Bagian 8

68.7K 5.4K 117
                                    

Happy Reading !!!

***

Ketika pulang dari sekolah, Latisha masih melihat rumahnya sepi, dan kunci yang pagi tadi ditinggalkan masih tersimpan di tempatnya, membuktikan bahwa Saga memang belum pulang ke rumah. Padahal hari sudah cukup sore.

Tapi Latisha tidak mau ambil pusing. Saga masih remaja, main bersama teman-teman masih menjadi kesenangannya. Latisha tidak mau terlalu membatasi selama tidak melampaui batas yang sudah diberikannya.

Harinya memang tidak banyak berubah sebelum dan sesudah menikah, ia masih dengan aktivitas sebelumnya, mengajar lalu pulang. Bedanya sekarang ia harus menyiapkan makanan untuk dirinya dan suami. Beberapa minggu lalu kegiatan ini sudah ia bayangkan akan begitu menenangkan dengan senyum yang pastinya tak akan lepas dari bibir. Menyiapkan segala hal untuk suaminya, menunggu kepulangan suaminya dan mengisi waktu santai dengan menceritakan kegiatan masing-masing. Dalam bayangannya semua itu begitu indah dan membuat Latisha tak sabar untuk segera melakukan. Sayangnya kenyataan tak seindah itu.

Jujur, sejak hari pertama menyandang status seorang istri hingga hari ini, Latisha masih berharap bahwa apa yang terjadi adalah mimpi. Sosok Saga yang menjadi suaminya hanya sebuah mimpi buruk yang ketika bangun akan lenyap. Namun Latisha harus sadar bahwa semua memang benar-benar nyata. Ia memang bersuamikan seorang Sagara. Remaja SMA yang seharusnya menjadi adik iparnya. Ingin sekali ia menjerit menolak, tapi tentu tak bisa, Latisha hanya bisa terus meyakinkan diri bahwa ini sudah rencana Tuhan. Akan ada keindahan suatu saat nanti. Semoga.

Menghembuskan napasnya pelan, Latisha kembali melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri lebih dulu sebelum memasak. Memikirkan kenyataan yang tak sesuai membuatnya sesak dan merasa penat, ia butuh guyuran air dingin untuk menyegarkan pikirannya. Menghilangkan bayang masa depan dengan Gyan yang sudah sejak dulu tersusun, tapi tak sama sekali tercapai. Kecewa rasanya, tapi Latisha tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubahnya. Ketika sadar Gyan tak datang di hari pernikahan, sejak itu Latisha harus sadar bahwa Gyan bukan jodohnya. Bukan sosok yang Tuhan takdirkan untuk menemani sisa hidupnya.

"Yak Sagara!" teriak Latisha refleks ketika keluarnya dari kamar mandi bertepatan dengan masuknya Saga ke kamar. Bodohnya ia tidak begitu kencang mencengkeram handuknya hingga kain itu terjatuh dan menampilkan tubuh polosnya. Sial juga karena melupakan pakaian ganti. Terbiasa berganti di dalam kamar, ia lupa bahwa kini tidak lagi hidup sendiri. Benar-benar memalukan!

"Keluar Saga!" teriakan itu kembali meluncur sambil cepat-cepat meraih kembali handuknya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk menyembunyikan tubuh dan rasa malunya.

Saga yang syok pun langsung mengerjap, menatap pintu kamar mandi yang baru saja di tutup Latisha dengan cukup keras. Tidak ada kata yang keluar, tidak juga ada gerak yang diberikan, padahal sebuah perintah untuknya keluar sudah Latisha teriakan. Namun tubuh Saga kaku, ia terpaku di tepatnya setelah melihat apa yang menjadi keindahan sesungguhnya. Latisha.

"Sagara keluar!"

"Ok-oke aku keluar," gelagapan Saga menyahuti teriakan Latisha dari dalam kamar mandi, lalu melangkah keluar dari kamarnya dengan pikiran yang belum sama sekali dapat di bersihkan dan jantung yang berdebar kencang seperti tak berniat kembali normal. Entah ini diakibatkan karena keterkejutan atas teriakan dan bantingan pintu yang Latisha lakukan atau alasan lain yang masih Latisha menjadi sumbernya, yang jelas Saga menyukai debarannya.

Cukup lama berdiri di balik pintu yang tertutup, Saga kemudian mengangkat kepalanya yang semula menunduk ketika suara pintu terbuka masuk ke inderanya. Dan kini di depannya ada sosok cantik yang beberapa saat dirinya bayangkan, sudah lengkap dalam balutan pakaian rumahan yang nyaman. Namun kepalanya yang kotor malah melintas bayangan polos tubuh Latisha beberapa waktu lalu, membuat Saga susah payah menelan salivanya.

"Sha-"

"Minggir aku mau masak," menutupi kegugupan dengan wajah juteknya, Latisha mendorong Saga agar tidak menghalangi jalannya. Ia butuh pengalihan untuk menghindari rasa canggung dan malu akibat kejadian tadi.

Latisha benar-benar tidak lagi punya muka di depan Saga sekarang. Ia marah, kesal dan ingin sekali menendang Saga sejauh mungkin, tapi jelas tidak bisa sebab apa yang terjadi tadi adalah sebuah kecelakaan. Latisha tidak tahu Saga pulang dan pastinya Saga pun tidak mengetahui bagaimana keadaan Latisha saat itu. Semuanya jelas ketidak sengajaan. Tapi tetap saja Latisha malu karena untuk pertama kalinya tubuh polosnya di lihat orang lain. Sial!

Menyibukkan diri di dapur Latisha lakukan dengan memasak menu yang cukup rumit dan membutuhkan waktu tak sedikit. Semua dilakukan demi menghindari kecanggungan dengan Saga.

Sementara Saga sendiri berkali-kali menolehkan kepala demi melihat ke arah dapur, bukan penasaran pada sosok Latisha yang tengah malu, melainkan karena perutnya yang keroncongan meminta segera di kenyangkan. Sudah satu jam iya menunggu, tapi Latisha tidak juga kunjung mengajaknya makan. Bahkan aktivitas perempuan itu di dapur belum juga Saga lihat tanda-tanda akan usai.

Tak lagi sabar untuk makan, Saga berdiri dari duduknya yang tak nyaman, melangkahkan kaki menuju dapur dan melihat langsung apa yang sedang Latisha kerjakan.

"Sha, belum selesai ya?" Saga berdiri di tengah ruang dapur, menatap Latisha yang berdiri di depan kompor, namun sontak perempuan itu menoleh dengan sorot keterkejutan dengan raut merah yang menyebar hingga telinga, membuat Saga mengernyit bingung dengan reaksi yang diberikan istrinya. Terlalu berlebihan untuk kalimat Saga yang sederhana dan nada suara yang biasa.

"Eh, ka-kamu udah lapar?" tanyanya gelagapan, namun Saga memilih untuk tidak menghiraukan, ia bersikap santai walau jujur cukup merasa canggung.

"Iya. Masih lama gak?"

"Sebentar lagi," setelah memberi jawaban singkat itu, Latisha kembali berbalik menghadap masakannya yang memang hampir selesai.

Saga akhirnya mengangguk dan memilih untuk menunggu di meja makan sambil memperhatikan sosok Latisha yang seperti terbiasa dengan kegiatannya.

Memasak memang sering di sangkut pautkan dengan perempuan, tapi yang Saga tahu tidak semua perempuan bersahabat dengan kegiatan tersebut. Contohnya sang mama. Wanita berjasa yang sudah melahirkannya ke dunia itu tidak bisa memasak bahkan hingga sekarang memiliki dua anak yang sudah besar. Mama-nya berada di dapur hanya berperan untuk mencicipi, selebihnya hanya menonton sambil menunggu hidangan siap semua.

Saga tidak pernah memedulikan siapa yang masak, yang penting perutnya kenyang. Namun sekarang ia tidak menyangka bahwa akan melihat pemandangan dimana istrinya memasak untuk mengenyangkan perutnya. Jujur saja dari hal sederhana ini ada bahagia yang tak tergambarkan, dan ada hangat yang menyelusup menyentuh hatinya.

Lagi-lagi Saga menyayangkan sang kakak yang pergi meninggalkan hari pernikahannya. Menyia-nyiakan sosok perempuan yang begitu menakjubkan seperti Latisha. Namun dibalik semua itu ia justru beruntung, karena sosok itu adalah miliknya.

Saga mengakui bahwa ia mengagumi Latisha jauh sebelum hari ini, dan sepertinya itu juga alasan utama kenapa tanggung jawab kakaknya berani ia ambil alih. Saga tak rela Latisha dimiliki pria lain. Namun Saga masih belum yakin dengan perasaannya, ia tidak tahu ini keputusan yang benar atau justru salah. Menikahi Latisha yang memiliki usia jauh di atasnya ketika dirinya sendiri masih duduk di bangku sekolah. Saga takut jika suatu saat nanti akan mengecewakan Latisha, meski dalam hati ia tidak berniat melakukan itu. Tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan?

***

Tbc ...

My Brondong HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang