30. Heaven

24 5 0
                                    

Malam hari pun tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam hari pun tiba. Seekor burung dengan tenangnya memutar kepalanya 360° kala terdapat gerak-gerik yang dianggap akan mengganggu ketenangan mansion ini.

Terlihat langit sudah menampakkan sinar malamnya. Dibantu oleh sang bulan yang mendapat dukungan dari matahari.

Lantas bagaimana nasibnya seorang anak perempuan yang masih berada di ruangan yang tak bercahaya nan dingin itu?

"Gia."

"Jangan dekati saya."

Lelaki itu tak menggubris perkataan Gia. Ia mulai menelusuri ruangan yang menjadi saksi bagaimana trauma seorang Bellagia Edwilan.

Hingga ia pun sampai di depan gadis yang kacau itu. Ia mulai menekukkan kedua lututnya dan memegang kedua sisi bahu sang gadis.

"Gia."

"Gue takut, vel. Gue takut. Gua takut wanita itu dateng lagi. Gue gatau harus ngapain lagi. Kepala gue sakit banget. Trauma itu uda gak gue rasa--"

Ucapan Gia terputus kala Marvel mulai mendekap tubuhnya. Marvel Membawa kepala Gia untuk bersender pada dada bidangnya.

Gia pun langsung menerima pelukan hangat itu. Tangannya memeluk erat pinggang Marvel. Dan jatuhlah setitik air mata yang membasahi baju seseorang yang ia peluk itu.

Merasa bajunya basah. Marvel menduga jika Gia menangis. Dan benar saja isak nangis mulai terdengar dari mulut Gia.

"Lo nangis sekenceng-kencengnya. Lo boleh mukul gue. Nyakar gue. Gigit gue. Asal Lo tenang."

"Gue gakmau. Diperlakukan seperti itu gak enak Marvel. Bekasnya bikin lo inget kalau gue jahat sama lo."

"Gue gak bakal mikir lo jahat. Karena memang gue yang nyuruh lo untuk ngelakuin itu. Dan soal bekasnya, itu bakal jadi memori kalau gue pernah nenangin lo."

"Kalo gue ngelakuin itu, gue gak lebih dari jalang itu."

Marvel tidak ingin memperpanjang percakapan itu. Karena Gia sudah menyertakan kata 'jalang' di dalam kalimatnya.

Ia yakin jika ia terus melanjuti percakapan itu. Itu hanya akan membuka kembali lembaran yang telah lama Gia tutup.

Namun, Di luar ruangan itu terlihat seorang lelaki yang menahan amarahnya. Sejak awal ia sudah berdiri mengamati interaksi kedua insan itu.

Bagaimana tidak gadisnya dipeluk oleh lelaki lain bahkan di depan matanya. Jika bukan karena untuk menenangkan Gia. Ia pasti sudah memukul habis wajah sang pelaku.

---

"Lo kenapa lagi si Rel." Ucap Malik yang sudah gedeg dengan ulah Karel.

Sudah biasa jika Marvel lebih dominan untuk membuat Gia tenang. Namun, Karel masih belum bisa menerima akan hal itu. Harusnya ia sadar mengapa bisa seperti itu.

Bellagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang