Rantang makanan yang berada di tangan Asya terjatuh, berserakan dilantai ruangan Adam, seketika matanya memanas melihat pemandangan yang begitu menguras emosinya. Tangannya kian bergetar menahan tangis, Asya berusaha tegar. Ia melangkahkan kakinya menghampiri sang objek.
Plakh
Asya menampar wajah seorang wanita yang berani-beraninya menyentuh suaminya dihadapan istrinya sendiri. Dengan kaget kedua orang itu memandang Asya bersamaan dengan wanita itu yang membuang wajahnya ke samping, akibat tamparan Asya yang terlalu keras.
“ASYA!” bentak Adam refleks.
Adam mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Jujur saja ia tidak ada niatan untuk membentak istrinya. Ia hanya kaget, karena tiba-tiba Asya datang dan menampar karyawannya tanpa alasan apapun.
“Sya ...”
“Apa?! Berani kamu bentak aku, hah!” sentak Asya mengepalkan tangannya menahan amarah.
“Bukan gitu, Sya ...”
“Apa?! Ohh ... Jadi ini alasannya kamu nggak mau dibawain makan siang? Biar kamu bisa makan sama dia, terus peluk-pelukan sebebas kamu, gitu?”
Adam menggeleng-gelengkan kepalanya. “Asya! Dengerin saya dulu, ini nggak seperti apa yang kamu lihat. Zeni cuma bersihin baju saya akibat ketumpahan kopi.”
“Alasan,” ketus Asya menatap suaminya dan karyawan wanitanya sinis. “Bilang aja kalian lagi selingkuh, iya 'kan? Dasar buaya. Semua lelaki sama aja breng---.”
“Asya! Jaga ucapan kamu ya!” tegur Adam sedikit meninggikan suaranya.
Asya mendengkus sebal. “Tapi emang itu 'kan kenyataannya, kamu seling--.”
“Asya cukup!”
Asya tertawa renyah melihat ekspresi Adam yang mulai berubah, kedua tangannya terkepal kuat, bergelut dengan syetan yang membisikkan keburukan tentang istrinya yang tidak berhenti mengoceh.
“Ha ... ha ... Kenapa? Bener ya, kalian selingkuh?” tanya Asya masih dengan tawa renyahnya. Adam tahu, tawa yang Asya keluarkan bukanlah kebahagiaan untuknya. Melainkan kesedihan yang orang lain tidak bisa melihatnya.
“Apalagi cewek ini, kecentilan banget sih lo. Pegang-pegang suami gue seenak jidat.” Asya berjalan ke arah Zeni yang menjabat sebagai salah satu karyawan pribadi Adam, selama bekerja.
Bisa dikatakan Zeni adalah pengganti sekertaris Adam selama sekertaris lamanya mengandung. Asya menjambak rambut Zeni membuat Adam melotot kaget.
“Aaa ... s-sakit nyonya ...” lirih Zeni berusaha melepaskan jambakan istri bos-nya.
“Sakit ya? Ini yang gue rasain saat lihat suami gue dipeluk lo, ini yang gue rasain. Sakit!” bentak Asya menjambak rambut Zeni semakin keras.
Bayang-bayang Zeni yang memeluk Adam terngiang-ngiang di kepalanya. Amarah Asya kian memuncak, saat melihat noda merah yang berada dileher Adam. Dan sudah Asya duga, itu bekas ciuman mereka saat Asya tidak ada.
“Lo dibayar berapa sama suami gue? Jawab?!” sentak Asya kalap.
“Asya cukup!”
Asya mengeluarkan senyuman misteriusnya. “Apa Dam? Mau bela selingkuhan kamu?”
“Saya bilang cukup Asya!” bentak Adam menepis tangan Asya yang tadinya menjambak rambut Zeni.
Asya hampir terjatuh akibat dorongan dari Adam. Namun, untung saja ada sebuah meja yang berada dibelakangnya, sehingga Asya tidak jadi jatuh ke lantai.
Adam menatap Zeni khawatir, ia melihat wajah Zeni yang memerah dan bahkan pipinya pun membiru bekas tamparan Asya. “Kamu nggak papa 'kan?”
Asya yang melihat interaksi antara Adam dan Zeni pun hanya diam mematung, tangannya mengambil gelas yang berada di atas meja, tepatnya dibelakang tubuhnya.
Asya yang kalut hendak melempar gelas tersebut mengenai wajah Zeni. “Dasar cewek sialan! Mati lo!”
“AAA!!”
Prankh.
Gelas tersebut meleset karena sebuah tangan menahan kepala Zeni. Gelas itu pecah dibawah kaki Asya, Adam tertegun dengan tangan yang bergetar. Sedangkan Asya memegangi tangannya yang terasa perih akibat pecahan gelasnya yang masih berada di genggaman tangannya.
Darah segar pun mengalir deras bersamaan dengan air mata Asya yang bercucuran. Adam hendak meraih tangan istrinya, tetapi Asya menatapnya tajam.
“JAUHIN GUE!” bentaknya menahan perih ditangannya.
“Sya ... maafkan saya, s-saya tidak sengaja ... maafkan saya,” ucap Adam dengan lembut. Berusaha membuat istrinya luluh.
Asya menatap langit-langit sebentar. Lalu menatap Zeni dan Adam bergantian, Asya menangis tanpa suara. Menikmati aliran darahnya yang bercucuran di bawah lantai.
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Asya mendorong tubuh Adam dan meninggalkan ruangan suaminya dengan jejak darah yang berceceran mengotori lantai.
Adam menelan ludahnya susah payah. Ia hanya bisa memandang lantai yang dipenuhi oleh jejak darah dari tangan Asya. Hatinya sangat sakit melihat wajah istrinya yang terluka, dan itu semuanya terjadi karenanya.
“SYA! ASYA! TUNGGU SAYA!” teriak Adam hendak mengejar Asya yang sudah jauh dari pandangannya. Namun, sebuah tangan menahannya dari belakang.
“Jangan dikejar, Pak. Nyonya butuh kesendirian untuk menenangkan emosinya. Bapak tenang saja,” ucap Zeni dengan nada lemah lembut.
“Bagaimana saya bisa tenang, melihat istri saya terluka karena ulah saya sendiri,” balas Adam menatap Zeni dengan tatapan kesalnya.
Zeni menghela nafas gusar. “Iya saya tau, tapi setidaknya nyonya bisa tenang, tanpa bapak ada kehadiran bapak yang mengganggunya. Nyonya butuh waktu untuk mendinginkan pikirannya.”
Adam termenung setelah mendengar penjelasan dari Zeni. Namun tetap saja, hatinya merasa tidak tenang jika Asya dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
“Mending sekarang bapak duduk kembali dan tenangkan pikiran bapak, saya akan membereskan kekacauan di ruangan ini. Ohh iya, satu lagi. Sesudah bapak bekerja, alangkah baiknya bapak menjelaskan dengan detail atas musibah yang menimpa kita barusan. Saya harap, nyonya tidak salah paham karena kejadian ini.”
Adam menganggukkan kepalanya, menyetujui. “Yasudah, bersihkan sekarang.”
“Baik pak,” jawabnya pelan.
_________________________________________
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]
Teen FictionKisah seorang Gadis nakal yang minim akan ilmu agama. Perkenalkan Asyana Viola Ganlades. gadis yang masih berusia 18 tahun, yang terpaksa masuk ke dalam lingkaran penjara suci oleh kedua orang tuanya ke pesantren Al-Munawaroh. ketika Asya disana ia...