[28] End.

8.4K 368 15
                                    

Seiring berjalannya waktu Adam dan Asya sama-sama menjalankan rutinitasnya layaknya suami-istri pada umumnya. Terkadang keduanya bertengkar hanya karena masalah sepele, lalu seterusnya mereka akur kembali. Seperti hari ini, keduanya sama-sama tertawa karena bercerita waktu dulu awal mereka bertemu sampai sekarang.

"Ha ... ha ... ha ... bener banget, dulu aku nggak suka banget sama kamu. Apalagi kalau kamu nyuruh aku sholat, habis itu baca Qur'an. Dan sialnya aku nurutin suruhan kamu, ya walaupun nggak ngerti sih apa tujuan kamu waktu itu."

Adam menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu ini, padahal saya sudah jelaskan kalau Al-Qur'an itu pedoman hidup. Dan kita sebagai umat Islam, wajib mengetahui, memaksa, menghafal ilmu tadjwidnya, dan melaksanakan yang diperintahkannya."

Asya menganggukkan kepalanya. "Iya, makasih ya. Udah buat aku sadar dan buat aku menjadi lebih baik dari sebelumnya, aku akan belajar mengamalkan Al-Qur'an. Sesuai yang kamu ajarkan dalam syariat islam."

Seulas senyuman terbit dibibir tipisnya. Adam tidak menyangka kalau akhirnya mereka akan bersatu, dan akan sebahagia ini. Padahal dulu mereka selalu berbeda pendapat. Namun satu keyakinan yang membuat Adam tersadar. Cinta, dan keberanian akan hadir dalam suatu perjalanan.

"Hijrahmu adalah hijrahku juga, tanggung jawabmu adalah tanggung jawabku juga. Bahkan hidupmu adalah hidupku juga," ucap Adam menatap manik mata Asya semakin dalam.

Keduanya sama-sama diam sehingga tanpa sadar Adam mendekatkan wajahnya, tepat di hadapan Asya. Tahu dengan situasi tersebut, Asya pun memejamkan matanya dan mereka pun larut dalam malam keistimewaan cintanya.

****

Pagi hari pun kian mendatang, Asya sudah mulai terbiasa menyiapkan sarapan dan berbagai pekerjaan rumahnya secara mandiri, Asya kini berbeda jauh dengan Asya yang dulu. Bahkan kedua orang tuanya pun salut akan perubahan anak perempuannya kali ini. Dan itu semua karena Adam, lelaki itu dapat menuntun istrinya ke jalan yang lebih baik dari sebelumnya.

"Sya. Nanti siang kamu sibuk?" tanya Adam memeluk Asya dari belakang, hal itu ia lakukan setelah keduanya sudah mengungkapkan rasa cintanya sejam kemarin malam.

Asya tersipu malu karena Adam mengeratkan pelukannya di perut ratanya. "Nggak, emangnya kenapa?"

Adam tersenyum tipis. "Saya mau ajak kamu jalan-jalan, mumpung pekerjaan saya tidak menumpuk saat ini. Bagaimana?"

Asya memutarkan tubuhku menghadap ke arah suaminya. "I-iya aku mau."

Adam mencium kening Asya gemas. "Ya sudah, nanti siang saya jemput di rumah. Sekarang saya mau pergi ke kantor untuk memeriksa."

Asya menganggukkan kepalanya patuh. Adam pun keluar dari rumahnya, sebelum berpamitan ia mencium kening istrinya lama, begitupun dengan Asya yang meraih tangan Adam untuk mencium punggung tangannya.

***

Tak butuh waktu lama, siang pun kembali menyapa. Seperti yang dikatakan Adam tadi pagi, ia akan membawa istrinya jalan-jalan. Mengelilingi jalan Jakarta hingga petang hari.

"Udah mulai sore, kamu mau pulang sekarang?" tanya Adam membelai pipi istrinya yang sibuk menatap pantai dan matahari yang mulai terbenam.

"Baru jam lima, belum magrib. Lagian aku pengen lihat senja, kita bisa shalat di mushola deket pantai nanti," jawab Asya yang masih fokus dengan matahari indahnya.

Adam menganggukkan kepalanya, biarlah Asya menghabiskan waktunya seharian ini untuk memandang pantai. Karena ia sudah lama tidak keluar rumah, dan Adam tahu betul kalau Asya butuh kehidupan diluar rumah.

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang