechat teman-temannya di divisi lain. Misalnya, ngechat anak perlengkapan buat memastikan kebutuhan anak acara sudah lengkap apa belum, dan ke divisi-divisi lainnya.
Tapi sekarang dia jauh lebih santai dibanding yang lain.
"Aku yang gofutin," Jayden mengambil alih. Dia nggak mau kejadian tadi pagi keulang lagi, malah memperlambat kerja semuanya. "Bakso aja, ya."
"Boleh tuh, seger sore-sore."
"Nah, mantap."
Tuh, kan. Giliran Jayden yang pesenin, semuanya langsung iya. Emang dah seharusnya dari awal aja dia yang menentukan pilihan, daripada bilang terserah nanti malah nggak jadi makan gara-gara kelamaan nentuin mau makan apa.
Daripada makin ribet, Jayden memesan paket komplit aja, toh nggak ada yang protes. Males juga nanya satu-satu. Yang penting kuah sama sambalnya dipisah. Selera pedas orang kan beda-beda.
"Minta tolong diselesain sore ini, ya, biar aku sama Alen bisa langsung konsul ke Bang Yuki."
"Oke bosku."
Selesai memesan dan tinggal menunggu abangnya datang, Jayden fokus ke Alen. Sama kayak dia, si Alen juga udah nggak sibuk-sibuk amat. Revisiannya udah kelar daritadi.
Kelihatannya santai ya?
Nggaklah. Mereka bakalan lebih sibuk pas hari-h. Walaupun setiap sesi ada penanggung jawabnya masing-masing, mereka berdua bakalan tetap jadi PJ utama. Sekarang aja masih bisa santai. Kalau acara udah dimulai, mereka bahkan bisa nggak tidur.
"Al."
"Uy."
"Setelah ini nggak ngapa-ngapain, kan?"
Alen mengernyit, mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke arah Jayden. "Ngapa emangnya?"
"Katanya Bang Yuki mau ke sini, sekalian kita konsulin kronologi. Palingan abis magrib."
"Oke. Aku gabut, kok."
"Sip."
Mereka nggak lagi ngobrol. Kebetulan, baru aja punya Aming sama Bianca selesai. Karena Aming dan Bianca itu adalah tanggung jawabnya, hasil kerjaan mereka juga harus Alen yang periksa.
Aming duduk di sisi Alen, masih berjarak sih. Dia nungguin Alen sembari main hape. Gitu-gitu dia rajin juga, apalagi dipasangin sama Bianca. Kayaknya, strategi Alen sama Jayden buat ngepasangin penanggung jawab yang berlawanan jenis berhasil juga. Soalnya, mereka takut, kalau cowok sama cowok kerjaannya bakalan lebih lama.
"Je, masih ada es batu nggak?"
Alen mendengar, dia tahu kok itu suara Bianca, tapi dia masih fokus buat baca kronologi yang ada di laptop.
"Habis, Bi. Tadi dipake semuanya."
Jelaslah, buat orang sepuluh, minuman yang dibuat oleh Jayden langsung ludes. Itu pun dia beli es dari kapan hari, bukan beli baru. Mana mau dia buat sendiri, padahal punya kulkas. Males.
"Beli lagi yuk, Je, ntar aku yang bikin minumannya deh."
"Ya udah, ayo."
Jayden dan Bianca berencana keluar buat beli es batu, dia juga sempat pamit ke Alen, takutnya dicariin.
"Al, keluar dulu ya beli es batu."
"Hah? Ya."
Alen hanya mengangguk, matanya masih fokus ke layar laptop. Dia kalau lagi kerja susah banget diganggu, kecuali kalau ada makanan; yang merupakan salah satu gangguan terbesarnya.
Yah, Je, apalah kamu dibanding gorengan; tak bernilai. Mending gorengan ada harganya walaupun cuma gope.
"Bisa-bisanya ada orang kayak kamu, Mbok," tiba-tiba aja Aming menyahut, padahal sejak tadi Alen diam doang.
"Aku kenapa emangnya?"
Aming berdecak. "Mbok, Mbok. Jangan ngalah mulu lah, Mbok."
"Ngomong opo seh kowe iki."
Aming malah tertawa, lucu banget dengar medoknya Alen ngomong bahasa Jawa. Kayak nggak cocok gitu dimedok-medokin.
"Kagak pantes lu ngomong Jawa."
"Nggak usah pake lu-lu-an, mulut lu keplintir nanti."
Nggak nyadar aja si Aming kalau ngomong pake elo-gue malah kelihatan medok banget.
"Mbok, ajarin gua bahasa Betawi."
Alen berdesis kencang. "Kagak pantes! Udah lu kalo jawa ya jawa aja!"
Seru banget ngerjain Alen. Dia tuh emang serba salah. Kalau ngomong pake bahasa Jawa diketawain, kalau ngomong pake bahasa Betawi malah ditiru-tiruin.
"Ming. Nanya, baru ngeh. Ini pas small working group cuma buat delegasi doang? Panitia nggak ada yang ikut? Pasti banyak panitia yang gabut, mending suruh mereka ikut juga, Ming, daripada nggak ngapa-ngapain," usul Alen. "Sekalian jalin relasi ke anak FK univ lain."
"Bener juga, Mbok, ya uwes, minta tolong ketik di situ Mbok, biar aku nggak lupa. Paling Bianca juga iya-iya aja."
Hm. Bener-bener dah. Dia yang ngusulin, dia yang disuruh ngetik. Aminggilani uasu tenan.
"Eh? Baksonya mana ya? Belom nyampe-nyampe."
"Lah? Di Jeje ke mana dah? Turu tah?"
"Doi tuku es batu," sahut Aming, karena cuma dia sama Alen yang tahu ke mana Jayden pergi, "sama Mbebeb Bianca."
"Mbahmu Mbebeb!"
"Bacot ae sing gurung mari (bacot aja yang beluman kelar)," Juna kalah telak saat Aming tertawa lebar. Jelaslah, Aming sudah bisa santai-santai sekarang. Tinggal nunggu bakso, terus dimakan, lalu pulang deh.
"Mbooook ghue dah kelar mbooook!"
Kesel banget Alen kalau ada yang niruin cara ngomongnya, tapi lebih dimedokin. Ngejek banget si Deka.
"Punyamu kan tanggung jawabnya si Jeje. Kirimin aja ke grup chat. Ntar aku baca juga."
"Oke Mboook!"
Ini sejak kapan sih mereka suka banget panggil Alen dengan sebutan Mbok? Pengin ngomel tapi kayaknya percuma. Apalagi, Dimas yang terlihat lebih pendiam dari yang lain aja juga ikut-ikutan panggil dia Mbok. Emang Aming, Juna, sama Deka nih punya pengaruh jelek ke orang lain. Minta banget disabet mulutnya pakai golok.
Nggak lama, akhirnya si Jayden dan Bianca balik ke rumah bawa es batu. Mereka berdua langsung bergegas ke arah dapur.
"Udah sip, Ming. Tinggal kamu recheck ke masing-masing divisi ya, terutama anak perkap (perlengkapan) biar pas kronologi nggak ada yang kelupaan. Bilang juga ke Bianca tentang yang tadi."
"Oyi oyi bos. Suwun yo."
"Hm."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings [✔]
General FictionDipertemukan dalam suatu acara yang mengharuskan mereka untuk selalu berdiskusi berdua, Jayden dan Alen mulai menyadari bahwa mereka memiliki banyak sifat yang sama. *** Project iseng dan non-baku. Didedikasikan untuk aku yang kangen riwehnya kepani...