19

154 107 107
                                    

Kita dituntut untuk sempurna. Padahal kesederhanaan jauh lebih berharga.























Setelah cukup lama berjalan jalan mencari udara segar, gizca pun memutuskan untuk pulang. Ia melihat mobil ayah nya ada digerbang rumah yang menandakan bahwa sang ayah sudah pulang. Namun gizca heran kenapa ayah nya pulang lebih awal. Kalau pun ada berkas yang tertinggal pasti ayah menyuruh bunda untuk mengantarkan nya ke kantor. Tak mau berspekulasi terlalu lama, ia pun masuk ke dalam rumah.

Saat memasuki rumah, hal pertama yang gizca lihat adalah bunda nya yang sedang menangis dengan lyora yang duduk di kursi roda. Karena gizca tidak tau apa-apa, ia pun berjalan menuju arah mereka.

"Bunda, bunda kenapa?." tanya gizca pelan.
Namun yang ditanya pun tak kunjung menjawab.

"Ayah, bunda kenapa?." tanya gizca pada ayah nya yang tengah menenangkan wanita yang menangis disebelahnya.

"Lyora lumpuh."
Deg.

Bagai disambar petir dicerah nya langit,gizca benar benar tak percaya apa yang dikatakan ayahnya. Kakaknya lumpuh? Tidak mungkin. Semalam kakak nya masih sehat sehat saja. Bahkan mereka sempat membuat jus bersama.

"Kk-ok bisa yah?."

"Ini karena tumor yang ada di kepala lyora udah nyebar ke tubuh nya dan bikin sebagian badan nya gak berfungsi." ucap tama sambil menunduk lemah.

Gizca merasa badan nya tiba tiba saja lemas. Ia melihat sang kakak yang duduk di kursi roda sambil tersenyum.

"Ayah, bunda udah gapapa. Lyo gapapa kok. Lyo kan cuma ga bisa jalan aja. Dan maaf, kedepan nya lyo bakal nyusahin ayah sama bunda." ucap lyora sambil memegang tangan tama dan sarah.

"Engga sayang. Kamu ga pernah nyusahin bunda sedikit pun. Ini memang tugas bunda sebagai orang tua untuk menjaga anak nya." ucap sarah menggenggam balik tangan lyora.

Mendengar hal itu, entah kenapa hati gizca merasa sakit dan sesak. Ia menjadi teringat ketika dulu ia hampir tenggelam di kolam renang. Namun ayah dan bunda hanya diam saja tanpa berniat menolong sedikit pun. Untungnya ada supir yang menolong dirinya dari maut yang hampir merenggut nyawanya.

"Bunda antar ke kamar ya, kamu harus istirahat." sarah pun mendorong kursi roda lyora menuju kamar sambil di dampingi tama.

Melihat ayah,bunda dan kakaknya yang semakin menjauh, gizca pun memutuskan untuk ke kamar saja.




Dikamar, tangis gizca pecah. Sejak tadi ia menahan tangis nya karena tak mau membuat suasana menjadi lebih sendu. Ia benar benar tak tega dengan apa yang terjadi pada kakaknya. Sejak kecil lyora sudah harus menjalani pengobatan yang mungkin bagi seorang anak kecil itu hal yang menyakitkan. Kakak nya orang baik, kenapa harus menderita seperti ini.

Karena lelah terus terusan menangis, gizca pun tertidur.





Byurrr !
"Heh bangun. Kamu ini bisa bisa nya tidur ya. Ga liat situasi. Kakak kamu itu sakit harusnya kamu jagain dia." ucap sarah sambil menumpahkan air ke arah gizca.

Gizca pun terbangun karena kaget. Ia mengusap wajah nya yang basah karena air.

"M-maaf bunda, caca ketiduran." ucap nya sambil menggosok gosok bahu dengan tangan nya karena dingin.

"Sana mandi terus jagain kakak kamu. Bunda mau tebus obat kakak kamu ke rumah sakit." ucap sarah sambil keluar meninggalkan kamar gizca.

Gizca pun segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, gizca pun menuju kamar sang kakak, lyora.
Dikamar ada sarah yang tengah mengobrol dengan lyora. Mendengar kedatangan gizca, sarah pun menghampiri nya.

ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang