Happy Reading !!!
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Latisha Arshavina binti Gifari Caraka dengan mas kawin tersebut, tunai!"
"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sah."
Seharusnya Latisha bahagia ketika kalimat itu terucap begitu lancar di hari bahagia yang seharusnya menjadi momen yang tidak terlupakan semasa hidup perempuan cantik berkebaya putih itu. Tapi nyatanya semua ini tidak membuat perempuan itu ingin menyunggingkan senyum. Bahkan doa yang tengah dibacakan tidak lantas Latisha aminkan.
Ini memang pernikahan yang diinginkannya, pernikahan yang sudah begitu lama didambakan dan awalnya ia sendiri bahagia ketika mempersiapkannya. Latisha begitu antusias menyambut hari ini. Tapi tidak lagi ketika si mempelai yang semestinya berada di samping dan menjabat tangan ayahnya bukan sosok yang seharusnya hari ini menikahinya.
Mempelainya seharusnya bukan Sagara Bayanaka Pranaya, melainkan Gyan Arsa Pranaya, pria yang menjadi kekasih Latisha selama lima tahun ini. Pria yang membuatnya berani memimpikan hari ini. Namun semua hancur kala sebuah kabar terdengar di menit terakhir mengenai ketiadaan Gyan di kediamannya. Pria itu tidak datang di hari pernikahan yang sudah matang mereka bicarakan. Dan Sagara duduk untuk menggantikan sosoknya.
Latisha tidak menginginkan ini, namun menolak tak diizinkan sebab nama keluarga yang pastinya akan di permalukan jika pernikahan harus batal di saat para tamu undangan sudah hadir, lengkap dengan penghulu yang siap menikahkan. Namun tetap saja Latisha tidak bisa menerima ini semua.
Raganya memang tidak lantas berlari untuk menghindari, tapi ketahuilah bahwa hatinya meronta meminta sebuah jawaban mengenai dimana yang tercinta berada sekarang.
Ia ingin mencari, tapi bisik ancaman tidak mengizinkannya ingkah dari sini. Sampai akhirnya Latisha tetap bertahan walau acara tidak sama sekali dirinya nikmati.
Doa orang-orang yang datang atas undangan tidak lantas membuat Latisha bahagia, sebab bukan sosok Sagara yang ingin di aminkan dalam sakinah mawadah warahmah yang hampir setiap tamu lontarkan. Latisha ingin Gyan. Namun dimanakah sosok itu berada sekarang? Kenapa tidak datang? Dan mengapa harus adiknya yang menggantikan?
Pertanyaan demi pertanyaan terus kepalanya lontarkan, meski tidak satu pun yang mendapat jawaban. Latisha malah semakin merasa tertekan terlebih banyaknya tamu undangan yang datang membuat jiwanya semakin terguncang sebab kata selamat bukan lagi yang ingin di dengar sekarang.
Latisha tak sabar ingin menyudahi ini, ia tak sabar ingin melayangkan tanya pada mertua serta sosok yang seharusnya menjadi adik iparnya. Ia ingin tahu dimanakah Gyan sekarang dan alasan apa yang membuat pria itu tak datang.
Nyaris seharian Latisha bertahan dengan berbagai kecamuk yang meresahkan. Hingga akhirnya acara yang berubah menyebalkan itu selesai, dan Latisha tidak menunggu lama untuk meminta penjelasan atas semua yang terjadi.
"Kenapa kalian diam?" tanyanya tak sabar kala semua orang malah justru bungkam.
Mata Latisha menatap satu per satu sosok yang ada di sana, termasuk sosok tampan yang menjadi suaminya. Pria itu yang patut Latisha pertanyakan mengapa dia mau menggantikan kakaknya di pernikahan.
Oh, tolong, Sagara masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Perbandingan usia mereka cukup jauh, dan sama sekali Latisha tidak membutuhkan pria kecil seperti itu. Ia butuh sosok yang akan membimbing, bukan malah bersuamikan pria yang masih butuh bimbingan.
"Kami semua tidak ada yang tahu ke mana Bang Gyan pergi. Dia hanya mengirim pesan singkat berisi kata maaf," Saga membuka suara ketika diantara orang tuanya tidak ada yang mau bicara.
Dapat di lihat raut marah di wajah cantik perempuan yang baru saja menjadi istrinya itu, tapi Saga tidak begitu menghiraukan. Toh Saga rasa Latisha berhak marah setelah apa yang terjadi hari ini.
"Lalu kenapa pernikahan ini harus tetap di lanjutkan? Kalian cukup bilang bahwa pernikahan gagal sebab Gyan melarikan diri,"
Andai semudah itu. Pikir Saga dalam hati.
"Dan membuat kami malu! Begitu maksudmu?" geram pria paruh baya yang duduk di salah satu kursi di ruang keluarga.
Latisha menoleh, menatap ayahnya dengan sendu. Pria itu selalu saja memikirkan nama baik keluarga, tanpa peduli bagaimana perasaannya.
Merasa sia-sia untuk melayangkan sebuah protesan, Latisha memilih pergi dari ruang keluarga, naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Lebih baik meratapi kesedihan sendiri dari pada mengumbarnya tapi tidak sama sekali mendapatkan simpati.
Bukan maksudnya menginginkan itu, tapi setidaknya ada rasa prihatin atas apa yang dirinya alami. Latisha hanya butuh satu pelukan untuk meyakinkan diri bahwa ini yang terbaik. Tapi sepertinya itu tidak berniat keluarganya beri. Latisha harus apa sekarang? Haruskah ia pun melarikan diri? Lalu bagaimana dengan statusnya yang sudah menjadi istri?
Oh Tuhan kenapa harus begini?
"Latisha,"
Mendengar namanya di sebut, sontak Latisha menoleh dan kemudian mendengus ketika mendapati sosok Saga di ambang pintu.
"Aku gak pernah nyangka bisa manggil kamu tanpa embel-embel 'Kak' di depannya," ujar Saga seraya melangkah masuk ke dalam kamar.
"Siapa yang izinin kamu masuk!" geram Latisha yang sama sekali tidak Saga hiraukan. Pria itu malah justru berdiri di tengah ruang kamar dengan mata menelisik sepenjuru ruangan yang penuh dengan foto-foto Latisha dengan Gyan.
"Aku tidak menyangka kamu sebucin ini," cibirnya sekilas melirik ke arah Latisha yang terus melayangkan tatapan yang syarat akan ketidak sukaan.
"Keluar Sagara!" namun lagi-lagi Saga tidak menghiraukannya, pria itu malah justru melangkah menuju ranjang, dan membaringkan tubuhnya tanpa sama sekali meminta izin si pemilik kamar. Membuat Latisha yang duduk di sisi ranjang lain sontak bangkit dan menatap Saga semakin berang.
"Sagara!"
"Apa sih, Sha? Aku cape, pengen istirahat. Besok sekolah," ujarnya dengan kepala sedikit mendongak dan menatap Latisha dengan malas.
"Pulang sana, ngapain masih di sini?!"
"Ck, mentang-mentang udah tua, pelupa!" katanya mengejek, membuat Latisha semakin melayangkan pelototan, yang sayangnya tidak sama sekali mempan untuk seorang Sagara yang memiliki tingkah tengil tingkat dewa.
Latisha mendengus kesal saat ingat kembali statusnya yang sudah menikah dengan pria itu. Mengusir Saga tidak akan ada gunanya, yang ada malah keributan baru tercipta sebab sang ayah akan murka jika tahu menantu dan anaknya tinggal terpisah. Mengingat pria paruh baya itu begitu menjungjung tinggi kehormatan keluarga.
"Tidur di sofa kalau begitu!"
"Gak akan nyaman, Sha. Lagi pula ranjang kamu luas, mubazir kalau kamu gunakan sendirian."
Gigi Latisha gemeletuk mendengar jawaban santai bocah itu. Sagara benar-benar menguji kesabaran.
Lelah jika terus menerus meladeni bocah itu, Latisha memilih untuk masuk kamar mandi, membersihkan sisa make up dan juga membersihkan tubuhnya yang cukup terasa lengket setelah seharian menjadi ratu tanpa kebahagiaan.
Hampir dua jam Latisha menghabiskan waktunya berada di kamar mandi karena ternyata membersihkan sisa riasan pernikahan tidak semudah yang dipikirkan, terlebih bagian rambut. Itu cukup sulit, terlebih hanya dilakukan sendiri.
Melihat ranjang, Latisha mengerang pelan. Ia ingin menempatinya, membaringkan tubuh lelahnya di sana, namun karena keberadaan Saga di sana membuat Latisha mengurungkan niatnya. Meskipun pria itu sudah sah menjadi suaminya bukan berarti ia sudi tidur satu ranjang dengan bocah itu.
Berat hati, Latisha mengambil bantal dan juga selimut, memutuskan tidur di sofa dan membiarkan Saga menempati ranjangnya. Lagi pula sofa tidak terlalu buruk untuknya yang memiliki tubuh kecil. Sekali ini saja ia mengalah.
***
Mulai,
15 september 2021Repost 3 september 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brondong Husband
General FictionLatisha tidak pernah menyangka bahwa calon suaminya akan melarikan diri di hari pernikahannya, membuat Saga yang seharusnya menjadi adik ipar, mengambil alih tanggung jawab kakaknya. Sejujurnya Latisha lebih memilih batal menikah, sebab menikahi seo...