Rencana yang telah ditentukan oleh takdir akan lebih baik daripada rencana kita sendiri.
Pagi ini terasa begitu berbeda, terasa mengerikan dan tak enak. Walaupun setiap pagi gizca mengerikan, namun pagi ini entah kenapa terasa berbeda. Gizca bangun sedikit telat, ia melihat ke sekeliling bahwa kedua teman nya sudah tak berada di kamarnya. Mungkin mereka sudah turun ke bawah untuk sarapan. Gizca pun lantas mengambil handuk dan pergi menuju ke kamar mandi.
"Bi sini biar aku aja." ucap dera sambil mengambil gelas dari tangan bi inah.
"Makasih ya non."
"Bi apa ini sup nya udah mateng?." tanya liana.
"Udah non. Biar bibi aja yang angkat." bi inah pun memindahkan sup dari panci ke dalam mangkuk lalu meletakan nya di meja makan.
"Makasih ya non udah bantu bibi."
"Iya bi sama sama." ucap dera
"Bibi seneng karena non gizca akhirnya punya temen yang mau diajak ke rumah."
"Emang sebelum nya gizca ga pernah bawa temen nya ke rumah?." tanya liana.
"Ga pernah non. Non gizca sejak kecil ga punya temen."
Tak lama gizca pun datang."Pagi semuanya." sapa gizca.
"Pagi juga ca." ucap dera.
"Kalian masak?."
"Iya kita bantuin bi inah tadi." jawab liana.
"Aduh maaf ya jadi ngerepotin kalian." ucap gizca tak enak.
"Gapapa santai aja. Ayo kita makan."
Mereka pun makan bersama sama. Sesekali dera menjahili liana dengan berujung liana yang ngambek. Ia senang melihat apa yang ada dihadapan nya sekarang. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ia juga masih merasa sedih dengan apa yang terjadi pada kakaknya.Setelah selesai makan, dera dan liana berpamitan pada gizca untuk pulang.
"Ca kita pamit pulang ya." ucap liana.
"Iya, kalian hati hati ya."
"Oh iya, besok lo sekolah kan?." tanya dera.
"Iya besok aku sekolah. Aku gak mau ketinggalan banyak materi."
"Ok deh. Kita balik dulu ya bye." ucap dera.
"Ca kalo lo ada apa apa, bisa hubungi gue atau dera ya." ucap liana.
"Iya li. Bye hati hati."
Dera dan liana pun pergi meninggalkan rumah gizca dan sekarang hanya tersisa gizca seorang diri lagi. Walaupun ada bi inah, ia tak mau membebani bi inah karena ia sudah tua. Gizca tak tega.
Hari ini putra tengah bersiap siap karena ia mau berkunjung ke rumah gizca. Ia ingin memastikan apakah gadis itu baik baik saja.
"Lo mau kemana?." tanya jefran.
"Gue mau ke rumah gizca."
"Mau ngapain?."
"Nengokin dia."
"Dia bukan orang sakit ngapain di tengok."
"Fisik nya emang ga sakit, tapi batin sama hati nya yang sakit. Lo mau ikut?."
"Ga, buang buang waktu."
"Lo emang gaada simpati nya sama sekali sama dia. Padahal kemarin lo yang nolong dia pas mau bunuh diri."
"Gue nolongin dia karena mau bunuh diri. Sekarang kan dia udah baik baik aja."
"Serah lo."
"Tunggu." cegah jefran saat putra akan keluar dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʀɪɢᴜᴀʀᴅᴏ ᴀ ᴍᴇ [End]
Ficção AdolescenteTentang sebuah penderitaan yang tak berujung. Bagaimana jadi nya jika seorang anak dilahirkan hanya untuk melengkapi sang kakak? Bagaimana jadinya jika kebahagian seseorang direnggut satu persatu? Dapatkah ia mendapatkan cinta dan kasih sayang yang...