[09]

5.6K 319 3
                                    

Adam memasak di dapur dengan lihai. Seharusnya Asya yang melakukan ini semua. Namun, Adam tidak tega untuk membangunkan Asya yang sedang tertidur pulas di kamarnya. Mungkin Adam harus extra cepat dalam hal mengerjakan pekerjaan rumah. Selain Asya malas, Asya juga tidak pernah membantu Adam bekerja di dalam rumah.

Adam mencicipi makanannya dan menaruh masakan itu ke piring Asya dan juga dirinya. Adam berjalan menaiki tangga, tujuannya membangunkan Asya untuk sarapan bersama. Sesampainya di kamar, terlihat istrinya yang sedang memakai piyama yang lumayan tipis, Adam segera menepis jauh-jauh pikiran kotor yang berada di dalam pikirkan.

Adam berjalan mendekati Asya yang sedang menyisir di meja rias. “Sebelum berangkat ke kampus. Sarapan dulu Sya, kamu suka lupa kalo udah ke kampus. Makan siang pun kamu jarang-jarang 'kan?”

Asya menghela napasnya panjang. “Iya deh suami!” teriak Asya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

Adam terkekeh melihat ekspresi Asya yang sangat bodo amat dengannya. “Andai kita saling mencintai satu sama lain.” gumam Adam tanpa sadar.

Setelah Asya selesai dengan ritual mandinya. Ia segera turun ke bawah untuk sarapan bersama Adam. Ada sedikit malu dengan Adam, karena seharusnya dia yang memasak bukan suaminya. Malahan Asya sempat berpikir kalau kehidupan sama seperti dunia terbalik.

Saat Asya ingin melahap makanannya. Tiba-tiba Adam berdehem pelan sambil berkata, “Ekhemm. Baca do'a dulu, takutnya nanti nggak berkah.”

Asya berdecak sebal. Dengan segera ia membaca do'a sebelum makan. Saat ingin memasukkan makanan itu ke mulutnya tiba-tiba ... “Minum dulu, Sya. Baru makan.”

Dan saat itu juga Adam mampu membuat Asya hilang kesabarannya. “Sebenarnya mau lo apa sih!”

“Menjadikan kamu agar menjadi istri yang baik.” Adam berbicara spontan. Tanpa memikirkan perasaan Asya yang bungkam karenanya.

Asya duduk tak menyahut. Setelah itu, ia berpamitan untuk ke kampusnya sendirian. Entah kenapa, ucapan Adam terngiang-ngiang di pikirannya.

'Menjadikan kamu agar menjadi istri yang baik.'

Asya mengacak rambutnya frustrasi. “Kenapa omongan Ustadz Adam gue pikirin mulu sih, padahal kan cuma bikin gue lebih baik. aghhh ... Coba aja gue belum nikah. Mungkin gue udah main sekarang,” gerutu Asya berjalan menuju kelasnya.

****

“Sya, gawat!” teriak Trisna dari arah kantin. Ya, selesai dari kelasnya Asya langsung ke kantin untuk mengisi perutnya. Namun saat enak-enakan meminum jus buah. Tiba-tiba Trisna datang mengagetkan Asya.

“Gawat? Gawat apaan dah?” tanya Asya bingung. Kini ia menutup jus buah itu hingga tandas. Maklum lah, Asya memang haus sedari tadi karena mengomel-ngomel dirinya sendiri.

Trisna duduk di sebelah Asya dan meminum jus buah itu tanpa memintanya terlebih dahulu. “Gawat ini, Sya. Darren! Darren udah pulang dari Amerika!”

Uhuk... Uhuk....

Asya yang sedang meminum es buahnya pun tersedak. Kenapa ia tidak tahu kalau pacarnya akan pulang ke Indonesia? Tiba-tiba Asya teringat dengan statusnya sekarang yang sudah mempunyai suami. Asya mengguncangkan lengan Trisna mencari solusi. “Na, gimana dong, kalau Darren tau gue udah nikah? Dia bakalan putusin gue. Lo tau kan Na, gue sayang banget sama dia. Please Na. Kasih solusi!”

Trisna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aduhh Sya, mana gue tau? 'Kan yang pacaran lo, bukan gue. Udah deh, saran gue lo putusin Darren. Lagian lo udah punya Ustadz Adam.”

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang