Happy Reading !!!
***
Kedua sudut Saga tersungging kala mendapati mobil istrinya berada di carport rumah. Ia tidak tahu istrinya itu menuruti ucapannya atau tidak, yang jelas Saga senang karena sepulangnya dari sekolah Latisha ada di rumah.
Bukan maksud ingin membatasi, hanya saja Saga tidak suka Latisha mencari keberadaan Gyan. Untuk apa? Sudah jelas-jelas dia meninggalkan pernikahannya tanpa sebuah alasan. Saga marah, sekalipun Gyan adalah kakaknya sendiri.
Sejak kecil ia begitu menyayangi kakaknya, menjadikan sosok itu panutan setelah ayahnya. Tapi Saga kecewa ketika tiba-tiba saja Gyan pergi meninggalkan tanggung jawabnya. Meskipun tidak begitu mengenal Latisha dan tidak melihat kesedihan berlebih dari perempuan itu, Saga tahu, Latisha terluka. Dan Saga tidak ingin perempuan yang sudah menjadi istrinya itu bertambah luka jika seandainya berhasil menemukan keberadaan Gyan dan mendapati alasan kepergiannya. Untung-untung alasannya dapat di maklumi dan di terima dengan baik, bagaimana jika itu justru melukai? Saga tidak rela Latisha menangis terlebih alasannya pria cupu semacam kakaknya.
Mengayun langkah memasuki kamar, Saga melihat di ranjang sana istrinya terbaring dengan laptop menyala menampilkan sebuah drama yang sepertinya tengah Latisha tonton sebelum kemudian perempuan itu ketiduran. Meyakinkan Saga mengenai Latisha yang tidak jadi pergi untuk mencari mantan calon suaminya.
Sampai sini saja Saga sudah bahagia. Ia tahu Latisha bukan sosok yang keras kepala. Latisha bukan tipe perempuan pembangkang. Dia tahu posisinya dan Latisha menghormati itu. Membuat Saga berjanji pada dirinya sendiri untuk melakukan hal yang sama. Meski sadar bahwa itu tak mudah untuk usianya yang masih memiliki kelabilan dan ego yang tinggi. Tapi Saga janji, ia akan berusaha. Saga tidak ingin membuat Latisha dan mamanya kecewa. Cukup abangnya, tidak dengan dirinya.
“Udah pulang?” Latisha mengerjap beberapa kali sebelum mengubah posisi tidurnya jadi duduk.
“Kok bangun? Ke ganggu ya?” ringis Saga merasa bersalah. Tapi Latisha justru menggeleng, tanda bahwa bukan itu alasan yang membuatnya bangun. Namun tidak ada niat untuk Latisha menjelaskannya.
“Udah makan belum?” tanyanya begitu sudah berhasil mengumpulkan kesadaran sepenuhnya. Gelengan menjadi jawaban yang Saga berikan, membuat Latisha turun dari ranjang. “Aku hangatin dulu makanannya.”
Tanpa menunggu jawaban Saga, Latisha melenggang keluar dari kamar sambil bergerak mengikat rambut panjangnya. Semua itu tidak lepas dari pandangan Saga yang kini masih memegang pakaian gantinya. Niatnya tadi Saga akan berganti di kamar mandi karena takut Latisha tidak nyaman. Tapi sepertinya niat itu ia urungkan sebab istrinya sudah tidak ada di sana.
Cepat-cepat Saga melepas seragamnya dan di ganti dengan kaus yang lebih nyaman. Setelah itu segera menyusul Latisha ke dapur. Memperhatikan gerak istrinya yang lincah di depan kompor, Saga tanpa sadar menarik senyumnya.
Entah sejak kapan ia suka dengan apa pun yang perempuan itu lakukan, karena jujur, Saga sering memperhatikan Latisha diam-diam ketika perempuan itu datang ke rumahnya bersama Gyan. Dan ia menyukai ketika Latisha menarik sudut bibirnya. Meski tipis, senyum Latisha tidak mudah Saga lupakan. Dan sekarang ia ingin menikmati itu lagi. Kalau bisa lebih lebar, sebab selama ini yang terlihat hanya senyumnya yang tipis-tipis saja, itu pun jarang. Latisha melakukannya seolah untuk formalitas saja di depan keluarga Gyan. Namun tidak ada formalitas yang setulus Latisha. Membuat Saga menyimpulkan bahwa mungkin calon kakak iparnya itu tidak bisa tertawa lepas seperti mama-nya, melihat wajah Latisha yang kaku itu. Tapi sekarang bolehkah ia berharap dapat menikmati senyum istrinya itu?
Heum, kira-kira hal apa yang akan membuat Latisha menarik kedua sudut bibirnya? Sepertinya Saga harus berusaha ekstra untuk itu.
“Makan Sa, jangan bengong aja.”
Mengerjap pelan, Saga kemudian menarik senyum saat mendapati Latisha sudah menyiapkan makan untuknya. Piring yang perempuan itu berikan sudah berisi nasi lengkap dengan lauknya.
“Kamu gak makan?” satu alis Saga terangkat ketika melihat Latisha hanya duduk tanpa mengisi piringnya.
“Aku udah makan tadi,”
“Kapan?” selidik Saga tidak ingin mudah percaya. Pasalnya Saga tahu perempuan itu makhluk yang pandai berbohong. Mulutnya bicara tidak tapi hatinya justru berdarah. Apalagi Latisha baru saja di tinggal calon suami, bisa saja ‘kan perempuan itu galau dan tidak selera makan.
“Sebelum tidur,” jawabnya tanpa ekspresi berarti, membuat Saga tidak tahu perempuan itu serius atau tidak. Namun yang jelas ia tidak akan suka jika sampai istrinya berbohong.
“Kenapa gak nunggu aku?”
Kali ini Latisha yang menaikan sebelah alisnya, menatap tak paham sosok di depannya. “Keburu lapar. Lagi pula aku gak tahu kamu akan pulang cepat,” tapi akhirnya Latisha memberikan jawaban.
Saga tidak lagi membalas karena alasan Latisha cukup masuk akal. Lagi pula ia juga tidak akan suka jika istrinya menunda lapar hanya untuk menunggunya. Ah, Saga memang benar-benar membingungkan. Tapi ya sudahlah, Saga pilih percaya saja, lagi pula ia tidak ingin membuat Latisha tidak nyaman karena sikap curigaannya.
Tidak butuh waktu lama untuk Saga menghabiskan makanannya, karena kurang dari sepuluh menit, piring yang semula penuh kini tandas, begitu pun dengan gelas berisi air mineral yang juga Latisha sediakan.
“Biar aku yang cuci,” katanya sambil mengambil piring bekas yang baru saja hendak Saga bawa ke wastafel.
Diam-diam senyum Saga terukir, tidak menyangka bahwa menikah ternyata begini rasanya. Saga tidak pernah berpikir akan bagaimana dirinya menjalani hari setelah mengambil alih tanggung jawab kakaknya, tapi ketika merasakannya selama dua hari ini, Saga merasa bahwa menikah tidak terlalu buruk, terlebih beristrikan seorang Latisha Arshavina. Selain cantik dan mandiri, rupanya Latisha bukan sosok yang egois. Perempuan itu bisa berperan walau pernikahannya tidak diinginkan. Tidak. Lebih tepatnya mempelainya yang beda dari yang diharapkan. Saga benar-benar menyayangkan sang kakak yang kehilangan istri sepotensial Latisha. Namun dirinya beruntung sebab ia yang mendapatkan perempuan itu.
“Kita bicara sekarang,” kata Latisha begitu kembali duduk di kursi yang berhadapan dengan Saga yang terhalang meja makan yang tidak begitu lebar.
“Aku tidak menolak pernikahan ini, tapi juga belum bisa menerimanya. Kamu tahu ini tidak mudah,” Latisha menggelengkan kepalanya pelan. Dan Saga tahu itu. Semua yang terjadi tidak mudah untuk Latisha terima.
Saga sudah merasa cukup dengan perempuan itu tidak menolak pernikahan ini. Untuk urusan menerima, Saga yakin suatu saat nanti perempuan itu akan menerimanya. Semua hanya soal waktu dan Saga tidak akan hanya diam. Ia akan membuat Latisha berakhir menerimanya.
“Sesuai apa yang kamu mau, aku tidak akan mencari Gyan. Tapi aku juga minta satu hal kepadamu. Jangan bawa siapa pun ke rumah ini. Aku tidak berniat menyembunyikan status kita, tapi aku tidak mau jika kamu sengaja mengumbar. Usiamu yang masih pelajar tidak lantas harus membuatku memaklumi apa yang kamu lakukan. Aku akan tetap memberimu peringatan dan larangan. Aku tidak suka sebuah pengkhianatan, sekalipun diantara kita masih belum ada perasaan. Jika kamu memiliki kekasih, mau tidak mau kamu harus meninggalkannya. Keputusan menikah kamu yang mengambil, maka jangan salahkan aku jika meminta ini. Aku tidak akan melarang kamu berteman dan menghabiskan waktu bersama teman-temanmu, tapi dengan satu catatan tidak boleh pulang larut malam apalagi sampai tidak memberi kabar. Uang jajan kamu ada di aku, begitupun untuk kebutuhan sekolah, kamu bisa memintanya padaku. Tapi jangan coba-coba menipuku demi mendapat uang jajan lebih. Jangan juga meminta pada orang tua kamu karena Mama dan Papa sudah menyerahkan semuanya kepadaku. Sampai di sini kamu paham?”
Saga yang sejak tadi mendengarkan membawa kepalanya untuk mengangguk, meskipun sebenarnya cukup keberatan dengan bahasan uang jajan. Ia terbiasa menghamburkan uang. Membeli apa pun yang dirinya inginkan karena selama ini orang tuanya tidak pernah mempermasalahkan pun dengan kakaknya.
Di jatah seperti ini Saga tidak yakin bisa. Tapi mau bagaimana lagi, sekarang semuanya di bawah kendali istri. Saga harus sadar diri, mencukupi Latisha belum mampu dirinya lakukan, jadi jalan tengahnya yaitu mematuhi. Menerima berapa pun yang Latisha beri, meskipun tahu bahwa apa yang Latisha keluarkan untuknya milik orang tuanya sendiri. Ya sudahlah, Saga pasrah saja hidup hemat mulai sekarang.
***
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brondong Husband
General FictionLatisha tidak pernah menyangka bahwa calon suaminya akan melarikan diri di hari pernikahannya, membuat Saga yang seharusnya menjadi adik ipar, mengambil alih tanggung jawab kakaknya. Sejujurnya Latisha lebih memilih batal menikah, sebab menikahi seo...