[02]

7.8K 402 7
                                    

Asya berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Hari mulai malam, namun Asya belum juga mendapatkan penginapan sedari dari tadi siang hingga saat ini. Awalnya Asya ingin menginap bersama Trisna, temannya dekatnya. Namun, Papahnya pasti akan menyusulnya kesana.

“AHHHH KAYAK ANAK GELANDANGAN 'KAN GUE!” teriak Asya berjalan sendirian di jalanan yang cukup sepi.

Jam yang berada di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 21:00 malam. Namun, Asya belum juga menemukan tanda-tanda ada penginapan di sana, dengan terpaksa Asya harus berhenti di dekat taman. karena lelah, dan kos-kosan pun sangat jauh dari sana.

Handphonenya masih disita oleh Papahnya, jadi sekarang Asya hanya pasrah pada nasibnya sama sekarang. Dari kejauhan terlihat seseorang yang berpakaian serba hitam menghampirinya, Asya kaget bukan main, orang itu adalah ... bodyguard Papahnya.

“Hah, dapet juga nih Bos Asya. Aduh Bos kecil, pulang yuk. Papah sama Mamah nyariin tau,” ajak Amar bodyguard Gerald, Papah Asya.

Belum sempat Asya menolak, ternyata Papahnya datang dengan wajah yang dipenuhi api emosi. Syifanya langsung turun dari mobil dan memeluk Asya erat, sehingga Asya hampir saja terjungkal ke belakang karena belum bisa menyeimbangkan tubuhnya yang tiba-tiba mendekatkan pelukan dadakan dari Mamahnya.

“Sayang ... Mamah khawatir sama kamu nak!”

“Maaf,” lirih Asya membalas pelukan Syifanya.

Gerald berjalan mendekati Asya dan menjewer telinganya kencang. “Kenapa kamu kabur dari rumah!”

Asya memegangi telinganya yang terasa panas akibat telinganya diputarkan oleh Gerard sedikit keras dan kasar. “Pah, Asya nggak mau masuk pesantren. Di sana itu tempatnya jorok, apa-apa harus sendiri----.”

“PAPAH MEMASUKAN KAMU KE PESANTREN, SUPAYA KAMU MANDIRI ASYANA VIOLA GANLADES!” bentak Gerald yang membuat Asya bungkam seribu bahasa.

Tangan Asya mulai bergetar. Napasnya kian memburu, dan kakinya pun tiba-tiba lemas. Dengan suara yang sangat kecil Asya mengangguk. “Aku akan turutin permintaan Papah, tapi Papah jangan bentak Asya lagi,” lirih Asya memegangi tangan Gerald diiringi dengan tangisan yang memilukan.

Gerald menghela napas panjang. “Pulang nak, besok kita akan pergi ke pesantren. Papah nggak akan bentak kamu, kalau kamu mematuhi Papah. Ayo, sekarang kita pulang!”

Asya mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Gerald menghela napas lega, jujur ia membentak Asya karena refleks. Jauh dalam hatinya ia menyesal karena telah membentak anaknya sendiri. Dan saat itu pula mereka pulang ke rumahnya bersama dengan Asya yang masih menunduk takut dengan perilaku Papahnya, barusan.

Sesampainya di kediaman Ganlades. Asya berpamitan untuk pergi ke kamarnya, Syifanya mencium kening asya terlebih dahulu, sedangkan Papahnya menatap Asya pun rasanya enggan. Asya tersenyum tipis menanggapinya, ia tahu kalau Papahnya masih marah kepadanya karena telah kabur tanpa sepengetahuannya.

“Asya ke atas dulu Mah,” pamit Asya berjalan ke arah tangga.

“Jangan lupa untuk besok Sya, kamu akan pergi ke pesantren, saat pagi nanti!” teriak Syifanya mengingatkan.

Asya mengangguk pasrah. Kakinya kini membelok ke arah kamarnya, ia tersenyum kecil melihat banyak foto-foto bersama keluarganya. Kemudian Asya melirik meja belajar yang begitu berserakan, memang Asya sangat malas untuk membereskan itu semua. Menurutnya nanti juga ada waktu buat membersihkan kamarnya sendiri.

Asya duduk di meja belajarnya dan mengambil buku serta bolpoin di sana. Tangannya kini memainkan bolpoin tersebut dan mulai menari-nari di atas kertas. Asya menuliskan diary di bukunya.

Adam, Ajari Aku Hijrah. [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang