Nadira termenung dalam ruangan besar dan megah. Gadis itu terdiam dengan memainkan kuku indahnya. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari jalan hidupnya yang sulit di mengerti bahkan dia bingung harus berbuat apa saat ini."Rumah ini mewah. Bahkan banyak penghuninya. Tapi kenapa aku masih saja merasa kesepian." Nadira menggumam dalam kesendirian.
Ke luar atau tetap berdiam diri di kediaman Tyaga rasanya Nadira sudah tak punya pilihan lain selain menetap di mension ini.
Malam itu nyonya Sovia mengancam Nadira untuk bunuh diri dan mengembalikan kembali ginjalnya jika Nadira tetap bersikeras melangkahkan kakinya ke luar dari mension mewah miliknya. Jelas saja Nadira tidak menyetujui apa yang di ucapkan nyonya Sovia dan memilih menetap di mension mewah ini sesuai permintaan dirinya.
Karena memang tidak ada pilihan lain, selain menetap di mension Tyaga saat itu.
Nadira tidak terbiasa bangun siang. Gadis itu mencoba mencari kesibukan saat pagi hari dan membantu pekerjaan rumah. Tapi staff rumah melarang keras Nadira untuk membantu para pegawai. Begitu juga dengan Nyonya Sovia yang melarang Nadira untuk membantu pekerjaan rumah.
"Kamu itu keluarga, bukan pelayan. Jadi berhenti berprilaku seperti itu!" tegas Nyonya Sovia dengan wajah yang tak enak dilihat.
"Tidak mungkin jika saya terus berdiam diri tanpa melakukan pekerjaan apapun. Kalau begitu saya akan kembali ke toko bunga milik saya," ucap Nadira seakan mengancam.
Nyonya Sovia meghela napas berat saat menatap Nadira. "Kenapa gadis ini begitu keras kepala," batinnya dalam hati.
"Bagaimana?" tanya Nadira.
"Terserah. Dasar keras kepala!"
Nyonya Sovia meningalkan Nadira begitu saja, lalu tersenyum setelahnya. "Coba saja kamu keluar dari rumah ini. Saya yakin tak akan pernah berhasil." gumam Nyonya Sovia tersenyum miring.
Entah apa yang ada dalam pikiran nyonya besar itu, sampai-sampai dia melarang Nadira untuk ke luar dari rumah itu. Tapi bagaimana pun Nyonya Sovia ingin memberikan kehidupan yang layak untuk gadis semata wayang itu.
Nadira menoleh sekeliling mencari sosok Jonathan. Baginya Jonathan lelaki yang bisa di acak bicara di rumah ini. Dan baginya Jonathan juga yang bisa membantu dirinya untuk ke luar dari mension mewah Tyaga.Sulit Bagi Nadira menemukan sosok lelaki yang di carinya. Dia malah menemukan seokor kuncing putih yang teramat lucu.
"Siapa namamu? Apa kamu sudah makan? Aku di sini kesepian. Maukah kamu jadi teman ku," ucap Nadira bicara pada kucing. "Kamu juga pasti merasa kesepian di sini. Di rumah sebesar ini hanya kamu kucing yang tingal di sini. Harusnya tuan rumah di sini mencarikan kamu teman hidup, agar kamu tidak sendirian."
Nadira terus saja mengusap lembut kucing tersebut. Sebelum akhirnya pergerakannya terhenti saat gadis cantik itu mendengar suara deheman singkat yang seakan mengarah pada dirinya.
Nadira tak berani menoleh ke arah asal suara tersebut.
"Dia kucing miliku. Jangan pernah berani untuk menyentuhnya." ucap seorang lelaki bernada ketus. Lelaki yang masih memakai setelan piyama itu langsung mengangkat kucing tersebut dan memeluknya.
Nadira berdiri sejajar dengan lelaki bertubuh tinggi itu dan menatapnya. Begitu juga dengan Aksa menatap Nadira dengan ekspresi datar.
"Kenapa kamu gak tulis di tubuh si kucing.
DON'T TOUCH THIS CAT. Agar semua orang tau kalau kucing ini tidak boleh di sentuh oleh siapapun," jawab Nadira tak kalah datar dari Aksa.Aksa mendesis mendengar jawaban Nadira.
"Aku tunggu tulisan di tubuh kucing itu, kalau tidak jangan salahkan aku jika teruz menyentuhnya," Nadira bicara saat berjalan membelakangi Aksa.
Di satu sisi Nyonya Sovia tersenyum saat melihat perdebatan kecil antara Aksa dan Nadira. Bimbo yang melihat perubahan nyonya besarnya ikut tersenyum kecil.
"Aku rasa Nona Nadira akan membawa perubahan besar di rumah ini. Perlahan rumah ini akan berwarna oleh kehadiran Nona Nadira di tengah-tengah mereka. Nyonya besar orang yang sulit untuk tersenyum pada orang lain. Sedangkan tuan Aksa tidak suka berdebat dengan orang yang tak di kenal, baginya itu hanya membuang-buang waktu" batin Bimbo.
Seorang pelayan mencoba mengetuk pintu Nadira yang baru saja tertutup. Nadira yang menyadari ketukan itu langsung menghampiri dan membukannya kembali.
"Nona Nadira. Anda sedang di tunggu di meja makan oleh Nyonya besar. Nyonya bilang ini waktunya untuk sarapan," kata pelayan tanpa menatap berani menatap wajah Nadira.
Untuk sedaat Nadira terdiam. Seakan mempertimbangkan tawaran untuk sarapan bersama. Sebelum akhirnya dia mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Dari pagi aku tidak melihat tuan muda, kemana dia?" tanya Nadira pada pelayan.
"Siapa yang anda maksud, Nona. Tuan muda Aksa atau Jonathan?"
"Jonathan! Yah, jonathan yang saya maksud."
"Oh ..., kalau Tuan muda Jonathan sudah berangkat ke luar negri dari semalam, Nona."
"Luar negri?" tanya Nadira memastikan, dan di jawab anggukan pelan oleh pelayan. "Kalau boleh tau ntuk apa dia kesana?"
"Saya kurang tau Nona. Yang saya tau kalau Tuan Jonathan harus menyelesaikan pendidikannya di sana. Untuk tempatnya saya tidak tau pasti."
"Aku pikir dia bisa jadi teman bicara yang baik selama aku di sini. Nyatanya tidak. Aku benar-benar sendiri. Bahkan Tuhan saja tidak memberi ku kesempatan untuk memiliki teman baik. Huh rasanya Tuhan tak adil padaku."
Bukannya pergi sarapan, Nadira malah memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size. Menatap langit-langit lalu memejamkan mata setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS MY WIFE
RomanceSebelum membaca cerita ini pastikan kalian follow author terlebih dahulu. "Tidak ada pilihan lain selain menikah dengan cucu dari wanita sepuh itu!" Perumpamaan yang pantas dilontarkan dari bibir lentik seorang Nadira Ayumi. Nadira Ayumi, gadis mala...