[10]

5.6K 329 3
                                    

Adam memperhatikan Asya yang sedari tadi hanya melamun. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga Adam pun terlupakan olehnya, mungkin Asya sedang ada tugas dari kampus. Menurut Adam.

"Sya, tolong ambilkan saya air hangat." Suruh Adam karena kakinya masih sakit untuk di gerakan.

Asya memutar bola matanya jengah. Kenapa ia harus disuruh-suruh sama Adam? Padahal dia bukan pembantunya. "Ambil aja sendiri. Gue sibuk."

Adam menghela nafas panjang. Kenapa Asya begitu tega melihat Adam yang kesusahan. Adam bangkit dari tidurnya dan berjalan ke arah dapur dengan sangat hati-hati.

Sedangkan Asya malah sibuk chattingan dengan Darren, di kamarnya. Asya beralih duduk di atas ranjang dan membaringkan tubuhnya sambil melihat foto-foto Darren dengannya saat masih menduduki bangku SMP.

"Gue kangen sama kamu, Ren. katanya mau pulang ke Indonesia. Tapi sampai sekarang kamu nggak ada," gumam Asya mengusap wajah Darren dari handphonenya.

Asya sedang enak-enaknya memikirkan Darren. Tiba-tiba sebuah suara dari arah dapur mampu mengagetkan halusinasi Asya, gadis itu berdiri, dan memikirkan benda apa yang jatuh? Namun sepertinya itu suara pecahan gelas.

Prang.

Asya segera berlari ke arah dapur. Kedua bola matanya sempat melihat seseorang yang ternyata, suaminya --- Adam, tengah berusaha bersusah payah membereskan pecahan gelas sambil memegangi kakinya yang terasa sakit.

Asya meneguk salivanya kasar. Ini semua juga salahnya yang tidak ingin membantu Adam mengambilkan air hangat. Tanpa memikirkan apapun lagi. Asya berlari ke arah kompor, membantu Adam berdiri, lalu menjauhkan pecahan gelas ke pinggiran meja makan.

"Kenapa bisa pecah sih?!" tanya Asya sedikit kesal.

Adam tak menjawab. Ia malah memegangi kepalanya yang sangat sakit serta kakinya yang tidak bisa berjalan dengan benar. Asya menaruh tubuh Adam di ruang keluarga. Kemudian ia mengambilkan air hangat untuk Adam. "Minum dulu. Maafin gue, harusnya tadi gue yang bawain lo minum, bukan elo."

Adam memejamkan matanya sambil mengangguk. Ia memijit pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri. Asya yang tidak tega pun menyuruh Adam untuk membaringkan kepalanya ke paha miliknya. Kemudian tangan Asya kini memijit kepalanya pelan. "Dam."

"Hmmm."

"Maafin gue."

Adam membuka matanya dan menatap Asya teduh. "Ini semua bukan kesalahan kamu, Sya. Ini salah saya yang tidak hati-hati mengambil air panas di atas panci, lalu tidak sengaja menyenggol gelas yang berada di rak piring."

Asya tersenyum kecil. "Kenapa lo baik banget sama gue, padahal gue udah jahat banget sama lo?" tanya Asya menatap mata Adam yang kini memerah.

Adam tersenyum paksa. "Itu sudah kewajiban saya seorang pemimpin di rumah tangga. Mana mungkin saya tidak memberikan kasih sayang kepada istri, saya takut Allah murka. Dan saya ingatkan kepada kamu. Pernikahan adalah salah satu simbol dimana kita diuji oleh Allah tentang kesetiaan dan ketaatan, maaf. Dan seharusnya kamu melayani saya sebagai suami. Bukan sebagai orang lain."

Deg.

Asya mematung mendengarkan ucapan Adam yang menyindir dirinya secara terang-terangan. Apa itu artinya Asya tidak pantas untuk disebut istri? Ataukah Asya hanya terbawa suasana oleh kenyataan yang ada. Apa maksudnya Adam berbicara seperti itu?

"Gue nggak bisa kayak orang-orang yang siap melayani suami. Dan mungkin sampai kita pisah pun gue akan tetap begini, dan asal lo tau. Gue nggak pernah cinta sama lo," ucap Asya menghentikan aktivitasnya.

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang