1

1.9K 135 15
                                    

Alen

Lagi sibuk rebahan, satu notifikasi masuk yang tentunya dapat Alen lihat dari pop up bar ponselnya, menampilkan nama Jeje sebagai pengirim. Sebenarnya, dia malas untuk membuka apalagi membalas chat tersebut. Namun, karena satu alasan yang baru saja dirinya ingat, Alen langsung membuka chat dari Jayden.

Alen
Iya je

Gadis itu mengernyit tatkala melihat pesannya langsung dibaca oleh Jayden. Sepertinya, pria itu masih membuka laman chat dengan dirinya.

Jeje
Wi cepet juga balesnya
Selamat ya
Anda terjebak menjadi wakordi saya
Wkwkwk

Alen memutar bola matanya. Inilah satu-satunya alasan mengapa dirinya langsung membalas chat dari Jayden. Baru saja kemarin dirinya dipaksa untuk menjadi bagian dari divisi acara yang mau tidak mau; ya memang harus mau, dirinya mengiyakan karena acara National Leadership Summit (NLS) sangat kekurangan budak, eh maksudnya orang.

Dan, Jayden baru menghubunginya hari ini. Gercep sekali manusia satu itu.

Alen
Je
Aku mengundurkan diri
🙏

Sesungguhnya, mereka berdua tidaklah begitu dekat. Hanya karena keduanya berada di LSO yang sama, mengenal satu sama lain, dan sering bertemu. Itu pun, pasti Jayden yang lebih dulu menyapa; saking social butterfly-nya. Saling kenal belum tentu dekat, 'kan?

Padahal, Alen hanya bercanda saja. Tapi, belum ada hitungan menit, kini Jayden malah meneleponnya. Mau menolak, tapi nggak enak.

"Halo?"

"Al. Jangan gitu, dong," Jayden terdengar merengek. "Susah nih ngedapetin wakordi, yang lain udah pada diembat semua."

Alen membatin sendiri. Padahal, kemarin, yang merekrut dirinya--dengan cara memaksa--adalah si ketua pelaksana alias Bang Yuki. Jayden nggak ada sangkut pautnya sama sekali dalam membujuk dirinya untuk menjadi bagian divisi acara. Yuki cuma bilang kalau kordinya ya si Jayden alias Jeje. Tapi barusan si Jayden kesannya kayak dia sendiri yang memohon-mohon pada Alen untuk menjadi wakordinya. Cih.

"Bercanda elah. Gampang amat kegocek," balas Alen sekenanya.

"Al."

"Ya."

"El. Dul. Hehehehehe."

Idih. Manusia tidak jelas. Walaupun Alen tidak dekat dengan Jayden, dia tahu kalau pria itu memang memiliki tingkah yang aneh dan nggak jelas. Untung masih cakep, jadi orang-orang di sekitarnya masih mewajarkan sifatnya itu.

"Kok nggak ketawa sih, Al?"

"Kayaknya aku beneran mau mengundurkan diri. Samlekum Je."

Jayden agak sedikit berteriak histeris, membuat Alen harus menjauhkan ponsel dari rungunya. Sesungguhnya, tidak aneh mendengar kecerewetan seorang Jayden. Hanya saja, baru kali ini dirinya langsung menghadapi jeritan macam siksa kubur ala Jayden.

"Kagak, Je, ya ampun. Pengang nih telinga gara-gara kamu teriak."

"Aku nggak bisa bayangin wajah bercandamu, Al. Mukamu jutek soalnya. Apa jangan-jangan, selama ini kamu punya dendam sama aku, Al?"

Jangan aneh kalau keduanya menggunakan aku-kamu di saat mereka berdua bahkan bukan pasangan kekasih. Bagi Alen, yang orang Jakarta dan kebetulan punya darah Betawi, ngomong aku-kamu ke sesama perempuan aja udah aneh banget, gimana ke yang lawan jenis. Kepelintir tuh lidah.

Dia terpaksa dan sebenarnya sudah mulai terbiasa untuk menggunakan aku-kamu kalau ada yang mengajaknya berbicara, mengingat saat ini dirinya kuliah di daerah timur pulau Jawa yang pastinya kebanyakan mahasiswa berasal dari daerah Jawa juga. Makanya, sekarang dia sudah fasih ngomong pakai aku-kamu ke lawan jenis.

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang