[13]

5.1K 292 0
                                    

Semalam ini Asya tidak bisa tidur karena memikirkan Darren yang sudah seharian tidak mengangkat teleponnya, ataupun membalas pesannya. Asya khawatir kalau Darren akan pergi ke Amerika, seperti dulu. Meninggalkan kenangan pahit yang diberikan Darren kepadanya.

Dan Asya tidak mau hal itu terulang lagi. Meskipun matanya terasa perih akibat melihat layar handphone terus, tetapi Asya menghiraukan hal itu. Yang berada di dalam pikirannya hanyalah Darren, lelaki yang membuatnya tergila-gila hingga pada saat malam hari seperti ini pun malah menghantui segala pola pikirnya.

'Darren kemana sih? Kok dari siang gue tungguin nggak ngabarin gue. Apa dia marah sama gue? Tapi kenapa?'

"Sudah tengah malam seperti ini, masih saja bermain handphone. Apa mata kamu tidak perih, Asya?" Adam menaruh laptopnya. Ia baru saja selesai mengerjakan pekerjaan kantornya, di rumah.

Asya mendongakkan kepalanya menatap Adam dengan mata sayunya. "Udah selesai lemburnya?"

Adam berlonjak kaget melihat mata kedua mata Asya yang kian memerah, bahkan dari sudut matanya pun berlinang air mata. Tangan Adam terulur, memegangi kepala Asya, mengecek suhu tubuhnya yang terasa panas.

"Kamu sakit, Sya?" tanya Adam khawatir.

Asya menggelengkan kepalanya lemah. "Apaan sih lo, gue nggak papa. Udah ah, gue mau tidur."

Asya berusaha bangkit dari sofa, berjalan menaiki tangga untuk tidur di kamar yang terletak di lantai atas. Melihat tubuh Asya yang sempoyongan seperti itu, Adam mengikutinya dari belakang. Menahan tangan Asya yang hendak terjatuh ke lantai.

"K-kepala gue pusing, Dam ..." lirih Asya memejamkan matanya. Sungguh, matanya sangat perih untuk dibuka.

Maklum Asya seperti itu, karena ia kebanyakan melihat layar handphone dari siang hingga tengah malam yang durasi cahayanya di atas kestabilannya. Kini jam dinding yang berada di ruang keluarga telah menunjukkan pukul 02:34, tempat orang-orang beristirahat dan bermain di alam mimpi.

Tetapi tidak dengan Asya dan Adam yang kini berjalan menaiki tangga. Ketika sudah sampai di kamarnya, langsung saja Adam membaringkan tubuh Asya yang terasa lemas. Menyelimuti tubuhnya hingga sampai sebatas dada.

"Selamat malam Asya. Saya tahu kamu sedang menunggu dia yang kini tidak mengabarimu." Adam berucap dengan tangan yang dikepalkan, melihat layar handphone Asya yang menampilkan foto seorang lelaki bersamanya saat masih menduduki bangku SMA.

"Andaikan aku yang berada di dalam posisinya, mungkin aku tidak akan mengabaikanmu hingga malam seperti ini." Perlahan tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala istrinya.

Sejujurnya Adam cemburu dengan kenyataan pahit itu. Tetapi Adam bisa apa? Cinta memang tidak bisa dipaksakan, bukan? Jadi, Adam akan diam dan menikmati alurnya. Walaupun kenyataannya terasa perih.

Melihat Asya yang sudah terlelap dalam tidurnya, Adam pun ikut memejamkan matanya, dengan tangan yang masih berada di puncak kepala Asya.

****


Satu hal yang membuat Asya terbangun dari tidurnya. Ia merasa tangannya hangat, seperti ada benda kekar di punggung tangannya. Asya mengucek-ngucekan kedua matanya, berusaha untuk melihat, objek apa yang berada di atas punggung tangannya itu?

"Adam." Satu kalimat itulah yang baru saja Asya lontarkan.

Terlihat Adam yang memegangi tangannya dengan kedua mata yang terpejam. Hari sudah siang, mungkin saat balik dari masjid, Adam langsung mengompresnya menggunakan lap tangan yang berada di genggaman tangan kanannya.

Asya termenung sesaat. Ia teringat dengan Darren yang tidak menghubunginya seharian, menyebabkan tubuhnya lemas akibat makan sedikit. Dan kemungkinan besar, Adam mengurusinya hingga saat ini.

"Asya ... kamu sudah bangun?" tanya Adam baru saja bangun dari tidurnya.

Asya menarik tangannya yang tadi di genggam oleh suaminya. "I-iya, semalam gue kenapa? Kok kepala gue pusing?"

Adam tersenyum kecut, teringat dengan layar handphone Asya yang menampakkan gambar dirinya dengan lelaki lain, yang Adam ketahui sebagai pacarnya Asya.

"Kamu hanya demam. Mungkin kamu kecapean, saya saranin. Kalau kamu lagi nunggu kabar seseorang, sebaiknya kamu datangi dia ke rumahnya atau cari tahu ke teman dekatnya. Dengan kamu nungguin dia tanpa kepastian, itu membuat kamu sakit sendiri."

'begitupun aku yang sakit, karenamu, Asya.' lanjut Adam di dalam hatinya.

Asya termenung sejenak. Ia menatap Adam yang kini membuang wajahnya ke arah jendela, ada rasa tidak enak hati saat ucapan itu terlontar begitu saja, tepat dibibir Adam. Ia merasa Adam telah menyindirnya dengan ucapan halus, namun menusuk.

"Adam, lo ta---."

Drrrttt .... Drrrttt ...

"Maaf, saya angkat teleponnya terlebih dahulu," ucap Adam memotong pembicaraan Asya yang hendak menjelaskan.

Adam melenggang pergi, keluar kamar. Sedangkan Asya terdiam kaku, lalu mengambil handphonenya, hendak menelpon Darren. Tetapi sebuah notifikasi dari seseorang yang tidak dikenalinya mampu membuat pergerakan Asya berhenti dalam sekejap.

Prang!

|| Gimana kejutannya? Bagus 'kan? Mau lihat kejutan yang lainnya nggak? Dateng aja ke hotel Georgia, dan kamu akan melihat semuanya, aku tunggu kedatanganmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|| Gimana kejutannya? Bagus 'kan? Mau lihat kejutan yang lainnya nggak? Dateng aja ke hotel Georgia, dan kamu akan melihat semuanya, aku tunggu kedatanganmu ... Asyana.

Handphone yang berada di genggaman tangannya tiba-tiba jatuh begitu saja, bersamaan dengan tangannya yang bergetar menahan tangis. Dengan cepat Asya bangkit dari tidurnya dengan berlinang air mata, bergegas keluar kamar untuk menemui seseorang yang telah mengirimkan foto Darren bersama wanita lain, dan parahnya lagi, mereka sedang berciuman mesra, membuat jantung Asya berdenyut nyeri.

'Kamu tega selingkuhin aku lagi Dar, aku pikir kamu udah berubah. Namun nyatanya sama saja, aku benci sama kamu Darren, dasar buaya. Nggak cukup dengan satu wanita!'

________________________________________

Bersambung ...

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang