[15]

5.5K 323 0
                                    

Trisna memeluk tubuh sahabatnya erat. Asya yang berada di dalam pelukan Trisna pun hanya bisa memegangi ujung baju gadis itu dengan erat. Menyalurkan rasa sakitnya dengan kepalan kuat, Trisna pun ikut menangis akibat sahabatnya yang disakiti oleh mantan pacarnya.

“G-gue nggak mau, Na ... G-gue masih sayang sama Darren ... g-gue nggak ikhlas Darren di ambil cewek murahan kayak dia!” teriak Asya mengusap air matanya kasar.

Trisna memegangi tangan Asya dengan penuh kasih sayang. “Gue tau lo nggak bisa ikhkasin dia gitu aja. Tapi seenggaknya, nggak ada lagi kebohongan di antara kalian. Sya, gue tahu. Darren nggak sebaik yang lo pikirkan.”

Asya terdiam kaku, menjauhkan tangannya dari Trisna. “Kenapa lo tau tentang Darren? Dan kenapa lo tiba-tiba ada di hotel itu?”

Trisna hanya bisa tersenyum tipis, untuk menanggapi kebingungan yang menyerang kepala Asya saat ini. “Gue punya info itu dari Cleo, saudara gue yang tinggal di Amerika. Dan kebetulan, dia mempunyai proyek bersama Darren. Dan saat itulah, gue tahu Darren bawa cewek lain, bukan lo. Dan apa yang Darren bilang? Kalau cewek itu, adalah pacarnya.”

Tangan Asya terkepal kuat, menahan amarah. “Lanjutin, Na.”

Trisna menghela napasnya panjang. Lalu melanjutkan ucapannya. “Iya, waktu itu gue ikut Cleo buat ngehadirin acara pekerjaannya. Gue lihat Darren sama Nadia, bukan lo, Sya. Awalnya gue cuma diem nggak ngomong apapun. Tapi setelah gue tau, Nadia adalah salah satu rekan bisnis Papah. Dari situlah gue nyeritain ke Nadia, kalau Darren bermain belakang sama sahabat gue, dan itu ... lo sendiri.”

Trisna merangkul pundak Asya. “Maafin gue, soal foto itu. Nadia yang kirim, dan itu atas rencana gue yang mau membongkar kebusukan Darren selama ini. Gue berharap, lo nggak marah karena rencana gue ini. Jujur, Sya. Gue nggak bermaksud bikin sahabat gue sendiri sedih.”

Setelah mendengar cerita Trisna, emosi Asya kian mereda. Gadis itu menatap kolam renang yang berada di hadapannya dengan tatapan kosong. “Harusnya gue terimakasih sama lo, karena lo adalah sahabat yang paling ngertiin gue. Makasih, udah bikin gue milih yang terbaik buat gue, dan ngejauhin yang buruk buat gue. Makasih, Na.”

Trisna memeluk tubuh Asya terharu, begitupun sebaliknya. “Aaa Asya ... maafin gue ya, jangan sedih lagi dong. Ntar gue nangis.”

Asya menggeleng. “Gue udah nggak nangis lagi, kok.”

“Nah gitu dong, itu baru sahab---.”

Drrtt ... Drrtt ...

Ucapan Trisna terpotong karena handphonenya berdering, menandakan ada seseorang yang meneleponnya. Trisna mengangkat panggilan tersebut, menaruh handphonenya tepat di telinga kanannya.

“Iya mom, ada apa?”

“...”

“Trisna bentar lagi pulang.”

“...”

“Iy-iya, Trisna kesana sekarang.”

“...”

“Ya udah, Trisna tutup telponnya ya...”

Tuttt ....

Trisna memasukkan handphonenya ke dalam saku celananya kembali. Membalikkan badannya, menghampiri Asya. “Sya, kayaknya gue nggak bisa lama-lama nemenin lo disini deh. Tadi nyokap gue bilang, hari ini ada acara keluarga, lo nggak papa 'kan gue tinggal?”

Asya menganggukkan kepalanya lemah. “Iya nggak papa, ini 'kan rumah gue. Kalau sendirian di rumah mah udah biasa. Lo pulang aja, Na.”

“Beneran nggak papa?” tanya Trisna sedikit khawatir. Pasalnya, Asya baru saja terpuruk dari Darren, mungkin saja selama Trisna tidak berada disampingnya, Asya akan berbuat sesuatu.

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang