Asya dan Adam berjalan beriringan ke taman anak-anak menuju Trisna - sahabatnya, yang kini tengah bercanda gurau dengan seorang laki-laki yang membelakangi tubuhnya. Asya menepuk pundak Trisna membuat sang empu berlonjak kaget atas kedatangan secara tiba-tiba.
Bugh.
"Astagfirullah!" kaget Trisna mengelus dadanya sabar.
Asya menatap sahabatnya sinis. "Ngapain lo disini, mana sama cowok lagi. Gila ya, udah punya yang baru, lupa sama temen sendiri."
Trisna menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Bukan lupa, Sya. Kemarin gue mau main ke rumah lo, tapi gue lihat lo sama Adam lagi mesra-mesraan di dalem rumah. Jadi ya gitu, gue balik aja karena nggak mau ganggu momen berdua kalian. Makanya sekarang gue nggak ngajakin lo main."
Asya menjadi salah tingkah saat mendengar penjelasan dari Trisna. Apalagi disana bukan hanya dirinya dan Trisna saja, melainkan ada Adam dan juga laki-laki yang tidak dikenalinya.
"Hanya karena itu, lo nggak ngajakin gue main lagi?" tanya Asya merubah raut wajahnya menjadi datar kembali.
"Bukan karena itu sih, tapi---."
"Tapi karena udah ada dia 'kan?" Potong Asya melirik laki-laki bertubuh jangkung yang kini bersebelahan dengan suaminya. Laki-laki tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya pelan.
"Sya!" tegus Trisna tersipu malu.
Asya tertawa renyah melihat wajah Trisna yang kemerah-merahan, menahan malu. "Udah nggak usah salting gitu kali. Tenang aja, gue nggak akan halangin hubungan kalian, kok. Tapi inget ya, pacarannya yang waras, jangan ngelewatin hukum agama."
Trisna dan laki-laki itu saling pandang sesaat, sebelum laki-laki menjawab. "Kamu doakan saja supaya iman saya tidak goncang dengan kecantikan yang dimilikinya."
Asya menatap laki-laki itu tajam. "Awas aja kalau lo apa-apa temen gue, enyah lo---."
"Ekhem! Sebaiknya kita pulang saja, Sya. Sepertinya taman ini tidak cocok kamu bermain." Adam menarik tangan Asya menjauhi Trisna bersama laki-laki itu, mengakibatkan ucapannya terpotong sebelum ia menyelesaikannya terlebih dahulu.
Ketika sudah lumayan jauh. Asya menghentakkan tangannya sedikit kasar, karena kesal. "Kamu kenapa sih?! Main tarik-tarik aku gitu aja? Sakit tau."
Adam meraih tangan Asya yang kemerah-merahan akibat genggaman tangannya yang terlalu keras. "M-maafkan saya, jujur saya tidak sadar dengan perlakuan saya barusan. Mana yang sakit? Biar saya obatin."
"Pake apa?" tanyanya polos.
"Tiupan cinta," jawab Adam diiringi dengan senyuman jahilnya.
Asya mencubit perut suaminya. "Basi!" Lalu ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Nggak sakit-sakit amat, kok ... sekarang jelasin, kenapa narik-narik aku tanpa alasan?"
Adam menghela napasnya panjang. "Saya tidak suka kamu berbicara banyak dengan laki-laki tadi, meskipun dia pacarnya sahabat kamu. Tetapi saya bisa merasakan tatapannya berbeda ketika melihat kamu. Dan saya tidak mau, kamu juga merasakan apa yang dirasakannya ketika kalian beradu argumen."
Asya terdiam. Mencerna ucapan Adam barusan, tersadar apa yang diucapkan suaminya, ia pun tertawa terbahak-bahak. "Ha ... ha ... Jadi, kamu cemburu?"
Adam membuang wajahnya ke arah lain, tidak ingin menatap wajah konyol Asya. "Tidak. Saya cuma tidak suka cara dia menatap kamu dalam seperti tadi. Hanya itu saja, sungguh."
Asya menyenggol lengan Adam. "Massa? Hanya itu? Nggak ada yang lain apa? Aku nggak yakin deh, karena kamu ngomong aja ke samping. Nggak natap aku kayak biasanya."
Adam mendengkus. "Tidak Asya, disini tempat umum. Tidak baik membicarakan panjang lebar ditempat ramai seperti ini, dan kenapa kita harus membahas orang tatap-tatapan? Bukannya kita akan bermain. Keburu sore loh, Sya."
"Ehh iya, tuh 'kan. Gara-gara kamu sih, pake drama cemburu-cemburuan segala, jadi waktu kita sedikit lagi 'kan? Sebentar lagi juga sore. Udah waktunya pulang," gerutu Asya merasa kesal dengan Adam yang malah santai-santai mendengar ucapannya.
"Salah sendiri, main ngobrol sama dia segala," balasnya dengan nada rendah. Namun, Asya melihat ada kecemburuan dimatanya.
Karena tidak mau membuang-buang waktu lagi Asya segera menarik tangan Adam, meninggalkan taman anak-anak. "Mending kita ke sana yuk, aku mau main ayunan kayak anak-anak. Di rumah 'kan nggak ada ayunan. Mumpung kita kesini, jadi main ayunan dulu, yuk!"
Adam menganggukkan kepalanya. Mendekati ayunan yang tergantung di bawah pohon rindang. Ketika Asya ingin menduduki ayunan tersebut, tiba-tiba ada ibu-ibu hamil yang duduk di ayunan tersebut dengan tangan yang menuntun satu anak laki-laki berumur empat tahunan.
"Yah ... keduluan," keluh Asya cemberut.
Bocah empat tahun yang mendengarnya pun menoleh ke samping. "Maaf ya, kak. Mama kecapean, katanya mau istilahat dulu. Kacian dedek aku di pelutnya Mama, dali tadi jalan-jalan telus."
Asya yang tadinya cemberut pun mengembangkan senyumannya. "Nggak papa kok, Dek. Kakak bisa cari ayunan lain."
Ibu-ibu hamil itu mengusap kepala anaknya, menatap Asya tidak enak. "Maaf ya neng, ayunannya saya dudukin. Habisnya saya sesek dari tadi jalan-jalan mengelilingi taman, sama anak saya."
Asya tersenyum tipis. "Nggak papa, kok. Saya 'kan bisa duduk di ayunan belakang. Ya sudah, saya ke sana duluan ya Bu ..."
"Iya, hati-hati neng," ucap ibu-ibu tersebut menatap kepergian Asya diikuti oleh Adam dibelakangnya.
Adam mengenggam tangan Asya. "Subhanallah, saya baru lihat ketulusan hati kamu, Sya. Jarang-jarang loh kamu mau ngalah sama orang, biasanya kamu ngomel-ngomel dulu, baru berusaha dapetin apa yang kamu mau."
Asya menoleh ke arah Adam. "Itu beda, aku ngomel-ngomel juga pilih-pilih nggak semua orang aku omelin. Lagian ibu-ibu tadi kasian tau, dia lagi hamil."
Adam menganggukkan kepalanya, membenarkan. "Benar juga. Kasian, dia lagi hamil."
Asya menganggukkan kepalanya. "Iya ... jadi mau hamil juga deh."
Adam menghentikan langkahnya, membuat Asya mengikutinya. Berdiam ditengah-tengah taman yang dihiasi dengan berbagai bunga-bunga, Adam menautkan kedua alisnya. "H-hamil?"
Asya mengatupkan bibirnya rapat-rapat, ia memejamkan matanya, menggerutuki kebodohannya. Sudah dua kali Asya berucap random di hadapan suaminya, dan kini Asya malu. Malu karena sering meminta yang aneh-aneh ketika bersama Adam di sampingnya.
"I-iya hamil, emang kamu nggak mau aku hamil?" tanya Asya dengan ragu.
Adam menghela napas panjang, sebelum berkata demikian. "Bukannya tidak mau. Saya sangat ingin kita mempunyai keturunan, tetapi waktunya belum tepat."
"Belum tepat? Maksudnya?" tanya Asya kebingungan.
Adam terdiam kaku, membisu, dan kehilangan kata-kata. "T-tidak."
________________________________________
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]
Teen FictionKisah seorang Gadis nakal yang minim akan ilmu agama. Perkenalkan Asyana Viola Ganlades. gadis yang masih berusia 18 tahun, yang terpaksa masuk ke dalam lingkaran penjara suci oleh kedua orang tuanya ke pesantren Al-Munawaroh. ketika Asya disana ia...