5

502 89 4
                                    

"Al."

Lagi-lagi, Jayden menelepon. Karena suka to the point, dia memang lebih senang berbicara langsung dengan cara menelepon. Dia kayaknya juga tahu kalau cuma via chat, Alen nggak bakalan langsung membalasnya.

"Udah berangkat?"

"Baru mau. Kenapa?"

"Bareng ajalah. Lurus sejalan ini."

"Tapi--"

"Dah!"

Jayden duluan yang menelepon, dia juga yang lebih dulu mematikan sambungannya. Pengin dia maki-maki rasanya, tapi kan dia dijemput, jadi Alen tahu diri buat nggak mencak-mencak.

Sebelum turun ke bawah, Alen mengambil helm yang ada di rak sepatu; helm bersama di kos kalau ada yang butuh. Dia nggak tahu si Jayden bakalan cepat sampai atau nggak. Jadi, dia turun aja dulu sambil nunggu di depan, biar kalau Jayden sampai, pria itu nggak perlu menunggunya.

Sembari menunggu Jayden, Alen memainkan ponsel. Nggak butuh waktu lama, seseorang menyapanya.

"Ini benar dengan Kak Alen?"

Si pemilik nama menoleh, lalu mendengus kecil dan menghampiri pria tersebut.

"Iya, Pak. Langsung ke fk aja ya."

Jayden terkekeh. "Pake helmku aja, wes tak bawain ini," Jayden menyerahkan helm miliknya. Alen masih menimbang-nimbang, tapi pada akhirnya dia menaruh helm ke kos kembali dan memutuskan untuk menggunakan helm milik Jayden, soalnya yang punya kos udah buluk dan rada bau. Mending punya Jayden sekalian.

Setelah memakai helm tersebut, Alen pun duduk di belakang Jayden, kemudian menepuk-nepuk punggung pria tersebut. "Ayo, Pak, jalan."

"Siap Kakak."

"Najisun."

Nggak tau ah, Jayden emang aneh. Mau heran, tapi dia emang begitu.

"Rumahmu emangnya deket sini, Je?" Alen memulai pembicaraan.

Sebenarnya, jarak antara kosnya dengan kampus hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit. Daripada saling diam-diaman, mending ngajak basa-basi.

Padahal, gadis itu paling nggak suka basa-basi. Cuma, ya, sekali lagi, dia kan lagi menumpang kendaraan ya. Nggak enak kalau diem-dieman doang.

"Hooh. Makanya kamu aku ajak bareng biar sekalian."

Kalau diwaktukan dari Jayden menelepon sampai dia datang ke kos sih memang nggak menghabiskan waktu yang lama, hal ini membuktikan bila rumah Jayden memang lumayan dekat dari kosnya.

"Wah, bisa nebeng terus nih," candanya. Ya kalau beneran juga nggak papa. Ngirit ongkos bos, namanya juga anak rantau.

"Haha, oke aja aku mah."

"Nggaklah, Je, canda doang."

"Beneran aku mah. Nggak usah nggak enak. Kayak ama siapa aja."

Ya emangnya siapa, hah?

"Kamu jangan kayak gitu, nggak bagus tau terlalu baik ke orang lain. Jatuhnya malah dimanfaatin."

Nggak tahu kenapa tiba-tiba tuh mulut berceramah. Soalnya dia gatel banget sama kelakuannya Jayden.

"Nggak, kok," Jayden berkata pelan. "Lagian, kan aku yang nawarin, bukan kamu yang minta."

"Tadi becanda doang Jeeee astatang," Alen malah makin gemes.

Jayden ketawa, "iya beneran nggak papa astataaang," nih orang malah ngebeo lagi.

Akhirnya, mereka sampai juga di pelataran fk, tepatnya di depan gedung faal. Seperti biasa, baru mereka berdua yang datang. Jam tangan mereka bukan dari karet soalnya, hehe.

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang