Dari kemarin malam, senyuman Adam tidak luntur sama sekali. Apalagi saat mengingat betapa baiknya Asya akhir-akhir ini, menjadi wanita penurut dan memperbanyak sabar daripada marah-marah, seperti biasanya. Asya memang sudah mulai berubah sejak kejadian dua hari yang lalu, dimana dirinya ditinggalkan oleh kekasihnya yang memilih perempuan lain, ketimbang dirinya.
Tetapi Adam bersyukur, karena Asya tidak memiliki hubungan dibelakangnya lagi. Dan bahkan sekarang, ia sudah mulai terbuka dengan apa yang dilakukannya. Jika Adam bertanya 'mengapa kamu menceritakan semua kegiatan yang kamu lakukan terus menerus?' maka Asya akan menjawab, 'aku sudah lelah dengan kehidupan yang tertutup.'
Dan dari sanalah, rasa kepercayaan keduanya timbul. “Nanti siang, kamu mau dibawain apa?”
Adam menoleh ke arah Asya yang kini memandangnya, menunggu jawaban. “Hah? Maksudnya?”
Asya menghela nafas panjang. Sepertinya Adam tidak mengerti apa yang ucapankannya barusan. “Aku tanya, nanti siang mau aku bawain apa? Makan siang di kantor 'kan?”
“Emang nggak papa? Bukannya kamu orangnya malesan ya? Apalagi datang ke kantor papah kamu sendirian tanpa Trisna yang selalu menemanimu,” ucap Adam memasukan sepotong roti sebagai sarapan paginya.
Bibir Asya tiba-tiba manyun beberapa senti. “Itu 'kan dulu, sekarang beda lagi. Lagian aku 'kan istri kamu. Kewajiban istri adalah melayani suaminya, dimanapun dan kapanpun dia berada. Gitu 'kan?”
Adam menghela nafas panjang. “Iya memang benar seperti itu, tapi kamu harus kuliah, Sya. Saya tidak mau pendidikan kamu terganggu hanya karena adanya saya sebagai suami kamu.”
Asya menggesernya kursinya mendekati Adam. “Ya ampun Adam ... aku kuliah nggak sampai satu hari satu malam, aku bisa kok ngantar kamu makanan disaat jam istirahat."
“Tidak, itu merepotkan,” ucap Adam mencegah Asya untuk melayaninya disaat jam kerja, dan begitupun sebaliknya. Adam tidak mau kuliah istrinya itu terganggu karena harus mengantar makanan ke kantor Adam yang lumayan jauh dari kampus, tempat kuliah istrinya.
Asya memutar bola matanya jengah, lalu memakan makanannya tanpa melihat ke arah Adam kembali. Pada saat itu juga Asya beranjak dari duduknya, mempersiapkan barang-barangnya yang akan dibawanya ke kampus.
*****
Asya berjalan cepat meninggalkan Adam yang masih di dalam mobilnya. “Sya! Nggak mau pamitan dulu sama saya?!”
Mendengar teriakan Adam, Asya pun membalikkan badannya. Lalu berjalan kembali, menghampiri mobilnya yang terparkir di depan gerbang kampusnya. Asya mengambil uluran tangan Adam seraya berucap, “Assalamualaikum.”
“Wa'alaikumsalam. Semangat kuliahnya,” ujar Adam mengusap puncak kepala Asya lembut.
“Hmm,” balas Asya cuek.
Adam tersenyum tipis melihat tingkah istrinya yang seperti itu. Entah apa penyebabnya, sehingga Asya bersikap cuek kembali dengan dirinya. Ketika Adam ingin memanggil Asya, tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri istrinya yang Adam kenal sebagai sahabat kecilnya, siapa lagi kalau bukan Trisna?
Mengetahui hal itu, Adam melajukan mobilnya, meninggalkan Asya yang mengobrol bersama Trisna di dekat gerbang, halaman kampus.
“Widihhh yang di anterin laki, mukanya kusut amat dah, kurang kasih sayang, Mbak?” Goda Trisna menyenggol lengan Asya, sengaja.
Asya menatap sahabatnya dengan sinis. “Diem deh, Na. Gue tuh lagi nggak mood buat bercanda.”
Trisna menautkan kedua alisnya bingung. “Lo kenapa sih? Gue lihatin dari tadi sensi amat, lagi pms?”
“Nggak,” ketus Asya dengan nada kesalnya.
“Kalau bukan pms. Terus apa?”
Asya menghembuskan nafasnya lelah. Mereka duduk di taman dekat perpustakaan. Melihat orang-orang yang berjalan tidak tentu arah, Asya mengusap wajahnya kasar. “Gue tuh kesel sama Adam. Masa katanya gue nggak boleh bawa makanan buat dia? Padahal gue istrinya loh. 'kan lo tau, sebagai istri yang baik. Seorang istri wajib melayani suaminya dimanapun dan kapanpun itu, tapi Adam? Dia malah larang gue ini-itu.”
“Ha? Ha ... ha ... ha ... gue kira apaan, ternyata masalah Adam toh,” ejek Trina tertawa terbahak-bahak.
Asya mendengkus sebal. “Lo ngapain ketawa sih, Na? Nggak ada yang lucu deh, perasaan.”
“Iya, emang nggak ada yang lucu. Tapi muka lo yang lucu ha ... ha ... ha!” Trisna semakin mengeraskan tawanya membuat Asya ingin menyumpal mulutnya menggunakan dedaunan yang berada di dekatnya.
“Resek lo, Na!”
Asya mendorong Trisna hingga tubuhnya hampir terjatuh ke bawah tanah. Tetapi untung saja ada pohon jambu yang berada dibelakangnya, sehingga Trisna terselamatkan oleh dorongan yang Asya berikan sebelumya.
“Astagfirullah, Sya. Gimana kalau gue jatoh?” alibi Trisna seraya mengelus-elus dadanya, sabar.
“Sukurin!”
_________________________________________
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]
Teen FictionKisah seorang Gadis nakal yang minim akan ilmu agama. Perkenalkan Asyana Viola Ganlades. gadis yang masih berusia 18 tahun, yang terpaksa masuk ke dalam lingkaran penjara suci oleh kedua orang tuanya ke pesantren Al-Munawaroh. ketika Asya disana ia...