Bagian 11

58.6K 5.4K 167
                                    

Happy Reading !!!

***

“Kamu kok di sini?” heran Latisha ketika melihat suami brondongnya berdiri di depan pos satpam dengan mobil Latisha yang berada di samping gerbang.

“Jemput kamu,” jawabannya singkat, setelah itu Saga menoleh pada pria paruh baya yang menjadi temannya mengobrol sejak lima menit lalu untuk pamit. “Yuk pulang,” ucap Saga seraya merangkul pundak Latisha ringan. “Pak duluan,”

“Lepas, Sa!” tepis Latisha merasa risi. Namun sama sekali Saga tidak menghiraukan itu, memilih menggiring Latisha menuju mobil dan membukakan pintu menyuruh perempuan itu masuk. Setelahnya Saga berlari kecil menuju pintu kemudi, melajukan mobil membelah jalanan yang cukup lenggang karena sebagian besar murid sekolah sudah bubar sejak dua jam yang lalu.

“Bukannya semalam kamu bilang mau kerja kelompok ya?” Latisha melirik, menatap Saga dengan sebelah alis terangkat. Pasalnya ia masih ingat jelas Saga mengatakan itu sebagai alasan menggunakan mobilnya. Lalu kenapa sekarang ada di sekolahnya?

“Emang lagi kerja kelompok, tapi aku izin dulu buat jemput kamu, setelah itu baru pergi lagi,” jawab Saga begitu ringan seraya menampilkan senyum tampannya sekilas, sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.

“Kenapa harus kayak gitu? Aku bisa pulang naik taksi atau ojek!”

“Gak tega, Sha. Lagi pula aku sadar belum bisa ngasih kamu nafkah, jadi selama aku bisa kenapa gak aku aja yang jemput?”

“Apa bedanya dengan pulang pergi kayak gini? Ngabisin bensin!” ujarnya seraya memutar bola mata.

“Tapi kan setidaknya aku bisa memastikan istri aku sampai di rumah dengan selamat,” balasnya dengan melempar kedipan genit.

Latisha yang mendapatkan itu bukannya bersemu tapi perempuan itu malah justru bergidik dengan raut wajah semakin datar. Tapi Saga tidak sama sekali tersinggung, ia sudah cukup tahu bagaimana istrinya. Latisha bukan sosok yang mudah di taklukkan. Dan itu tentulah membuat Saga harus bekerja ekstra dalam meluluhkannya.

“Berhenti di rumah makan padang depan,” pinta Latisha, menunjuk tempat yang di maksud. Dan Saga menghentikan mobil sesuai arahan istrinya tanpa banyak bertanya.

“Gak usah turun, aku gak akan lama,” ucapnya seraya membuka pintu mobil dan keluar begitu saja. Membuat Saga yang semula hendak membuka sabuk pengamannya, urung, dan menatap kepergian Latisha dengan pandangan yang sulit di artikan. Hingga tak lama kemudian Latisha kembali dengan kantong merah di tangannya.

“Cepat banget?” heran Saga menaikkan sebelah alisnya. Pasalnya ia yakin belum ada lima menit perempuan itu keluar dari mobil.

“Kan barusan aku bilang gak akan lama,”

Memang benar, tapi Saga jelas tahu tidak lamanya seorang perempuan itu bagaimana. Terlebih saat membeli makanan. Saga tidak yakin pihak rumah makan secepat itu melayani pembeli.

“Aku sudah pesan sebelumnya, jadi tinggal ambil,” jelas Latisha seolah paham pikiran Saga.

“Langganan?” dan deheman singkat menjadi jawaban yang Latisha berikan.

Sorry,” ungkap Saga pelan.

Latisha yang mendengar itu langsung menoleh dan menatap tak paham suaminya.

“Tadi aku kira kamu malu kalau jalan sama aku,” aku Saga, mengusap kasar wajahnya, lalu menghembuskan napasnya pelan, merasa bersalah karena sempat berpikir yang tidak-tidak.

Jujur, baru saja ia mengira Latisha enggan terlihat berdua dengannya. Namun ternyata bukan itu yang membuat Latisha memintanya tetap tinggal di mobil. Saga benar-benar salah menilai istrinya itu. Entahlah kenapa ia mudah tersinggung seperti ini hanya karena hal sepele.

Kening Latisha semakin mengerut dalam, tidak mengerti dengan maksud suaminya itu. “Kenapa aku harus malu?”

“Mungkin aja ‘kan kamu malu jalan sama laki-laki remaja kayak aku,” jawabnya mengedik singkat.

“Selama kamu berpakaian kenapa harus malu?” cuek Latisha mengangkat bahunya sedikit lalu memilih menatap jalanan di depan yang tidak begitu padat. Sedangkan Saga diam-diam mengulas senyum sambil fokus pada kemudinya.

Tidak ada lagi obrolan hingga mereka tiba di rumah. Niat awal Saga yang akan langsung kembali pada teman-temannya setelah mengantar Latisha ke rumah dengan selamat, urung, karena ia memilih menghabiskan waktu beberapa saat untuk makan bersama istri cantiknya. Tidak peduli meskipun ponselnya ramai oleh teman-teman kelompoknya.

Sepuluh menit, waktu yang mereka habiskan untuk makan siang. Latisha langsung membereskan bekas makan mereka, sementara Saga bangkit menuju wastafel untuk mencuci tangannya.

"Sha, aku langsung pergi lagi, ya? Anak-anak yang lain udah hubungin," Saga menunjukkan ponsel di tangannya yang menyala, menandakan ada panggilan masuk.

"Oke," hanya itu tanggapan dari Latisha, membuat Saga tidak puas, dan menatap istrinya dengan tatapan sedikit tajam. Tapi Latisha yang memang cuek memilih melanjutkan kegiatannya, membuang bekas nasi padang yang mereka nikmati, lalu mencuci tangan dan juga gelas kotor bekasnya juga Saga, tanpa mengetahui bagaimana raut Saga sekarang. Sampai akhirnya perempuan itu menyadari suaminya tak juga kunjung pergi.

"Kok masih disini?" herannya, menaikkan sebelah alis.

Tanpa menjawab keheranan Latisha, Saga langsung saja menyambar bibir istrinya itu, melumat kuat demi menyalurkan kekasalan atas kecuekan istrinya itu.

"Gak cuek-cuek banget bisa 'kan, Sha?" kata Saga melepas sejenak ciumannya. "Aku gak suka!" lanjutnya, lalu kembal memagut bibir istrinya yang manis dan lembut.

Gerakan bibir Saga berbeda dengan yang sebelumnya, karena kali ini laki-laki itu mencium dengan penuh perasaan, hingga membuat Latisha terbuai dan berakhir mengikuti permainan Saga. Membalas setiap lumatan dan juga hisapan laki-laki itu, hingga tak berapa lama mereka sama-sama melepaskannya begitu di rasa nyaris kehabisan napas.

Tangan Saga bergerak pelan mengusap sisa saliva dari bibir Latisha yang sedikit membengkak karena ulahnya. Tatapannya dalam, dan napasnya masih memburu.

Untuk beberapa saat mereka hanya saling mengunci pandangan. Sampai akhirnya Saga mengambil suara.

"Aku tahu, bukan aku yang kamu inginkan dalam pernikahan ini, Sha. Aku jauh berbeda dengan tipe kamu. Aku bukan Bang Gyan yang kamu cintai, aku bukan dia yang kamu harapkan. Aku Saga, remaja laki-laki yang mengambil alih tanggung jawab kakaknya. Tapi kamu perlu tahu, bahwa aku tidak menyesal menggantikannya. Aku tidak sama sekali keberatan menikahi kamu. Aku sadar aku belum cukup mampu untuk menjadi seorang suami. Tapi, Sha ... tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku layak menjadi suami kamu."

"Namun tentu saja aku butuh andil kamu. Jadi, Latisha ... kamu mau kan membantuku menjadi seorang suami yang pantas mendampingi kamu?" tanya Saga dengan sorot penuh keseriusan.

"Saga..."

"Aku memang belum mencintai kamu, Sha. Tapi aku yakin, tidak akan sulit untuk menjatuhkan hati kepada kamu. Sejak awal aku sudah mengangumimu, jadi tidak akan butuh waktu lama untuk aku jatuh cinta kepadamu. Please, jangan tutup hati kamu. Biarkan itu bergerak sebagaimana inginnya. Dan izinkan aku memasukinya."

***

Tbc ...

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang