[20]

5.2K 274 0
                                    

Asya berjalan menyusuri jalanan dengan tangan yang bercucuran dengan darah. Banyak orang yang menganggap Asya gila, karena berbicara sendirian di pinggir jalan seperti sekarang. Waktu terus berlalu, hingga tanpa sadar Asya berjalan sampai malam seperti ini.

Dalam pikirannya hanyalah Adam seorang. Air matanya terus mengalir begitu saja saat ia mengingat kejadian-kejadian yang di alaminya hari ini. Asya menendang batu kerikil yang berada di hadapannya sembarangan.

“Kamu jahat banget sih, Dam. Padahal aku udah mulai percaya sama kamu. Berusaha meyakini kamu kalau aku udah berubah. Tapi kenapa? Kenapa kamu tegak main dengan cewek lain dibelakang aku? Kenapa Dam?!”

Asya menghapus air matanya kasar, berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Sehingga ada beberapa orang yang sedang balapan motor liar, hendak menabraknya, bersamaan dengan kesadaran Asya yang belum stabil.

“AWASS!!” teriak seorang pembalap itu dengan keras.

Bodohnya Asya malah berjongkok di tengah-tengah jalanan dengan kedua telinga yang ditutup oleh kedua tangannya. “AAAA!!"

Untungnya pengendara motor balap itu berhenti, tepat di hadapan Asya yang kini memejamkan matanya rapat-rapat. Orang itu menghela nafasnya memburu, membuka helmnya hendak memarahi Asya.

Namun suatu ketika Asya membuka matanya, laki-laki itu terdiam kaku. “As-sya?"

Asya menutup mulutnya. “Nazar?!" Kagetnya meneguk air ludahnya sendiri.

“Sya, kok lo bisa ada disini sih? Ini udah malem, loh. Lo nggak dicariin sama nyokap atau bokap lo apa?!” tegur laki-laki itu yang bernama Nazar, dengan intonasi tingginya.

Nazar adalah teman Asya saat masih menduduki bangku SMA kelas 12. Nazar terkenal kasar, anak broken home. Dan sering balapan liar, seperti sekarang ini. Laki-laki itu tengah menjalankan aktivitasnya setiap malam, apa lagi kalau bukan balapan liar.

Asya terdiam kaku. Ia memundurkan langkahnya, menjauhi motor Nazar. “Gue nggak akan pulang ke rumah atau kemana pun."

Jawaban Asya mampu membuat Nazar dilanda kebingungan. Kedua alisnya menyatu, seraya bertanya. “Nggak akan pulang? Maksud lo?"

Asya menghela nafas panjang. Lalu duduk dipinggir jalan, diikuti Nazar yang berada si belakangnya. “Gue ada masalah sama suami gue."

Tatapan Nazar yang tadinya datar, kini melotot kaget. “Suami? Lo udah nikah?"

Asya menatap Nazar sekilas, lalu menganggukkan kepalanya lemah. “Nikah paksa. Emang lo nggak tau?"

Nazar menggeleng. “Enggak, 'kan lo sama gue jarang ketemu. Boro-boro ketemu, ngomong aja kagak."

Asya terkekeh kecil. “Bukannya lo sendiri yang diemin gue mulu saat gue masih berhubungan sama Darren?"

Nazar kembali mengekspresikan wajahnya datar kembali. “Nggak juga ... ehh bentar, jadi sekarang. Lo ada masalah sama Darren gitu? Terus lo kagak mau pulang karena lagi marahan, gitu?"

Asya menggelengkan kepalanya, seraya menatap Nazar yang dibanjiri keringat akibat berbicara terlalu cepat. “Suami gue bukan Darren."

Hampir saja Nazar tersedak oleh air ludahnya sendiri. Mendengar hal itu, spontan Nazar memfokuskan pandangannya kepada Asya saja. “Bukan Darren? Terus siapa? Setan?"

Asya mendengkus sebal. “Ya bukan lah, suami gue tuh ustadz. Ceritanya panjang kalau gue harus ceritain sedetail sama lo tentang pernikahan paksa gue sama tuh ustadz. Intinya gue kesel sama dia, dan nggak mau pulang sebelum dia nyariin gue."

Nazar mengerjap-ngerjapkan matanya polos. “Gila lo, mana ada orang yang mau nyariin lo tengah malem kayak gini? Kalau setan mah udah pasti iya? Lah ini? Ustadz cok, mana mungkin mau kelayapan nyariin bininya tengah malem kayak gini."

Asya mengedikkan bahunya acuh. “Au ah, ngomong sama lo, sama aja gue ngomong sama buaya. Nggak pernah ngertiin perasaan wanita."

Asya beranjak dari duduknya, hendak meninggalkan Nazar yang kini terdiam dipinggiran jalanan. Saat Asya melangkah, dengan cepat Nazar menahan tangannya.

“Tangan lo luka, ikut gue yuk,” ajak Nazar penuh harap.

Asya mengernyitkan dahinya heran. “Ikut? Ikut kemana?”

“Apartemen gue," jawabnya singkat.

________________________________________

Bersambung ...

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang