Bagian 18

51.2K 4.3K 67
                                    

Happy Reading !!!

***

"Saga bangun," sedikit mengguncang tubuh suaminya, Latisha berusaha membangunkan Saga yang masih lelap padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Hanya saja cuaca memang sedang mendung hingga langit di luar masih terlihat gelap dengan dingin berhembus, membuat siapa saja enggan beranjak dari ranjang.

Latisha juga malas sebenarnya, tapi ia tidak bisa tetap tinggal sebab ada tanggung jawab untuknya mencerdaskan anak-anak bangsa. Maka mau tidak mau Latisha memang harus berangkat bekerja. Tapi sebelum itu, tugasnya adalah sebagai istri dimana mengurus suami juga menjadi tanggung jawabnya.

Latisha sudah selesai memasak sarapan, membuatkan Saga bekal, dan membersihkan rumah. Latisha juga baru saja selesai mandi, sudah lengkap dengan baju dinasnya, sekarang tugasnya tinggal membangunkan Saga. Tapi kali ini Saga lebih sulit di bangunkan, tidak seperti biasanya. Membuat Latisha jengkel dan memilih untuk menjawil hidung Saga cukup kuat, hingga sebuah ringisan lolos di susul dengan kedua mata Saga yang terbuka.

"Sakit, Sha!" protesnya kesal.

"Makanya bangun. Ini sudah hampir jam tujuh, Sagara!"

"Aku gak sekolah aja lah, Sa. Lagi pula di luar sudah mulai hujan, tuh," katanya seraya menunjuk jendela yang gordennya sudah Latisha buka, dan rintik hujan memang baru saja turun dengan begitu lebat.

Latisha menghela napas mendapati cuaca buruk hari ini. Tapi itu tidak membuatnya lantas mengizinkan Saga membolos, perempuan dua puluh tujuh tahun itu tetap kukuh meminta Saga bangun, mandi dan bersiap sekolah. Latisha tidak mau mendengar alasan apa pun.

"Padahal Mama selalu biarin kalau aku gak mau sekolah, apalagi di saat hujan gini," keluh remaja itu yang terpaksa turun dari ranjang nyamannya.

"Aku bukan Mama kamu!"

"Iya, kamu istri aku," sahut Saga seraya memutar bola mata.

Langkahnya yang malas membawa Saga masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Latisha yang hanya mampu geleng kepala melihat tingkah suaminya.

Dibandingkan dulu, hari Latisha memang lebih berwarna beberapa minggu belakangan ini. Hanya saja terkadang Latisha masih membayangkan kehidupan rumah tangganya dengan Gyan, yang mungkin akan lebih manis. Namun cepat-cepat Latisha membuat bayangannya, dan menyadarkan diri bahwa bukan pria itu yang menikahinya, bukan Gyan yang menjadi suaminya tapi Saga.

Entah sudah berapa banyak kata maaf yang selalu Latisha gumamkan setiap harinya begitu menyadari dirinya salah masih memikirkan pria lain di saat ada suami yang harus Latisha jaga perasaannya. Meskipun tidak pernah ada kata Saga yang menyayangi apalagi mencintainya, Latisha tidak lantas ingin berlaku sesukanya.

Melihat bagaimana perlakuan Saga terhadapnya Latisha sudah cukup sadar bahwa laki-laki itu mengakuinya, mengakui status mereka yang terikat di mata Tuhan dan juga KUA. Sudah sepatutnya Latisha bersyukur dan menghargainya bukan?

"Dingin, Sha,"

Latisha sontak terkejut, mendapatkan bisikan tersebut di belakang telinganya dengan tangan Saga yang melingkar di perutnya. Remaja tujuh belas tahun itu menyelusupkan kepalanya di lipatan leher Latisha, membuat perempuan itu merinding, belum lagi suara gigi yang beradu, berasal dari Saga yang kedinginan menambah rasa tak karuan.

Latisha berusaha menjauhkan suami brondongnya itu, tapi Saga tidak sama sekali bergerak. Laki-laki itu malah semakin menambah erat lilitan tangannya, membuat punggung Latisha menempel dengan dada keras Saga.

"Lepas, Saga!"

"Dingin,"

"Ya makanya lepas, terus pakai bajunya."

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang