6

21 7 1
                                    

---------------------------------------------------------

Enjoy The Story, Guys.

---------------------------------------------------------

"Lo ngatain gue stress, Re?" Tanya Gia.

Sebenarnya Gia tidak mau membawa ke hati ucapan Tere tadi. Ia tahu Tere hanya bercanda. Namun, moodnya saat ini sangat tidak mendukung untuk bercandaan.

"Eh eng-enggak gitu, Gia. Maksud gue itu gila, iya lo gila." Elak Tere.

"Gila sama stress bedanya apa?" Tanya Gia untuk terakhir kalinya sebelum amarahnya meledak.

"Bedanya itu kalau gila itu Arsen kalau yang stress itu lo." Ucap Tere gugup pada Gia.

"Iya cuma lo yang waras." Final Gia sembari membalikkan badannya keluar pintu. Ia sudah tidak mood lagi. Tidak Karel tidak Tere sama saja.

Melihat kepergian Gia, Tere berniat untuk menyusul sahabatnya itu. Namun, tiba-tiba Marvel menarik tangannya. Entah sejak kapan manusia itu sudah berada di depan perpustakaan.

"Udah jangan disusul dia lagi gak mood." Ucap Marvel to the point pada Tere. Dan akhirnya Marvel yang menyusul Gia.

Selepas kepergian Marvel anak-anak Alergan yang lain pun ikut berhenti di depan perpustakaan tidak jadi untuk menyusul Gia. Terlihat dari wajah Malik, Catra, Liam, Putra, dan Alfa mereka seperti sedang panik.

Entah apa yang baru terjadi. Yang jelas kalau sudah menyangkut dengan Gia. Akan susah untuk membuat mood nya balik. Sekalipun itu sahabatnya sendiri.

"Karel." Ucap Liam tanpa menunggu pertanyaan yang akan keluar dari mulut Tere. Ia sudah bisa membaca dari raut wajah Tere.

"Kenapa Karel?" Tanya Tere.

"Kenapa lagi tuh anak?" Tanya Arsen.

"Dia mulai lagi." Jawab Alfa.

"Kurang ajar tuh anak. Minta banget tuh hidung gue patahin." Ucap Tere.

Tadinya Tere hendak menghampiri manusia tak berhati itu. Namun, Arsen dengan cepat menarik Tere ke dalam dekapannya. Hanya itulah satu-satunya cara untuk menenangkan Tere.

"Udah Tere udah. Marvel udah nyamperin Gia kok. Nanti gue aja yang ngomong ke Karel." Pinta Arsen.

"Gia itu gak pernah dapet kasih sayang dari bokapnya sejak dia umur 5 tahun. Lo bayangin 3 tahun bokapnya ngelakuin hal bejat kayak gitu di depan dia." Ucap panjang lebar Tere dengan sedikit menaikkan nada suaranya.

"Iya gue tau Tere."

"Awas aja lo Karel. Gue bakal--" Ucapan Tere terputus. Saat tiba-tiba saja Arsen mengecup bibirnya. Eits, tapi belum sempat. Putra dengan cepat menarik rambut Arsen.

"Eh, main nyosor aja lo kayak bebek. Cewek itu gak boleh dirusak harusnya dijaga. Biar makin ngena aja pas first night." Ucap Putra.

"Yee, jambul syahrini. Makin ngaco aja lo ngomongnya. Buat lo Arsen, jaga sikap lo. Hormati kedudukan cewek sebagaimana lo menjaga berlian di tahta kerajaan lo." Nasihat Catra.

"Iya, maaf." Sesal Arsen. Entah penyesalan itu hanya bertahan untuk hari ini, atau penyesalan yang akan menjadi pengingatnya selama kehidupan berjalan.

"Lo sekali lagi main nyosor ke gue. Gue pastiin itu hari terakhir lo ngerasain punya bibir." Ancam Tere.

"Udah tenang dulu ya. Kalo mau marah nanti aja. Bentar lagi pertandingan antara Alergan sama Chassel dimulai."

Bellagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang