Bagian 9

64.4K 5.4K 112
                                    

Happy Reading !!!

***

“Sha, besok ada acara lain selain ke sekolah?” tanya Saga menghampiri istrinya yang tengah berkutat dengan laptop dan lembar-lembar ulangan muridnya sejak satu jam yang lalu.

Selesai makan malam, Latisha yang tidak banyak bicara langsung masuk ke kamar dan menekuni pekerjaannya yang di bawa ke rumah. Sementara Saga yang tidak tahu harus melakukan apa memilih untuk menonton televisi, sebelum kemudian memainkan game dalam ponselnya untuk membuang kebosanan.

Saga terlalu bingung mengajak Latisha mengobrol mengingat perempuan itu terlalu serius. Belum lagi Saga tidak terlalu tahu pribadi istrinya. Saga takut salah dan malah membuat Latisha tidak nyaman dengan keberadaannya. Mungkin ia akan melakukannya perlahan, walau jujur, bingung juga harus memulai dari mana.

“Kenapa memangnya?” bukannya menjawab, Latisha malah justru balik bertanya, membuat Saga yang semula hanya berdiri di ambang pintu, melangkah masuk dan mengambil duduk di sisi ranjang, menatap Latisha yang begitu fokus pada kertas-kertas di depannya.

“Mobilnya mau aku pinjam, motorku masuk bengkel sore tadi. Besok ada ker—”

“Pakai aja,” selanya begitu saja, membuat Saga yang hendak menjelaskan menutup kembali mulutnya. Menatap lekat istrinya yang sama sekali tidak mengalihkan pandangan sejak tadi.

Latisha memang benar-benar sulit di tebak, dan jelas saja sulit didapatkan, meskipun kenyataan perempuan itu sudah Saga miliki dalam ikatan sebuah pernikahan. Namun hanya nama dan raganya yang bersanding, tidak dengan hatinya.

Saga benar-benar tidak tahu bagaimana cara meraih Latisha. Baru ingin mulai pendekatan saja Latisha sepertinya sudah membatasi dengan tembok yang membentang kokoh. Membuat siapa saja akan sulit meruntuhkannya.

Menghela napas pelan, Saga merebahkan diri di ranjang dengan ukuran king size tersebut, sesekali melirik pada Latisha yang sama sekali tidak memiliki tanda-tanda akan menghentikan pekerjaannya, membuat Saga bosan. Ia jadi berpikir bagaimana kakaknya bisa bertahan dengan perempuan sekaku dan secuek Latisha sampai lima tahun lamanya.

Latisha memang menakjubkan, apa yang ada dalam dirinya terlihat begitu sempurna, tapi dengan kecuekannya itu tidak menutup kemungkinan rasa bosan singgah seperti yang Saga rasa sekarang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa rasa penasaran lebih mendominasi hingga membuat Saga enggan berpaling dari sosok cantik di depannya.

“Sha, mau aku bantu gak?” tanya Safa menawarkan diri untuk membantu, namun segera di tolak lewat gelengan kepala oleh Latisha.

“Sedikit lagi selesai. Kamu lebih baik belajar jika memang belum mengantuk,” kata Latisha yang lagi-lagi tidak melirik ke arah lawan bicaranya.

Benar-benar sulit mengalihkan fokus perempuan itu. Membuat Saga sedikit tersinggung karena untuk pertama kalinya ia diabaikan oleh seorang perempuan. Istrinya pula.

“Belajar cukup di sekolah aja, Sha. Di rumah itu waktunya istirahat,”

“Memang. Tapi mengulang apa yang diajarkan di sekolah itu perlu agar kamu tidak lupa. Sebentar lagi ujian, Sagara! Sebaiknya kamu mulai belajar lebih giat lagi. Kembali buka buku kelas satu dan dua lalu pelajari lagi, agar kamu tidak terlalu kesulitan ketika ujian nanti.”

Saga sebal ketika Latisha bicara banyak mengenai sekolah dan belajar. Coba obrolan santai pun bisa sepanjang itu. Saga yakin ia tidak akan merasa bosan.

“Tenang aja, Sha, aku gak sebodoh itu kok,” ujarnya santai, dan itu sukses membuat Latisha yang semula sibuk dengan lembar ulangan murid-muridnya menoleh ke arah Saga.

“Benarkah? Kalau begitu coba kamu kerjakan soal ini,” Latisha memberikan lembar ulangan yang berada di mejanya kepada Saga yang sudah merubah posisi jadi duduk.

“Mal—”

“Kerjakan Saga!” tegas Latisha tidak ingin di bantah. Membuat Saga mendengus dan mengambil lembar ulangan di tangan Latisha dengan perasaan dongkol.

Saga benar-benar merutuki istrinya yang malah memberinya soal ulangan terkutuk tersebut. Padahal seharusnya kesenangan yang diberikan perempuan itu, mengingat status mereka yang sudah suami istri, bukan berstatus guru dan murid. Menyebalkan!

“Itu pelajaran SMP, seharusnya kamu bisa mengerjakan itu dengan mudah. Lima menit cukup bukan?”

“Sumpah, Sha! Ini bahkan bukan waktu sekolah,” dengus Saga tak habis pikir. Tapi Latisha hanya mengedikkan bahu acuh dan melanjutkan kembali pekerjaannya yang hanya tinggal sedikit.

“Jangan gunakan ponsel kamu, Sagara!”

Menggeram kesal, Saga melempar ponsel di tangannya dengan kasar, lalu melangkah menuju meja belajarnya yang berada di samping meja kerja Latisha, mengambil alat tulisnya dan mulai mengerjakan soal yang diberikan istrinya itu. Ini benar-benar menjengkelkan. Sungguh. Namun di tengah kekesalan Saga, ada senyum yang terukir di bibir Latisha meski itu tidak begitu lebar dan Saga tidak bisa melihatnya.

Sepuluh menit berlalu, Latisha sudah selesai dengan pekerjaannya. Meja yang berantakan segera di bereskan dan selanjutnya melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi sebelum siap merebahkan diri di ranjang, istirahat untuk kegiatan di hari esok.

Sudah lebih dari lima belas menit Saga mengerjakan soal-soal ulangan yang Latisha berikan, namun sampai sekarang belum juga ada tanda-tanda itu selesai. Di perhatikan sejak tadi, Latisha menghitung sekitar lebih dari sepuluh kali Saga mengacak rambutnya. Terlihat begitu frustrasi. Membuatnya geleng kepala dan berjalan menghampiri demi melihat sudah sampai mana cowok itu mengerjakan soal yang Latisha berikan.

“Kamu benar, kamu tidak sebodoh itu,” kata Latisha begitu melihat kertas ulangan yang masih dikerjakan Saga. Membuat laki-laki itu menyunggingkan senyum sombongnya, namun itu tidak bertahan lama sebab setelahnya Saga di jatuhkan dengan kalimat Latisha berikutnya. “Buktinya dari soal yang berhasil kamu isi sebanyak lima buah, hanya satu yang benar jawabannya. Dua puluh menit. Benar-benar jenius.”

“Ini pelajaran SMP, Sha!”

“Benar. Lalu?” sebelah alis Latisha naik menatap Saga yang masih duduk di tempatnya dengan kepala mendongak menatapnya dengan sorot jengkel.

“Aku udah lupa,” ucapnya seraya meringis pelan.

“Alasan kamu masuk akal. Lain kali aku buatkan kamu soal ulangan untuk pelajaran SMA.”

“Sha, sumpah ... cukup di sekolah aku di hadapkan dengan ulangan dan belajar. Kamu juga cukup di sekolah aja menjadi guru. Jangan di rumah juga,” Saga menggelengkan kepalanya, benar-benar frustrasi hanya sekedar membayangkan soal-soal yang akan di berikan istrinya itu. Saga tidak akan sanggup. Ia mengaku bahwa otaknya memang sebodoh itu jika mengenai pelajaran. Tapi ia tidak bodoh dalam memilih perempuan. Serius!

“Jadi istri aja cukup 'kan, Sha? Guruku di sekolah udah banyak.”

“Banyak, tapi untuk mengerjakan soal semudah itu saja kamu tidak bisa,” cibir Latisha memutar bola mata.

“Sumpah, kamu lama-lama ngeselin!” geram Saga menarik kuat lengan istri cantiknya dan langsung membungkam mulut Latisha sebelum sempat perempuan itu mengeluarkan jeritan keterkejutannya. Melumat habis bibir berwarna merah alami itu yang sudah sejak lama begitu Saga dambakan, namun baru kali ini ia berhasil mencicipinya dan jujur, ini begitu manis. Saga sampai mengerang saking nikmatnya, padahal tidak sama sekali ada balasan dari Latisha.

Perempuan itu masih bertahan dalam keterkejutannya dan semakin syok dengan apa yang Saga lakukan sekarang hingga sebuah gigitan kecil terasa dan itu membuat Latisha membuka mulut karena meringis, tapi itu di jadikan Saga kesempatan untuk lebih dalam mencium istrinya. Saga baru berhenti ketika Latisha memberikan pukulan-pukulan pelan di dadanya tanda perempuan itu kehabisan napas.

“Sa—”

“Manis,” ucap Saga menyela dengan kecupan ringan di bibir Latisha yang sedikit bengkak akibat ulahnya.

Wajah Latisha yang semula sudah memerah semakin merah mendengar kalimat Saga barusan. Dan jangan lupakan senyum laki-laki remaja itu yang seakan menghipnotisnya. Membuat protesan yang semula ingin dilayangkannya menyusut begitu saja.

***

Tbc ...

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang