20

495 82 3
                                    

Akhirnya, evaluasi terakhir mau dimulai. Ini berarti acara udah mau bener-bener selesai--enggak deng. Masih ada acara ngebabu buat bantuin divisi perlengkapan ngeberes-beresin venue, baru boleh pulang dan bebas.

Awalnya, Alen masih ngerasa aman-aman aja, karena daritadi dia belum lihat Jayden berkeliaran. Ya gila kali, tadi dia ninggalin suasana di kamar dengan awkward-nya. Semoga, Jayden nganggap hal itu berlalu begitu aja.

Tapi sayangnya, jantung Alen malah makin dag-dig-dug jeger pas Jayden menghampiri dia--menghampiri divisinya, deng. Geer amat lu, Len.

Kalau lagi briefing sama evaluasi, biasanya duduk lesehan melingkar gitu kan. Nah, sialannya, Jayden ini malah ngambil tempat buat duduk di sampingnya persis, dah gitu tadi sebelum duduk bersila, bahu mereka agak nyenggol--kayak disengaja sih. Alen sih diem aja, dan bingung juga karena nggak bisa geser ke samping buat memperluas daerah duduknya.

"Badanmu gede, Je, munduran dikit napa, jangan nyempil-nyempil gini," bisik Alen. Padahal, hatinya ketar-ketir sendiri, dia berusaha rileks dan pura-pura bego sama kelakuannya tadi di kamar hotel.

"Ah, muat kok," sahut Jayden dengan cueknya.

Tapi pada akhirnya, Jayden agak mundur sedikit. Tadinya, Alen mau bernapas lega. Tapi kelakuan Jayden malah makin sialan aja. Mundurnya itu malah bikin sisi badan mereka makin nempel, kesannya kayak Alen lagi senderan ke Jayden. Alen mau sedikit nundukin badannya biar mereka nggak saling nempel, tapi nanti malah dikira nggak merhatiin evaluasi yang lagi berjalan. Jeje ini kenapa, sih?! Bikin anak orang frustasi aja.

Jujur aja, dia nggak fokus selama evaluasi berlangsung. Untungnya pas bagian divisi acara, cuma Jayden aja yang ngomong. Sialannya, kenapa dia kedengeran tenang begitu sih?! Kayak nggak punya beban sama sekali.

Apalagi, nggak cuma sekali Yuki memerhatikan Alen dan Jayden, bolak-balik begitu. Dan itu nggak cuma Yuki doang, yang lainnya pun begitu karena sekarang si Jayden masih ngebeberin evaluasi dari divisi acara, otomatis mata mengarah ke Jayden dan di dekatnya, lah. Termasuk Alen.

Dia pengen cuek, nggak peduli. Tapi gimana, ya? Sebel banget. Seandainya dia nggak baperan, dia pasti bisa cuek dan nggak peduli keadaan sekitar. Dan satu-satunya cara biar nggak diperhatiin lagi, Alen agak bungkukin tubuhnya. Mending dibilang dia nggak memerhatikan evaluasi dibanding ditatap aneh sama yang lain gara-gara mereka nempel kayak cicak.

"Kaku amat, Al."

"Hm?"

Jayden udah selesai ngomong. Sekarang, giliran divisi lain yang membeberkan evaluasi mereka ke forum diskusi.

"Senderan aja kali. Nggak sakit tuh bungkuk mulu daritadi?"

Faaaaaak. Ini si Jayden lagi serius atau cuma ngerjain dia doang sih? Tapi, dari nadanya kok malah kayak ngejek.

"Anda nggak usah ngambil kesempatan, ya," niat Alen sih cuma bercanda doang.

"Kesempatan apa?"

Ishhhh. Sebel banget denger balesannya. "Apa kek."

"Apa kek," beo Jayden.

Alen pun berdecak. "Nggak usah ikut-ikut."

"Ck. Nggak usah ikut-ikut."

"Sssssshhhht."

"Sssssssssht."

Alen udah nggak mau gubris Jayden lagi. Capek. Mending dia diem aja.

Nggak lama, akhirnya evaluasi selesai. Setelah berdoa, mereka melakukan jargon lagi. Karena jargonnya sambil berdiri dan ngumpul di tengah, Alen udah berusaha untuk menciptakan jarak secara sembunyi-sembunyi. Eh, tetep aja Jayden berdiri di sampingnya. Apalagi, lengan mereka saling nempel pula.

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang