Bagian 17

52.1K 4.3K 71
                                    

Btw guys, aku mau infoin nih, My Brondong Husband akan dibuku kan. PO nya akan di buka tanggal 21 bulan ini. Kalian bisa nabung dulu deh 🥰
Jangan sampai nyesel gak punya bukunya loh ya 🤭

Happy Reading !!!

***

Saga mengira Latisha masih akan murung seperti siang tadi. Tapi ternyata tidak. Perempuan terlihat baik-baiknya, tanpa gurat kesedihan dan murung seperti terakhir Saga lihat.

Tidak ada senyum yang Saga dapatkan memang, tapi memang begitulah Latisha biasanya. Perempuan itu tidak akan senyum jika memang tidak ada hal yang membuatnya menarik kedua sudut bibirnya itu. Latisha hanya akan sukarela tersenyum ketika orang tua Saga datang. Ya, karena dari keluarga Latisha sendiri belum ada yang hadir mengunjungi.

Saga tidak tahu hubungan Latisha dengan keluarganya karena ketika di pernikahan waktu itu ia tidak begitu banyak interaksi dengan keluarga Latisha, hanya ketika berpamitan, itu pun sekedar pesan singkat yang Saga dapatkan dari kedua orang tua istrinya. Tidak ada drama-drama tangis-tangisan atau raut berat sebagaimana orang tuanya yang mau melepas anak gadisnya. Mereka terlihat biasa, begitu pula dengan Latisha. Dan Saga sempat berpikir bahwa memang setidak dekat itu Latisha dengan orang tuanya. Bisa juga pribadi Latisha yang kaku dan pendiam diakibatkan oleh hal tersebut. Saga tidak tahu karena Latisha pun tidak pernah membicarakan keluarganya.

"Kamu mandi dulu, setelah itu kita makan," kata Latisha begitu Saga menghampiri istrinya yang ada di dapur, menyetor muka sebagai tanda bahwa dirinya sudah pulang sekaligus memastikan keadaan istrinya yang sepanjang hari dirinya cemaskan akan terbelenggu pada ingatan mengenai sosok sang mantan.

"Gak bisa langsung makan? Aku udah lapar banget, Sha," rengek Saga dengan raut melas dan tangan mengusap-usap perutnya. Ia sudah benar-benar lapar karena siang tadi hanya mengisi perutnya dengan seporsi siomay. Itu pun di comot teman-temannya.

"Kotor Sa. Kamu baru pulang kerja juga. Mandi dulu baru makan. Udah cepat sana!" usir Latisha dengan mendorong paksa tubuh suaminya, lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang tinggal menyusun hasil masakannya di meja. Sedangkan Saga mau tidak mau menuruti istrinya untuk mandi.

Tidak butuh waktu lama untuk Saga kembali ke dapur, duduk di meja makan yang sudah di isi berbagai hidangan yang dari baunya saja sudah begitu menggiurkan, membuat cacing-cacing di perutnya berontak tak sabar untuk segera di kenyangkan. Dan Latisha yang seolah mengerti pun langsung mengisi piring Saga dengan nasi yang cukup banyak dan beberapa lauk yang suaminya inginkan, setelah selesai barulah ia mengambil bagiannya, dan makan dengan tenang.

Beberapa kali Saga menoleh pada Latisha, ingin bertanya soal tadi siang, tapi tidak cukup nyali untuknya melakukan itu. Saga juga takut membuat suasana antara dirinya dan Latisha menjadi canggung. Tapi tidak dapat di bohongi bahwa Saga begitu penasaran akan keadaan perasaan Latisha setelah mendengar nama Gyan di sebutkan. Ya, meskipun itu tidak sengaja.

"Sha," panggil Saga pelan, membuat Latisha mengangkat wajahnya demi menatap Saga yang duduk di seberangnya.

"Kenapa?"

Tidak lantas menjawab, Saga berusaha menimbang antara bertanya atau tetap menyimpan rasa penasarannya. Cukup lama Saga melakukan itu, membuat Latisha kembali melayangkan tanyanya sebab Saga tidak juga membuka suara.

Menarik dan membuang napasnya pelan, Saga menatap Latisha cukup dalam. "Mulai besok boleh minta di buatkan bekal gak?" pada akhirnya Saga memilih untuk menyimpan rasa penasarannya.

Saga tidak ingin mengacaukan suasana antara dirinya dan Latisha yang baik selama beberapa minggu ini. Biarlah, urusan hati Latisha ia pahami sedikit demi sedikit sambil ia isi bertahap hingga sosok yang semula bersarang berhasil dirinya singkirkan.

"Bekal?" tanya Latisha tak yakin. "Kamu mau aku buatkan bekal makan siang?" lanjutnya memastikan, dan tanpa berpikir Saga menganggukkan kepalanya.

"Uang jajan kamu gak cukup?"

Dengan cepat Saga menggelengkan kepalanya. "Cukup kok, lebih dari cukup malah. Cuma pengen aja gitu bawa bekal dari istri," kata Saga diakhiri dengan kedipan menggoda yang selalu berhasil membuat Latisha mendengus dengan semburat merah di pipi perempuan itu.

Jujur saja uang jajan yang Latisha beri memang cukup untuknya membeli makanan di kantin. Perutnya juga bisa ia kenyangkan dengan dua mangkuk mie ayam di tambah sepiring batagor dan di lega kan tenggorokannya dengan air mineral satu botol juga teh manis dingin. Hanya saja Saga sedang berhemat sekarang. Setidaknya ia punya simpanan untuk keperluan mendesak.

Saga juga ingin suatu hari mengajak istrinya pergi keluar, mengajak makan atau jalan-jalan dan ia mengeluarkan uang sendiri. Sebagai laki-laki, Saga gengsi di bayari perempuan, meskipun Latisha istrinya dan ada uang orang tuanya di perempuan itu. Tetap saja 'kan akan berbeda jika dirinya mengeluarkan uang sendiri untuk menyenangkan sang istri. Lagi pula Saga sedang berusaha meluluhkan istrinya.

Berdeham demi menetralkan diri agar tidak terlihat salah tingkah, Latisha menatap sosok di depannya dengan sorot serius. Latisha masih penasaran dengan alasan Saga kerja.

"Kamu serius kerja?"

Menelan lebih dulu makanan di mulutnya, Saga kemudian mengangguk tanpa keraguan.

"Kenapa? Kamu kan masih sekolah, Sa. Aku udah bilang untuk kamu serius belajar. Sebentar lagi ujian. Dan seharusnya bukan kerja yang kamu lakukan sekarang, tapi les."

"Ujian masih lama, Sha, tiga bulan lagi. Lagi pula aku malas ikut les," ujarnya tidak semangat.

Saga memang begitu tidak suka dengan belajar. Jika ijazah dan pendidikan tidak diperlukan Saga memilih untuk tidak sekolah.

"Tadinya aku minta Papa ajak aku ke perusahaan biar aku kerja di sana. Tapi Papa gak izinin," lanjutnya, mendesah pelan dengan cebikan di bibir yang membuat Latisha tahu bahwa laki-laki remaja itu tengah kesal.

"Ya jelas Papa gak kasih izin. Kamu emangnya paham dengan urusan kantor seperti itu?" alias Latisha terangkat menatap suami brondongnya itu. "Soal ulangan anak SMP aja kamu gak paham!" cibirnya kemudian.

Sontak Saga mendelik tajam pada istrinya itu, tapi mana mempan untuk Latisha.

"Kamu ngeremehin aku?"

"Itu faktanya, Sagara!" sahut Latisha begitu tenang. Beda hal dengan Saga yang mendengus, tak terima diremehkan. Soal pelajaran memang Saga akui bahwa dirinya begitu payah, tapi tetap saja ia tidak suka diremehkan.

"Soal belajar dan segala hal yang bersangkutan dengan sekolah, kenapa sih kamu selalu nyebelin, Sha?!" geram Saga melipat kedua tangannya di dada dengan bibir cemberut dan raut wajah sebal. Benar-benar seperti anak kecil yang merengek tidak di belikan mainan. Latisha geli sendiri dengan tingkah laki-laki yang menjadi suaminya itu.

"Tuhan, aku benar-benar menikahi anak kecil." Gumam Latisha tidak begitu pelan, karena Saga masih dapat mendengarnya cukup jelas. Membuat laki-laki itu sontak melempar delikannya.

"Anak kecil - anak kecil gini juga aku udah bisa buat kamu hamil!"

"Astaga, Sagara ... ucapan kamu benar-benar tidak mencerminkan seorang pelajar." Menggeleng tak habis pikir, Latisha ngeri sendiri dengan kalimat suami brondongnya itu. Beruntung ia bukan guru bocah itu. Andai gurunya, Latisha tidak akan segan-segan memberi hukuman untuk Saga.

"Jam sekolah udah selesai sejak berjam-jam lalu, Sha. Lagi pula ini di rumah dan kamu istri aku. Jadi, gak ada yang salah dengan kalimatku," ucapnya dengan menaik turunkan alisnya, menggoda Latisha yang semakin menggeleng dengan rona kemerahan menghiasi pipinya antara bentuk malu atau justru kesal.

"Mau buktiin gak, Sha? Aku siap, kok, jadi Papa muda untuk anak-anak kita," ujarnya semakin melayangkan godaan pada istri cantiknya itu. Menambah rona di wajah Latisha yang kini terlihat salah tingkah.

Benar-benar menggemaskan di mata Saga yang terlanjur jatuh pada pesona Latisha yang beberapa waktu lalu nyaris menjadi kakak iparnya.

***

Sekolah dulu yang benar, Saga. Ya ampun ... Udah main ajak bikin anak aja 🤦

Bisa kejang-kejang nih Latisha yang ada 🤭

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang