Nadira dan Aksa membulatkan ke dua matanya seketika, mereka seakan tak percaya dengan apa yang diucapkan Nyonya Sovia. Bahkan, sampe nyonya Sovia kembali menegaskan ucapannya, mereka berdua masih tidak mempercayainya.
Nadira menggelengkan kepalanya dengan tatapan sendu. Lau menolak permintaan nyonya Sovia lembut.
Begitu juga dengan Aksa yang seakan enggan bekerja sama dengan Nadira dalam satu perusahaan.
"Nyonya, aku lebih baik membuka kembali toko bunga ku, dari pada harus terjun di perusahaan," kata Nadira.
"Apa yang membuat kamu ragu? Katakan!"
"Aku tidak memiliki keahlian, bahkan pendidikannku saja ..." Nadira tertegun tak melanjutkan kembali ucapannya.
"Kamu bisa mulai dari bawah." Tegas nyonya Sovia menatap lembut Nadira. Sebelum akhirnya memalingkan wajahnya ke arah Aksa. "Satu lagi, tidak ada yang boleh membantah ucapanku saat ini. Dan kamu Nadira!" Sambungnya kembali menatap Nadira. "Kamu sudah bisa masuk ke perusahaan saya hari ini juga. Bimbo yang akan mengatur semuannya."
Aksa beranjak dan meletakan pisau bekas olesan selai dengan kasar ke atas piring. Nadira dan Nyonya Sovia tersentak akan suara itu yang ditimbulkan Aksa.
Terlihat begitu jelas kalau Aksa begitu marah dan tidak menyetujui ucapan Neneknya.
Sekali lagi Nadira mencoba membujuk nyonya Sovia untuk tidak terjun ke perusahaan miliknya. Tapi, tetap saja ucapan Nadira tidak digubris sama sekali oleh wanita sepuh itu dan memilih meninggalkan Nadira seorang diri.
Gadis cantik itu bingung harus berbuat apa, dia merasa seperti beban bagi sebagian orang di kediaman Tyaga. Apalagi saat melihat Aksa begitu marah dan tidak suka dengan keputusan neneknya.
Jonathan kembali menghampiri meja makan dengan raut wajah sedikit bingung. Sebelum akhirnya lelaki itu bertanya pada Nadira. "Apa yang terjadi? Kenapa semua orang tidak ada di sini? Apa sarapannya sudah selesai?"
Perlahan Nadira menggelengkan kepalanya dengan senyuman tipis. Jonathan menatap ke beberapa piring yang masiha tersusun sempurna di atas meja dan menyisakan banyak makanan di atasny.
"Tidak biasanya Queenie dan Aksa meninggalkan sarapan yang begitu banyak seperti ini," batin Jonathan yang kembali menatap ke arah Nadira. "Sebaiknya aku temui Queeni terlebih dulu," sambung Jonathan dijawab anggukan Nadira.
Sedangkan Nadira memilih beranjak dan merapikan meja makan. Tapi pelayan segera menghampiri gadis itu dan melarang dirinya untuk tidak melakukan pekerjaan rumah.
"Nyonya Nadira, tolong jangan lakukan tugas ini. Atau nyonya Sovia akan marah pada kami," kata salah satu pelayan dan membuat Nadira menghentikan aktifitasnya sejenak.
"Iya, Nyonya, ini tugas kami," sela pelayan lainnya.
Nadira yang tak ingin terjadi masalah menimpa para palayan rumah. Akhirnya memilih menghentikan pergerakannya.
"Maafkan aku, aku tidak tau kalau kalian akan terkena masalah jika aku melakukan ini," ucap Nadira ramah dan membuat para pelayan tersenyum ke arah wanita cantik tersebut.
Aksa menampakan wajah masam dan tak enak dipandang. Lelaki tampan itu sepertinya masih merasa kesal dengan keputusan neneknya. Di satu sisi Darius terus saja menghubungi Sksa untuk segera berangkat ke kantor.
Aksa mencoba mencari kemeja yang sesuai keinginannya, tapi tidak juga dia dapatkan. Mungkin semua itu karena suasana hati Aksa yang sedang tidak baik.
Nadira yang menyadari kekesalan Aksa saat itu memilih diam mematung di balik pintu. Bahkan Nadira mendengar kata-kata kasar ke luar dari mulutnya. Entah untuk siapa makian itu, yang pasti Nadira merasa kalau makian itu ada kaitannya dengan dirinya.
Hampir tiga puluh menit Aksa bergelut dengan pakaian di lemari, selama itu juga Nadira memperhatikan dirinya dari kejauhan.
"Brengsek. Kemana pelayan yang biasa menyiapkan semuanya!" Pekik Aksa penuh emosi. "Kalau bukan karena wanita sialan itu, mungkin hidupku tak akan serumit ini," ucap Aksa yang terdengar oleh Nadira.
"Sakit, saat makian, dan kata-kata yang tak pantas malah terdengar olehku. Harusnya aku tidak berdiri di sini dan mendengar semua itu. Dan seharusnya aku tidak usah minta maaf pada lelaki keras kepala itu. Andai dia tau, ini semua aku lakukan demi Nyonya Sovia, dan andai dia tau yang tersakiti bukan hanya dia, tapi aku juga," batin Nadira yang malah mengeluarkan butiran bening dengan begitu mudahnya.
Gadis cantik itu mencoba menghirup napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Mencoba menyeka perlahan butiran bening yang telah membasahi pipinya. Mengambil keberanian dan melangkah masuk ke dalam kamar.
Nadira memasang wajah datar saat menghampiri Aksa. "Aku rasa kemeja ini cocok untukmu," kata Nadira menyodorkan kemeja berwarna biru muda dan putih tulang.
Aksa terdiam bisu saat melihat pergerakan Nadira, apalagi saat gadis cantik itu menghampiri dirinya dengan sebuah kemeja yang mengantung ditangan.
"Kenapa wanita itu tiba-tiba ada di sini. Apa mungkin dia mendengar semua ucapanku. Sstt...," batin Aksa mengerutu.
"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Aksa datar.
"Barusan, bukankah kamu liat sendiri aku baru masuk!" jawab Nadira tersenyum kecil.
"Sukurlah!" gumam Aksa bernapas lega.
"Kamu bilang apa?" tanya Nadira seakan tak mendengar.
"Tidak, aku tidak bicara apa-apa," kata Aksa mengelak.
"Aku tidak tau warna kesukaanmu apa. Tapi, aku rasa dua warna ini cocok untukmu," kata Nadira yang membuat pandangan Aksa terpusat pada kemeja berwarna biru muda.
"Aku ambil yang ini," kata Aksa dengan ekspresi yang masih datar.
Aksa membawa kemeja itu ke dalam ruangan khusus. Ruangan yang memang sengaja di desain khusus untuk berganti pakaian. Delapan menit kemudian, Aksa ke luar dengan pakaian yang sudah rapi. Hanya saja lelaki itu tidak menggunakan dasi sebagai pelengkap.
"Apa kamu tidak bisa mengenakan dasi?"
Aksa menatap Nadira. "Aku akan memakainnya di kantor."
Nadirq mendehem dan menganggukan kepalanya perlahan. "Aku pikir kamu tidak bisa."
"Maksud kamu?" tanya Aksa sedikit sinis. Dan membuat Nadira menaikan kedua bahunya. "Kata siapa aku tidak bisa memasangkan dasi!" Aksa mengambil dasi secara acak yang jelas-jelas dasi yang dia ambil begitu mencolok dan tak pantas dengan pakaiannya.
Nadira seolah menahan senyum saat melihat pergerakan Aksa yang salah tingkah. Sebelum akhirnya perempuan cantik itu mengambil salah satu dasi dan memasangkannya di leher Aksa.
Lelaki yang pelit ekspresi itu menelan ludah kasar saat wajah cantik Nadira berdiri tepat depan wajahnya. Hanya berjarak beberapa CM (centi meter) dari wajahnya.
Bukan hanya itu, entah kenapa jantung Aksa malah berdetak begitu cepat tak seperti biasanya. Untuk waktu yang cukup lama, Aksa kembali merasakan getaran aneh dalam hatinya.
"Kalau tidak bisa melakukan hal sepele seperti ini. Lalu siapa yang setiap hari memasangkan kamu dasi?" tanya Nadira sibuk memasangkan dasi milik Aksa. Lelaki itu tak menjawab sama sekali pertanyaan Nadira. Pikiran Aksa melayang kembali pada sosok wanita yang pernah membantunya memasangkan dasi.
"Kamu itu harus belajar memasangkan dasi. Kalau bukan aku siapa yang akan memasangkan dasi seperti ini. Apa kamu akan menyuruh pak bimbo? Hmm atau semua pelayan akan kamu panggil!"
Kata-kata yang sama persis keluar dari perempuan yang ada dalam bayangan Aksa. Dan kini terulang kembali oleh Nadira.
Aksa mendorong kasar Nadira dan membuat gadis cantik hampir terjatuh. "Berhenti bersikap baik padaku!" tegas Aksa yang langsung mengambil jas berwarna hitam dan keluar kamar begitu saja.
TbC
Jangan lupa vote dan komennya.
💜💜💜
Maaf menunggu terlalu lama. Smga bisa up cepat yah. Berkat doa kalian aku udh sehat lagi doonk.(Dasar es batu. Gak bisa apa manis dikit sama Nadira. Gue yg nulis gue yg esmosi jiwa 😅😅😅 semoga kalian gak emosi kaya gue)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS MY WIFE
RomanceSebelum membaca cerita ini pastikan kalian follow author terlebih dahulu. "Tidak ada pilihan lain selain menikah dengan cucu dari wanita sepuh itu!" Perumpamaan yang pantas dilontarkan dari bibir lentik seorang Nadira Ayumi. Nadira Ayumi, gadis mala...