Bagian 4

67.7K 5.3K 77
                                    

Happy Reading !!!

***

Tadinya Latisha mengira bahwa tinggal terpisah dengan orang tua, ia bisa memiliki kamar sendiri, sayangnya itu tidak berlaku karena ternyata rumah ini hanya memiliki satu kamar. Entah sengaja atau kebetulan, yang jelas Latisha tidak begitu menyukai satu hal ini. Namun mau bagaimana lagi ia juga tidak ingin jika harus tidur di ruang tengah, dan sialnya Saga juga tidak ingin mengalah. Benar-benar menyebalkan.

“Udah sih, Sha, lagian gak akan ada yang berani gerebek juga. Kita udah nikah kalau-kalau kamu lupa,” ujarnya begitu santai, membuat Latisha mendengus kesal. Namun tidak berusaha untuk menanggapi lagi. Ia memilih menata barang-barangnya di tempat yang seharusnya agar bisa segera istirahat.  Ia cukup lelah menghadapi hari barunya yang tidak begitu menyenangkan.

“Lapar gak, Sha?” tanya Saga ketika dirasa perutnya perih karena belum di isi sejak siang tadi. Saga ingat bahwa terakhir dirinya makan adalah pagi tadi, sementara ketika istirahat di sekolah ia hanya jajan batagor yang porsinya tidak begitu banyak, dan ketika pulang bukannya di beri nasi, istrinya malah sama sekali tidak peduli. Huh, nasib memang.

“Kamu mau masak?” Latisha menghentikan sekilas pekerjaannya demi menoleh pada Saga yang terbaring di ranjang.

“Gak usah mimpi!” delik Saga. “Aku mau beli. Lagian seharusnya kamu yang siapin aku makan. Aku suami loh?”

“Kamu gak liat aku lagi apa?”

Tidak lagi menanggapi, Saga bangun dari posisi tidurnya, meraih kunci mobil milik Latisha dan melangkah meninggalkan kamar tanpa mengatakan apa pun lagi. Membuat Latisha menaikan sebelah alisnya, lalu mengedik acuh dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia tidak ingin menghiraukan Saga yang tak jelas.

Latisha kebingungan saat tidak menemukan tempat lain untuk barang-barangnya yang masih tersisa mengingat ia hampir mengangkut semua yang ada di kamarnya terdahulu. Latisha tidak tahu bahwa kini ia akan berbagi tempat dengan Saga. Bukan hanya tempat tidur, tapi juga lemari dan sebagainya. Kini Latisha hanya bisa menghela dan menatap nanar barang-barangnya yang masih setia di kardus.

“Sha, makan!” teriakan dari arah depan menarik Latisha dari lamunannya, dan membuat perempuan itu menoleh seraya mendengus dengan ketidaksopanan Saga.

“Kalau manggil orang tuh samperin, bukannya teriak!” deliknya begitu datang menghampiri Saga yang sudah duduk di kursi ruang makan dengan bungkusan nasi di depannya yang sudah terbuka.

“Lama kalau harus jalan dulu ke kamar. Aku udah lapar banget,” katanya seraya menyuapkan nasi ke dalam mulut, tidak sama sekali menghiraukan Latisha yang mendengus.

“Besok masih cuti ‘kan?” tanya Saga ketika Latisha baru saja mengambil duduk di sampingnya.

“Kenapa?”

“Ada panggilan dari sekolah,”

Mendengar itu Latisha sontak mendongak. Nasi yang hendak di lahap kembali ia turunkan. “Bikin masalah apa?” tidak perlu bertanya mengenai panggilan apa yang datang dari sekolah, karena lima tahun berpacaran dengan Gyan tidak sekali dua kali Latisha mendengar Gyan yang harus datang ke sekolah Saga karena sebuah panggilan dari guru BK. Bocah itu biang onar. Latisha mengetahuinya.

“Aku gak bikin masalah,” elak Saga dengan santai.

“Oh ya? Lalu apa itu surat panggilan karena sebuah prestasi?” ejek Latisha yang tentu saja tidak mempercayai apa yang dikatakan Saga barusan. Gak bikin masalah. Ck, yang benar saja!

“Kamu sudah kelas tiga, Saga. Berhenti membuat ulah!”

“Ini yang terakhir, aku janji.” Ujarnya masih terdengar begitu santai. Saga seperti tidak begitu peduli dengan apa yang Latisha ucapkan.

“Berapa ribu janji yang sudah kamu katakan untuk alasan yang sama?” cibir Latisha seraya memutar bola matanya malas. “Aku tidak bisa. Minta saja Mama yang ke sekolah,” tambahnya melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Lagi pula Latisha memang enggan datang ke sekolah Saga, selain itu ada sesuatu yang harus dirinya lakukan.

“Gak bisa. Mama bisa ngomel kalau tahu aku dapat panggilan dari sekolah.”

“Kalau tahu begitu kenapa membuat ulah? Lupa kalau kakak yang selalu membela kamu itu melarikan diri?!” masih saja ada emosi ketika mengingat Gyan pergi dan meninggalkan pernikahan yang lama mereka impikan. Ah sepertinya hanya Latisha yang memimpikan dan mengharapkan itu. Karena jika Gyan sama menginginkannya tidak mungkin pria itu pergi meninggalkan pernikahannya.

Saga yang menyadari emosi itu memilih tidak menanggapi Latisha lagi. ia tidak mau memancing kemarahan istrinya, lebih-lebih dirinya yang nanti akan kena imbas. Saga sendiri belum tahu jelas perempuan seperti apa yang dirinya nikahi, karena selama ini ia hanya mengenal Latisha lewat kakaknya.

Tidak banyak obrolan yang terlibat diantara mereka karena Latisha sosok yang cukup tertutup. Hal yang membuat Saga penasaran, karena mendengar dari cerita kakaknya, Latisha terdengar begitu menakjubkan, sampai membuat Gyan begitu menggilai sosok kekasihnya. Tapi entah alasan apa yang berakhir membuat kakaknya itu pergi, meninggalkan pernikahan yang lama dinantikan.

Namun, meski begitu Saga tidak merasa terpaksa menggantikan Gyan menjabat tangan ayah Latisha dan mengucap ijab kabul yang sejujurnya tidak dirinya bayangkan dalam waktu dekat ini. Tapi malah justru langsung ia alami begitu saja. Tidak tahu juga dorongan dari mana sampai Saga mengusulkan untuk menggantikan kakaknya.

Ya, Saga sendiri yang mengusulkan itu ketika keluarganya dan keluarga Latisha sibuk memikirkan jalan keluar di tengah tamu undangan yang sudah berdatangan.  Tentu saja apa yang Saga usulkan mendapat pertentangan, terlebih dari kedua orang tuanya, tapi mau bagaimana lagi, mereka juga bertanggung jawab atas kekacauan yang terjadi akibat ulah anaknya. Jadi mau tidak mau pada akhirnya mereka merestui.

Meneliti wajah cantik Latisha, Saga mengakui bahwa perempuan itu tidak memiliki celah. Latisha amat cantik dengan kulit putih pucatnya. Matanya yang nampak polos tidak memperlihatkan bahwa perempuan itu berusia dua puluh enam tahun. Saga yakin ketika Latisha mengenakan seragam SMA semua orang tidak akan mengira bahwa perempuan itu seorang guru.

Awalnya juga Saga tidak mempercayai itu. Ketika sang kakak memperkenalkan kekasihnya, Saga mengira Gyan memacari gadis SMA, tidak tahunya Latisha justru seorang guru di salah satu sekolah ternama di kotanya. Dari sana Saga menemukan sisi menakjubkan perempuan itu, dan ia juga memaklumi kakaknya setergila-gila itu pada sosok Latisha. Namun satu yang tidak Saga sukai dari sosok cantik itu. Latisha terlalu kaku. Hal yang kadang membuat Saga bingung harus bersikap seperti apa pada calon kakak ipar yang berbalik menjadi istrinya sekarang.

Dunia begitu lucu ternyata. Tapi entah mengapa ada sisi yang Saga sukai. Saga hanya berharap bahwa rasa ini bukan sekedar sebuah penasaran. Karena Saga tidak yakin akan bisa tega menyakiti perempuan itu.

Ya, walau sadar bahwa yang perempuan itu cintai bukan dirinya. Melainkan kakaknya. Tapi Saga bertekad untuk mengalihkan rasa Latisha agar berbalik padanya.

***

tbc ...

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang