11

448 77 2
                                    

"Ayo, Al, aku anterin pulang."

"Nggak usahlah, aku pesen ojol aja."

Juna mengamati dua manusia itu. Walau dia kelihatan lagi sibuk mainin hape, sebenarnya kupingnya ini terbuka sangat lebar. Ya jelaslah dia mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh kedua makhluk tersebut. Masalahnya, dia tinggal sendiri--nggak termasuk Alen dan Jayden ya. Si Yuki udah balik pasca acc semua kronologi. Berasa dia yang jadi setannya di antara dua orang itu.

"Wis bengi (udah malam), Mbok. Wis talah, biar dianterin ambek Jaypong."

"Yang bilang masih siang siapa?" Alen menyahut dengan galaknya. Perasaan, Juna nggak ada salah apa-apaan, kenapa dia yang disambit, sih?

"Udah udah udah," Jayden membalikkan tubuh Alen dan mendorong pelan gadis tersebut agar keluar dari rumah. Berasa melerai, padahal baku hantam aja enggak. "Ayo aku anterin, dah malem ini. Kalau kamu kenapa-napa, aku yang repot."

"Kenapa kok kamu yang repot?"

"Kamu kan wakordiku, Al. Kalau kamu nggak ada, aku mau ngandelin siapa?"

Alen hanya balas berdeham.

"MBOOOOK ATI-ATI DI JALAAAAN!" Juna teriak dari dalam, Alen udah nggak punya energi untuk membalas ucapan Juna.

Akhirnya, gadis itu mau dianterin sama Jayden. Selama di perjalanan, mereka saling diem-dieman. Lebih ke capek, sih. Mereka kan beraktivitas fisik dari pagi. Jadi, nggak heran jam segini energinya udah abis.

Sesampainya di depan kos, Alen langsung turun. Dia cuma bilang makasih sambil menepuk bahu Jayden. Tapi sebelum itu, Jayden mengatakan sesuatu.

"Langsung tidur, Al, jangan begadang kamu."

Alen hanya memberi isyarat oke dengan ibu jari dan telunjuknya.

"Capek, ya?"

Alen berdeham.

"Ya udah. Kamu istirahat, ya."

"Hm. Makasih, Je, sekali lagi."

***

Anggota divisi acara udah ada di barisan paling depan, karena memang mereka yang akan memimpin rapat kronologi hari ini. Tapi, kali ini yang presentasi bukan Jayden apalagi Alen, tapi masing-masing dari penanggung jawab per sesinya. Rapat sengaja dimulai dari pagi soalnya nggak mungkin rapat ini berjalan sebentar, apalagi acaranya buat empat hari yang terdiri dari tujuh belas sesi acara. Kayaknya bakalan sampai sore atau bahkan malam.

Dimulai dari Bianca dan Aming yang merupakan penanggung jawab sesi newcomers session, di mana acara ini merupakan acara paling awal dari NLS. Untuk sesi newcomers session dilaksanakan di gedung Graha Medika (GM).

"Dari anak acara, ada yang nemenin LO (liasson officer) buat penjemputan delegasi nggak?"

"Ada," Jayden yang menjawab. Kebetulan, mereka juga udah omongin ini pas rapin kemarin. "Ada dua bus yang jemput, kan? Buat bus yang ke bandara nanti Dimas yang ikut, kalau yang ke stasiun ada Alen."

Selama rapat kronologi itu, mereka lebih serius dan terasa lebih formal. Banyak yang menyanggah, dan untungnya Jayden bisa langsung menjawab. Ketika waktu mencapai tengah hari saja, susunan kronologi yang disampaikan baru sampai di hari kedua acara, itu pun baru setengahnya. Yang begini-begini juga nguras tenaga.

"Istirahat dulu ya teman-teman, 20 menit buat solat dan kalau mau makan silakan. Jam setengah satu kalian udah harus ada di GM lagi ya," ucap Jayden untuk mengakhiri rapat sejenak.

Kepala mumet banget rasanya. Tadinya Jayden mau kasih waktu 10 menit aja, tapi kasihan yang lain. Walaupun cuma mantengin LCD sambil ngelebarin kuping juga rasanya bakalan capek.

"Ada yang mau nitip boba, nggak?"

"Aku!"

"Mau, dong!"

"Mau, Bi! Butuh banget yang manis-manis, gula darahku turun kayaknya."

Semua anak acara pesan, kecuali Alen karena dia bawa botol minum sendiri.

"Kenapa kok nggak pesen?" senggol Jayden yang baru aja duduk di sampingnya.

"Jajan mulu, duitku tipis lama-lama. Aku bawa minum kok."

"Aku yang beliin. Gih, pesen sana."

"Gaya banget lu bambang," decih Alen.

"Ye beneran maemunah."

"Nggaklah. Lagi jaga gula juga."

"Jaga gula apaan?" Jayden mendelik. "Siapa ya yang kemaren minum es teh sampe bergelas-gelas?"

Alen pun terkekeh. "Itu beda. Es teh kemaren kan gratis."

"Ini nggak ada yang mau solat apa? Murtad kalian semua," seru Juna.

Alen pun lantas berdiri. Dia bukannya mau mengulur-ngulur waktu solat. Dia cuma takut musolanya penuh, makanya dia nunggu dulu sebentar biar nggak terlalu ramai.

"Ayo, Njun, imamin gua."

"Moh. Aku maunya nyolatin kamu."

"JUNANCOK! SINI LO!"

Udah nggak aneh lihat pertengkaran dua manusia itu. Yang aneh malah kalau mereka terlihat damai-damai saja. Jadi, ini adalah pemandangan yang sangat lazim kalau mereka sedang berkumpul.

"Jeee! Jeee! Bantuin aku, Jee!"

Padahal, jelas-jelas badan lebih gedean Juna dibandingkan Jayden, tapi pria bongsor itu malah minta perlindungan dari Jayden.  Alen juga terlihat tidak mau menyerah. Dia mencoba untuk mengejar Juna, nggak peduli kalau Jayden melindungi pria itu.

"Jun! Sini, Jun!"

"Emoh aku! Kamu mainnya kekerasan!"

Dari tadi, Juna terus aja ke kanan-kiri di belakang tubuhnya, begitu pun dengan Alen yang berada di posisi depan tubuhnya. Secara nggak sadar, Alen hampir seperti memeluk Jayden hanya karena ingin menjambak rambut Juna. Tapi, pada akhirnya, Jayden meraih kedua lengan Alen untuk menghentikan pergerakan gadis tersebut. Sepertinya gadis itu masih belum sadar kalau mereka berdua udah terlalu dekat.

"Wis, solat sama aku aja, tak imamin sekalian," Jayden menarik tangan Alen biar gadis itu tidak lagi mengejar Juna. Melihat kesempatan itu, Juna langsung berlari kabur sambil memeletkan lidahnya.

"Ish! Nyebelin banget tuh anoa!"

"Udah, udah. Jangan marah-marah terus. Darah tinggi nanti kamu." Jayden menenangkan Alen.

"Temenmu kenapa nyebelin banget sih, Je?" keluh Alen.

"Temenmu juga itu, Al."

Tanpa sadar, pergelangan tangannya masih digenggam oleh Jayden. Perlahan, Alen melepaskan genggaman tersebut. "Ih, sama aja kamu mah sama dia. Ais, kenapa MSCIA isinya orang-orang kayak kalian, sih?"

Alen langsung berjalan cepat meninggalkan Jayden.

***

"Wis tak bantuin yo, Je," ucap Juna usai mereka solat berjamaah.

"Opoo cuk?"

Juna berdecih. "Kon iki nggak tau berterima kasih."

Jayden nggak membalas. Dia lagi dipusingin sama acara NLS jni, jadi Jayden nggak mau nambah-nambahin beban di kepalanya. Paling nggak, sampai hari ketiga acara.

"Kusaranin kon ngomong langsung ae, arek iku ra peka blas lek kon mek bertingkah tok (aku saranin kamu ngomong langsung, anak itu nggak peka sama sekali kalau kamu cuma bertingkah doang)." Juna mendengus. "Wes, pikiren sesok-sesok ae (dah, pikirin besok-besok aja). Mumetin ae palamu ambek krono (mumetin aja kepalamu sama krono)."

***

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang