Episode tiga

6K 386 54
                                    

Sudah terhitung satu minggu Nadira kehilangan wanita yang dicintainya. Sudah satu minggu juga Nadira berada di rumah sakit sendirian.

Tubuhnya masih lemah untuk menopang semua kesedihannya dan beban hidupnya. Senyumnya lenyap bersama kepergian sang mendiang ibu. Hidupnya seakan hilang arah tujuan.

Wajahnya pucat, tubuhnya mengurus. Kelopak mata mengitam dan bengkak.

Ada beban berat yang dia pikul sendirian, ada kesedihan yang teramat mendalam yang dia pendam dalam diam.

Awan hitam dan rintik gerimis siang itu membuat Nadira semakin meratapi kesedihannya. Butiran bening terus menetes membasahi pipi dan bibir merahnya. Kaca yang berembun seakan menjadi saksi bisu kesedihan Nadira saat itu.

Cinta yang teramat dalam pada sang ibu membuat gadis cantik itu seakan mati rasa.

"Bu ...., Nadira kangen sama, Ibu. Nadira pengen ketemu sama Ibu. Nadira kangen dengan sentuhan lembut ibu. Nadira juga pengen menyentuh pipi ibu sebelum tidur seperti biasa. Nadira kangen suara merdu ibu, Nadira kangen saat kita menyanyikan lagu kesukaan kita. Andai waktu bisa diputar kembali Nadira tidak akan membiarkan Ibu sendirian merasakan rasa sakit di sisa terakhir ibu. Ibu pasti saat itu nyariin Nadira. Ibu juga pasti pengen ketemu Nadira dulu, Maafkan Nadira, bu. Karena sudah jadi anak tak berguna dan belum bisa buat bahagia."

Seorang perawat yang biasa mengurusi Nadira hanya bisa menatap gadis cantik itu dalam ke jauhan. Terkadang dia juga ikut menangis saat melihat Nadira yang tiba-tiba mengeluarkan air mata dalam diamnya.

Perawat itu mencoba mendekat ke arah Nadira dan mengusap lengannya lembut. "Nona, anda hari ini sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tapi sebelumnya Nona harus makan lebih dulu," kata perawat ramah yang membuat Nadira masih diam tanpa mau menoleh ke arahnya.

Nadira mencoba membangunkan tubuhnya yang lemah. Meletakan kakinya perlahan satu demi satu di atas lantai marmer berukuran sedang. Sedangkan tangan dan tubuhnya masih menopang di kasur rawat yang berukuran sedang.

"Apa orang tua yang saya bantu masih ada di rumah sakit ini?" tanya Nadira dengan tatapan sayu.

"Beliau sudah pulang sejak kemarin," jawab perawat.

Nadira menoleh ke arah pintu menatap lelaki yang sedang berdiri tegap.

Dengan sangat hati-hati Nadira melangkahkan kakinya ke arah lelaki yang kini menoleh ke arahnya.

"Nona, hati-hati. Anda mau kemana?" tanya Lelaki bertubuh gagah.

"Apa kamu bisa antarkan saya ke rumah majikan kamu, saya ingin bertemu dengannya?"

Lelaki itu terdiam untuk sesaat sebelum akhirnya mengeluarkan ponsel miliknya yang berada di saku celana.

Lelaki itu terdiam untuk sesaat sebelum akhirnya mengeluarkan ponsel miliknya yang berada di saku celana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mension mewah dengan luas mencapai enam hektar menjadi saksi bagaimana, kaya rayanya keluarga Tyaga.

"Kalian kenapa menyuruhku untuk pulang secepatnya. Tidak bisakah kalian mempertemukan saya dengan wanita baik hati yang sudah menolong nyawa saya?" ucap Nyonya Sovia. Wanita yang biasa di panggil dengan sebutan Queenie oleh cucunya.

SHE IS MY WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang