Asya menangis di balik tembok kelas 12 IPS 2. Asrama putri, Kejadian ini bukan sekali dua kali. Melainkan beberapa kali. Keluh kesah yang Asya terima selalu bertubi-tubi, masalahnya setiap hari selalu ada. Entah sampai kapan Asya harus menerima hidup yang pedih ini.
Dari kejauhan Adam mengejarnya hingga ke sudut ruangan. Ya, Adam memang mengikuti Asya karena takut jika dia nekat bunuh diri atau sejenisnya. Adam mendekati Asya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
“Assalamualaikum!”
Asya menoleh. “Mau apa lo kesini? Pergi! Gue nggak butuh dikasihani sama lo!” Suara Asya mulai meninggi. Adam hanya bisa mengukir senyum manisnya saja, ia duduk di kursi kelas 12 IPS 3. Bersebelahan dengan kelas IPS 2 asrama, yang sudah disediakan. Kemudian tatapannya beralih pada Asya yang masih menangis sesenggukan.
“Percuma kamu nangis. Toh semuanya juga sudah terjadi, mending sekarang. Kamu berwudhu dan minta perlindungan dari Allah,” Saran Adam membuka kitab tafsiran yang biasa dia kaji.
“Wudhu? Apa tuh wudhu?” tanya Asya bingung.
Adam menaikan satu alisnya bingung. Jaman sekarang masih ada orang yang tidak tahu apa itu Wudhu? Adam kaget dengan gadis satu ini. Asya mengetuk-ngetuk dagunya berpikir.
“Wudhu itu adalah membersihkan diri. Biasa dilakukan untuk apa saja, entah itu mengaji, entah itu mau beribadah solat. Membaca Alquran dan lain-lain. Dan saya sarankan agar kamu berwudhu, sholat dan berdo'a kepada Allah. InsyaaAllah Allah akan mendengarkan do'a kamu, karena Allah tidak pernah tidur. Walau sedetik pun.” Adam menatap Asya sungguh-sungguh, berharap amanahnya bisa ia turuti.
Asya mengangguk dan berlari ke arah pondok Santriwati. “TERIMA KASIH USTADZ!” teriak Asya melambaikan tangannya.
Adam menggelengkan kepalanya. Lalu seulas senyum pun terbit dari bibirnya, tanpa mereka sadari Gerald dan Syifanya mendengarkan percakapan mereka. Mereka tersenyum kecil melihat Adam bisa membawa Asya ke ajaran yang baik. Dengan begini mereka bisa tenang untuk menitipkan Asya di pesantren.
“Semoga Asya bisa jadi anak yang baik ya Pah, Mamah berharap Asya bisa bahagia di sini,” Syifanya memegangi tangan Gerald erat.
Papah juga berharap seperti itu.
***
Saat masih subuh Asya mengikuti kajian di masjid. Saat dirinya ingin kembali ke asrama putri, tiba-tiba sendal yang ia pakai tidak ada di sana. Asya mencari sendal itu ke sudut manapun, namun tak kunjung juga menemukannya. Kebetulan beberapa Santriwan lewat ke arahnya. Dengan sangat tidak sabaran, Asya mencegat mereka.
“Ehhh tunggu dong. Aku mau minta tolong nih!” teriak Asya menghampiri para Santriwan tersebut.
“Minta tolong apa ya Ukhti?” tanya salah satu Santriwan yang lewat.
Asya melirik nametag orang itu. “Sendal gue hilang, bisa tolong bantuin nggak?” tanya Asya ragu-ragu.
Santriwan yang bernama Adnan itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dengan cara apa ia harus mencarinya? Tanpa pikir panjang lagi, Santriwan itu mencari sendal Asya kemana pun itu.
Tak lama kemudian ada Adam yang baru saja selesai shalat, berjalan melewatinya. Karena penasaran, ia pun berhenti di gerbang dekat masjid.
“Nyari apa Nan?” tanya Adam bersedekap.
“Anu Ustadz, tadi Ukhti Asya kehilangan sendal. Saya kebetulan lewat asrama putri, dan dia minta tolong buat nyariin sendalnya.” Adnan menceritakannya kepada Adam, mengapa ia berada di dekat masjid padahal harusnya sudah berada di asrama putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]
Teen FictionKisah seorang Gadis nakal yang minim akan ilmu agama. Perkenalkan Asyana Viola Ganlades. gadis yang masih berusia 18 tahun, yang terpaksa masuk ke dalam lingkaran penjara suci oleh kedua orang tuanya ke pesantren Al-Munawaroh. ketika Asya disana ia...