Episode Delapan

4.7K 329 40
                                    

Nadira menggerakan jemarinya perlahan. Aksa yang tak yakin dengan apa yang dilihat memilih melangkah mendekat ke arah wanita yang sedang berbaring lemah.

Aksa tak salah lihat, Nadira sekali lagi kembali menggerakan jari jemari lentik nya yang putih.

Nadira membuka kedua matanya perlahan menatap langit-langit lalu berpindah pada sosok lelaki bertubuh tinggi dengan setelan kemeja yang dipadukan dengan jas merah maroon.

Nadira membuka kedua matanya perlahan menatap langit-langit lalu berpindah pada sosok lelaki bertubuh tinggi dengan setelan kemeja yang dipadukan dengan jas merah maroon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan Aksa terlalu datar dan dan dingin saat menatap Nadira. Beda halnya dengan gadis itu yang menatap Aksa penuh dengan tanya.

Dalam keheningan dua mata kini saling bertemu. Menatap satu sama lain tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir mereka.

"Di mana aku sebenarnya? Apa mungkin aku sudah mati dan laki-laki di hadapanku adalah malaikat penjaga," batin Nadira yang terus menatap wajah Aksa "tapi kenapa dari sorot matanya dia seperti malaikat maut."

Aksa menekuk tubuhnya, mendekatkan wahahnya ke arah Nadira. Dengan tatapan yang sama seperti sebelumny. Dua mata itu terus menyatu. Jantung Nadira mendetak sangat cepat saat wajah Aksa mendekat ke arah wajah gadis yang baru sadarkan diri itu.

Teetttt ...... Teeettt .....

Nadira terhentak dari lamunannya karena suara bel yang dibunyikan. Aksa kembali menyetabilkan tubuhnya dan kembali berdiri tegak setelah menekan tombol bel yang tak jauh dari kepala Nadira. Lalu merapihkan kembali bajunya yang sedikit kusut. Lelaki itu masih bersikap datar tanpa senyuman sedikitpun di wajah tanpannya, bahkan saat dua perawat masuk ke dalam kamar Nadira lelaki itu tetap tak merubah mimik wajahnya.

"Periksa gadis itu, dia baru sadar!" ucap Aksa dengan tatapan masih menetap pada sosok Nadira. Lalu setelahnya pergi begitu saja meninggalkan gadis itu.

Nadira menyadari kalau dirinya ternyata belum mati. Bahkan dia baru sadar ada jarum infus yang menempel di pergelangan lengannya.

Tatapan Aksa yang datar itu nyatanya mampu membuat Nadira terhipnotis. Nadira melepaskan tatapan Aksa yang sudah membelakangi dirinya dan berpaling pada perawat.

"Di mana aku sekarang, sus?" tanya Nadira dengan suara yang sedikit serak.

"Anda di kediaman Nyonya besar Tyaga, Nona," jawab salah satu perawat.

"Tyaga? Siapa mereka? kenapa namanya begitu asing di telingaku, sampai-sampai mereka membawa saya ke rumahnya?"

Nadira menggumam dalam hati. Dia seakan bingung dengan nama yang begitu asing di telinganya itu. Perawat mengangguk singkat dan tersenyum ramah setelahnya.

"Sudah berapa lama saya ada di sini?"

"Sudah dua hari, Nona."

"Dua hari, bagaimana bisa saya tak sadarkan diri selama itu? Suster, saya ingin pulang. Tolong bantu saya melepaskan semua ini," pinta Nadira yang membuat kedua perawat itu saling bertatapan satu sama lain karena bingung.

Mereka tak menjawab ucapan Nadira untuk beberapa saat. Sebelum akhirnya Nadira kembali mengulang ucapannya agar suster mau melepaskan infusan.

"Kamu tidak boleh pulang, itu perintah!Saya ingin kamu tetap tinggal di sini sampai kamu pulih," ucap Nyonya Sovia yang tiba-tiba muncul dihadapan Nadira.

Nadira menatap wanita sepuh itu dengan mata yang dibulatkan.

"Wanita itu, kenapa dia ..., apa yang di maksud Tyaga itu dia?" Ya Tuhan ternyata aku ada di kediaman dirinya."

Nadira yang tak habis pikir mencoba menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Nyonya, tapi saya tak ingin merepotkan siapapun. Maaf!" Nadira yang menarik paksa jarum yang sedari tadi melekat di lengannya hinga menimbulkan luka dan rada sakit. Nadira mencoba menahan kesakitannya membangunkan tubuhnya yang masih lemah. Gadis cantik itu menginjakan kedua kakinya di atas lantai secara perlahan.

Nyonya Sovia mencoba meraba perutnya sendiri. Dan berteriak kesakitan setelahnya. "Aw .Aw ..., sakit. Kenapa begitu sakit perut ini!" teriak wanita sepuh itu histeris seakan menahan rada sakit sakit.

Nadira yang masih dalam keadaan setengah sadar mencoba melangkah cepat ke arah Nyonya Sovia yang sedang meringis kesakitan, begitu juga dengan kedua perawat yang langsung menghampiri Nyonya Sovia.

"Panggilkan seseorang!" pinta Nadira dengan suara rendah dan langsung di setujui oleh salah satu perawat.

Orang rumah yang mendengar teriakan minta tolong langsung berdatangan menghampiri mereka. Termasuk Jonathan dan Aksa.

Kedua bersaudara itu dengan cepatnya berlari ke arah kamar yang sudah dipenuhi dengan beberapa pelayan.

"Apa yang terjadi, Hah?" tanya Aksa dengan mata mendelik sinis ke arah sekeliling.

Tak ada yang menjawab pertanyaan Aksa. Nadira yang sudah berdiri memilih melangkah mundur karena ketakutan yang kini menyelimutinya. Mencoba ke luar dari ruangan itu. Namun lengan Jonathan menahan tangan Nadira dan menghentikannya.

"Tetap di sini, semua akan baik-baik saja!" ucapan Jonathan membuat kedua mata Nadira terhenti pada sosok lelaki yang lemah lembut itu.

Nadira menelan ludah kasar saat menatap Jonathan yang tak kalah tampan dari Aksa.

"Siapa kamu?" tanya Nadira gugup.

"Cucu ke dua dari nenek itu." jawab Jonathan ramah.

Untuk sesaat Nadira terdiam, sebelum akhirnya dia kembali memecahkan lamunannya dan mencoba melepaskan genggaman lengan Jonathan.

"Lepas .., aku mohon! Aku ingin pergi!" pinta Nadira mencoba melepaskan sekuat tenaga. Jonathan tak menggubris permohonan Nadira. Matanya terfokus pada sosok Nenek yang saat ini sedang berkedip singkat ke arah Jonathan.

"Tahan wanita itu! dia yang menyebabkan saya kesakitan seperti ini!" seru Nyonya Sovia menunjuk ke arah Nadira.

Dengan spontan semua orang langsung menatap ke arah Nadira.

"Nyonya .., saya tidak melakukan apa-apa pada, Nyonya," Nadira yang tak terima dengan tuduhan Nyonya besar di rumah ini. Melepas genggaman Jonathan paksa dan kembali berjalan ke arah Nyonya Sovia.

"Tanya pada mereka. Kalau saya tidak melakukan apa-apa pada Nyonya." Nadira menatap ke arah dua perawat yang sedang menatapnya.

Mencoba mencari pembelaan dari keduannya. Namun mereka memilih diam tanpa menjawab pertanyaan nenek sepuh itu.

"Yah, apapun itu saya akan tetap menahan kamu, di sini!" ucap Nyonya Sovia.

Jonathan tersenyum miring saat melihat drama sang Nenek. Sedangkan Aksa yang sudah menyadari drama neneknya memilih beranjak dan pergi.

Nadira terlalu polos menilai Nyonya Sovia. Dia menganggap semuannya itu nyata. Padahal kenyataannya apa yang dilakukan Nyonya Sovia adalah drama semata.




SHE IS MY WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang