23. Porsche

19 5 0
                                    

"Laper banget deh gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Laper banget deh gue." Ucap Gia yang baru saja menuruni tangga dengan tangannya yang tersembunyi di balik kaus oversized-nya.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun, perut ini rasanya tidak dapat diajak kompromi. Bisakah ia lapar di jam-jam wajar saja. Bukan, maksudnya, waktu yang wajar untuk memesan makanan. Restoran pasti sudah tutup. Dan sudah pasti tidak ada lagi ojek online yang masih berada di atas pasir yang mengeras itu di jam larut seperti ini.

Jika hanya itu kendalanya, Gia masih bisa naik mobil sendiri ataupun meminta Karel. Tapi, sayangnya handphone Karel tidak aktif sejak pagi tadi. Entah ia kemana, dan tidak sedikitpun ia membari kabar pada Gia.

"Yaudah lah, beli sendiri aja. Lagian juga udah lama gak keluar sendiri malem-malem." Bukan tanpa alasan Karel melarang keras Gia untuk keluar rumah sendiri. Dan Karel melakukan itu demi keselamatan Gia juga, banyak musuh yang mengincar Karel.

Dan mustahil jika ia tidak mencari tahu kehidupan Karel lebih dalam. Dan bisa saja Gia yang tidak mengerti apa-apa malah terperangkap ke dalam masalahnya dengan genk lain.

CCCIITTT

"Allahuakbar." Ucap Gia kala ada orang yang menghadang jalan mobil nya untuk keluar rumah.

Gia sudah siap mengemudikan mobilnya. Tampak seat belt sudah mengikat rapi tubuhnya. Celana panjang yang membalut kaki jenjang miliknya. Rambut panjang yang di cepol tinggi. Tambah memberi kesan menawan dari sosok Gia. Alunan musik pun tak lupa menyertai suasana dingin malam ini.

"Maaf non Gia. Bukan makasud Pak Nanang ikut campur atau apa. Tapi non mau kemana? Ini udah malem lh non. Ibu sama Den Karel melarang non untuk keluar sendiri apalagi ini malam." Ucap Pak Nanang yang sudah berdiri di samping mobil sambil menatap cemas Gia.

Pak Nanang bukan hanya karena sudah diamanahi terhadap majikannya atau bagaimana. Tapi, bagi Pak Nanang Gia sudah seperti anak kandungnya sendiri. Ia sudah menjaga Gia sejak lahir.

Menemaninya bermain sepeda keliling komplek. Hingga menjadi tameng Gia yang dimarahi oleh orang tua temannya karena memukul anak laki-laki mereka.

"Gapapa kok pak. Everything's gonnna be okay. No need to worry." Ucap Gia mengentengkan keadaan.

"Biar Pak Nanang aja yang keluar. Non Gia mau beli apa." Ucap Pak Nanang memberi tawaran yang ia berharap Gia akan menurutinya.

"Sekali aja deh pak. Kalau ditanyain nanti sama Bunda atau sama Karel bilang Gia aja. Nanti Gia tanggung jawab." Tawar Gia dengan kedua tangan mengepal di depan wajahnya.

"Kalau non Gia kenapa-kenapa nanti yang mukul anak tetangga sebelah siapa lagi." Ucap Pak Nanang dengan sedikit tawanya.

"Geo maksud bapak? Yaudah dadadaa Pak Nanang." Ucap Gia seraya menekan gas yang berada di bawah kakinya itu. Tidak peduli Pak Nanang akan bereaksi apa lagi. Perutnya sudah menggerutu sejak tadi.

Bellagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang