15

443 75 0
                                    

Hari pertama, acara dimulai di pagi hari. Panitia udah harus datang jam delapan. Seperti biasa, sebelum memulai kegiatan, mereka akan melakukan briefing yang dipimpin oleh ketua pelaksana alias Yuki. Ganteng banget ih Yuki pakai seragam khusus MSCIA.

"Baik semuanya. Semoga temen-temen dalam keadaan sehat biar kita semua bisa memulai aktivitas hari ini dengan semangat."

Yuki memulai pembicaraannya. Biasa, formalitas. Penginnya sih dia bilang, 'mari kita ngerodi bersama sampe koid', cuma kan nggak enak. Wibawanya sebagai ketua pelaksana dan presiden MSCIA harus dijaga, dong.

"Jangan lupa, kita di sini sebagai tuan rumah harus menjaga 5S-nya (senyum, salam, sapa, sopan, santun). Buktiin ke lokal yang lain, kalau kita punya tim yang kompak, cekatan, pokoknya best of the best. Habis ini, LO berarti langsung berangkat ke bandara sama stasiun, ya? Berarti untuk staff yang belum ada kepentingan di GM atau yang belum ngapa-ngapain deh, jangan lupa untuk bawain barang-barangnya delegasi ke hotel."

Jadi, prosesnya itu delegasi datang dan dijemput dari bandara atau stasiun, lalu dibawa ke gedung utama FK untuk rehat sejenak. Setelahnya, mereka digiring ke gedung graha medika untuk memulai newcomers session sampai plennary session. Dalam sesi itu, panitia yang gabut diminta tolong untuk membawa barang-barang delegasi yang masih ada di bus ke arah hotel, biar para delegasi ini nggak riweh sendiri karena barang bawaan mereka cukup banyak; jelas, mereka kan menginap sekitar 4 hari 3 malam. Apalagi, mereka selesai sesi acara di FK ini bisa sampai tengah malam, kan nggak mungkin suruh mereka tarik barang bawaan sendiri segitu banyaknya.

"Terakhir, tolong jaga nama LSO kita dan nama universitas. Sampai di sini, ada yang mau menambahkan atau menanggapi?" tanya Yuki.

Biasanya sih nggak ada, biar cepet.

"Oke. Sebelum kita mengawali kegiatan hari ini, alangkah baiknya kita berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Berdoa, dimulai."

"...."

"Sesungguhnya tiada kata akhir dalam berdoa."

"Aamiin."

"Oke semuanya, selamat beraktivitas. Kita jargon dulu ya biar semangat."

Hehehe saya lupa jargonnya gimana.

Setelah Yuki melakukan penutupan, mereka bubar semua dan pergi ke posisi masing-masing. Untuk anak acara, mereka pegang dua handie talkie (HT); yang satu pasti dipegang sama Jayden sedangkan yang lain dipegang penanggung jawab sesi pertama, yaitu kalau nggak Aming ya Bianca.

Jayden menghampiri Alen yang sudah bersiap menuju stasiun. Tadi dia lihat perempuan itu udah dipanggil sama salah satu staff LO.

"Nanti kalau ada apa-apa kontak aku, ya."

"Oke bos."

"Udah sarapan kan tadi?"

Alen mengangguk. "Roti."

Ya gimana ya. Yang ada cuma itu, dan dia sebenernya rada males makan nasi pagi-pagi. Takut ngantuk soalnya.

Jayden menghela napas. Ya sebenernya dia juga kayak gitu sih. Mau protes juga percuma, karena dia melakukan hal yang sama.

"Ya udah, ati-ati." Jayden menepuk pundak Alen dua kali, lalu mendekati Dimas yang nggak jauh dari posisinya berdiri; mengatakan hal yang sama karena Dimas juga ikut LO untuk tujuan bandara.

***

Di hari itu, nggak ada tuh anak acara yang gabut, apalagi Jayden dan Alen. Juga, misal Aming dan Bianca sebagai penanggung jawab sesi pertama, sedangkan Deka dan Sindy menjadi MC untuk sesi tersebut. Begitu seterusnya, mereka akan berputar tugas sampai acara berakhir. Kalau misalnya bentrok, udah diantisipasi MC diganti dari staff divisi lain, dan ini sudah ditentukan saat rapat kronologi kemarin. Jadi, nggak ada saling tunjuk-menunjuk secara mendadak.

"Aming, Bian, Dimas, sama Gia. Kalian makan duluan. Nanti gantian, biar di sini aku sama Jeje yang jaga."

Tanpa penolakan, mereka semua ke ruang panitia untuk mengambil konsumsi. Untuk konsumsi sudah dipisahkan per divisi oleh anak konsumsi. Hal ini dilakukan agar tidak ada panitia yang nggak kebagian konsumsi. Soalnya yang kayak gitu sering kejadian.

Sekarang lagi IFMSA session, di mana penanggung jawabnya si Juna sama Yuni. Sebenarnya, bisa aja cuma Juna sama Yuni yang jaga di ruang GM ini, tapi kan Jayden sama Alen nggak mungkin ninggalin begitu aja. Kalau ada apa-apa jugaberabe. Juna sama Yuni nggak mungkin mengatasi masalah di luar tanggung jawab sesi mereka saat ini.

Tiba-tiba aja Jayden menyodorkan satu permen ke arah Alen. Kebetulan, mereka memang duduk bersisian. Posisi mereka tentu aja di daerah belakang di mana delegasi nggak bisa melihat mereka, kecuali nengok ke belakang. Tanpa suara, Alen bilang makasih dan mengambil permen tersebut. Sumpah, dia mulai ngantuk.

Begitu pula dengan Juna dan Yuni di sana, Jayden juga ngasih permen ke mereka.

"Bangke. Susah amat si."

Jayden menoleh, melihat Alen kesulitan membuka bungkus kecil permen tersebut. Tanpa berbicara, Jayden mengambil kembali permen itu dan membantu untuk membuka bungkusnya. Setelah terbuka, barulah dikasih lagi ke Alen.

"Lemah banget ya aku," Alen mengambil kembali permen tersebut, "makasih lagi, Je."

"Kamu makan dulu sana, lemes begini. Buka permen aja nggak bisa."

Alen menggerutu. "Ini bukan lemes. Emang bungkusannya aja yang susah dibuka."

"Aku tadi gampang tuh ngerobeknya?"

"Tenagamu kan tenaga gorilla."

"Ck. Lemah."

"Kalian kalau mau berantem mending di podium sana, biar diliatin sama semua orang," Juna menengahi. Tumben, biasanya dia yang ngajak kelahi. Kali ini dia lagi di raga normalnya; eh nggak deng. Kalau dia lagi normal justru harusnya pasti ngajak Alen berantem.

Tiba-tiba Yuni mengangkat lembar kertas berwarna kuning. Hal itu dilakukan untuk mengingatkan MC kalau sesi yang saat ini berjalan tinggal lima menit lagi. Nah, beginilah jadi acara, harus pintar-pintar mengatur waktu biar acaranya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kadang kalau sudah melebihi waktu, nanti malah keketeran sendiri dan bikin rundown-nya jadi mundur. Itu pasti bakalan jadi bahan evaluasi.

"Ngebakso enak kali, ya," akhirnya Yuni ngomong. Abis, kalau diem-dieman, dia malah ngantuk.

"Enakan cwie mie kali. Cwie mie mangkok beuh mantap," Juna menanggapi.

"Cwie mie sama mie ayam beda kan ya?"

Nah, Alen sebagai anak Jakarta cuma kenal dengan sebutan mie ayam. Pas di Malang, eh ternyata banyak juga variasi yang mirip mie ayam. Dia aja nggak bisa bedain cwie mie sama mie pangsit. Atau, ternyata mereka berdua sama aja?

"Beda, Al."

"Bedanya apaan?"

"Namanya aja juga udah beda, Mbok."

"Lu mau gue tabok pake HT nggak?" Alen sudah bersiap mengambil HT yang ditaruh di meja sama Jayden.

"Jangan," Juna sok menutup wajahnya. "Nanti gantengku ilang."

"Amit-amit cabang bayi," sahut Yuni.

Beginilah cara mereka menghilangkan rasa ngantuk, yaitu dengan cara ngomong yang random alias nggak jelas.

"Mie ayam depan kampus juga enak tuh," Jayden menanggapi. Mereka semua tahu tempat itu. Ya gimana ya, wong benar-benar terletak di depan kampus, gimana nggak pada tau mereka.

"Tumbas (beli) kuy."

"Nggak enaklah sama anak konsumsi udah disediain makanan."

"Ya diem-diem aja makannya, nggak usah bilang-bilang."

Hmmm inilah mengapa sejak awal Yuki memasukkan Juna ke dalam daftar hitam. Cowok itu suka bawa pengaruh yang buruk.

***

Feelings [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang