Bab ini lumayan panjang. Cerna baik-baik setiap katanya. Kalau bisa bacanya sambil dengerin lagu melow yang ada bawang bombaynya.. Tapi sebelum baca jangan lupa vote yah🛫🛫🛫🛫🛫
Nadira membuka matanya perlahan. Menatap langit-langit lalu memutar ke dua bola matanya menatap arah sekeliling. Tidak ada satu orangpun yang dia kenal di ruangan yang sedang dirinya tempati, kecuali seorang perawat yang saat ini sedang memeriksa alat infus.
"Nona, anda sudah sadar?" tanya perawat yang langsung menghampiri dan menatap Nadira yang masih terlihat linglung.
Nadira menahan napasnya untuk sesaat merasakan kembali rasa sakit sisa operasi "Apa semuanya berjalan baik?"
Perawat itu tersenyum. "Semua berjalan baik, Nona!"
Nadira kembali merekatkan kedua matanya. Mengatur napas perlahan. Merasakan sakit yang dia rasakan, dan menahannya.
Nadira kembali membuka matanya dan menatap perawat yang masih berdiri tepat di sampingnya.
"Apa Nona butuh sesuatu?" tanya perawat.
Nadira merasakan kerongkongan yang teramat kering. "Saya ingin minum, bisa tolong bantu saya?"
"Baik, Nona!"
Perawat itu berjalan ke arah ke meja, melepas kertas yang membungkus sedotan dan memasukan ke dalam air mineral. Lalu menyodorkan ke arah bibir Nadira yang masih terlihat pucat.
Nadira yang kehausan meneguk minumannya perlahan.
"Suster! Bagaimana keadaan ibu, saya?" tanya Nadira penuh pengharapan.
"Ibu yang mana maksud, Nona?"
"Ibu, saya suster!"
Suster itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Nadira setelah beberapa saat berpikir. "Oh, iya. Saya baru inget. Ibu Nona baik-baik saja."
"Antarkan saya ke ruangan ibu, saya!" pinta Nadira mengeluarkan butiran bening dan mencoba membangunkan paksa tubuhnya yang begitu terasa nyeri dan mencekam.
Perawat itu menahan Nadira sebelum dirinya bertindak konyol, menyuruhnya untuk tidak banyak bergerak dan istirahat. Nadira tetap bersikukuh pada pendiriannya. Menahan rasa sakitnya demi bertemu sang ibu.
Perawat yang merasa khawatir langsung menyuntikkan sesuatu di ke inpus. Membuat Nadira kembali melemah dan semakin melemah.
Dia perawat yang memang diuntus untuk menemani dan merawat Nadira.
Sudah tiga hari Nadira berada di ruangan yang sepi itu sendirian, memulihkan sisa sayatan dalam tubuhnya. Bahkan ia juga harus menahan kerinduannya pada sang ibu. Sudah terhitung empat hari sejak operasi berlangsung.
Bagai seorang penjahat pintu kamar Nadira dijaga oleh seorang lelaki yang dia tak kenali. Tubuhnya tinggi kekar, wajah yang sangar.
"Kapan saya sudah boleh ke luar dari penjara ini!" tanya Nadira pada sang perawat. "Bukankah luka di tubuhku sudah mulai pulih. Dan sesuai perjanjian saya sudah boleh ke luar dan jenguk ibu saya hari ini!"
Belum sempat perawat itu menjawab pertanyaan Nadira. Seorang lelaki paruh baya yang saat beberapa hari lalu bicara pada Nadira datang menghampiri.
Nadira diam, menatap wajahnya penuh tanya. Lalu tak lama tatapannya berpindah pada amplop coklat yang berada di tangan lelaki paruh baya itu.
"Nyonya besar saat ini sudah pulih. Terimakasih untuk semua kebaikan anda, Nona Nadira. Saya di utus beliau untuk memberikan ini pada anda. Jika jumlah yang di dalam masih kurang anda bisa hubungi saya langsung ini kartu nama saya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS MY WIFE
RomanceSebelum membaca cerita ini pastikan kalian follow author terlebih dahulu. "Tidak ada pilihan lain selain menikah dengan cucu dari wanita sepuh itu!" Perumpamaan yang pantas dilontarkan dari bibir lentik seorang Nadira Ayumi. Nadira Ayumi, gadis mala...